Selena terbangun setelah mendengar azan magrib, badannya terasa sangat sakit saat digerakkan. Apalagi kakinya terasa lebih nyeri dari sebelumnya, mungkin ini karena kemarin dia kebanyakan berjalan.
Perutnya terasa keroncongan setelah beberapa jam lalu diisi dengan nasi goreng dan bakso. Selena memutuskan untuk keluar kos setelah bersih-bersih dan sholat magrib.
Sejak kemarin Selena belum sempat merapikan barang-barang bawaannya, jadi dia hari ini membongkar barangnya untuk mengambil baju ganti. Kotak kecil itu sangat menarik perhatian Selena, dia lalu mengambil dan membuka isinya. Kalung itu masih sama dengan kali terakhir dia melihatnya.
Setelah dipikir-pikir Selena memutuskan untuk memakainya, kalung itu terlihat sangat cantik dengan satu berlian sebagai liontinnya.
Dia memandangi kalung itu cukup lama, banyak kenangan yang tersimpan di dalamnya. Kalung ini dipakai ibunya saat masih muda sampai berpisah dengan papanya.
Waktu itu keluarga Selena sama seperti keluarga pada umunya. Setiap hari libur, mereka berkumpul dan menghabiskan waktu bersama seharian. Semuanya berjalan baik sampai dengan cek-cok yang sempat Selena dengar waktu malam. Dia teringat hanya satu kata yaitu Yusnita, yang sekarang menjadi ibu tirinya. Sepertinya Yuanita adalah penyebab perpisahan ayah dan ibunya.
Tidak ingin terlalu terlarut dalam kenangan, Selena langsung keluar dari kamar kosnya. Dia menyapa beberapa orang yang ada diluar kos-nya. Sepertinya mereka semua adalah orang yang ramah-ramah.
Isi dari kos ini adalah para perempuan, hal ini juga yang membuat Selena bertanya-tanya kenapa Thora membuat kos khusus putri padahal dia laki-laki sendiri disini.
Di depan gang ternyata ada cukup banyak warung dan penjual yang memakai tenda. Dulu sekali pernah Selena makan di warung bersama dengan Bi Lastri, tapi dia sudah lupa bagaimana rasanya.
Akhirnya setelah melihat-lihat Selena memutuskan untuk membeli ayam penyet disalah satu warung tenda. Dia masuk dan langsung disapa oleh pemilik warung. "Mau pesan apa mbak?"
Selena melihat pelanggan sebelah yang sepertinya sangat menikmati ayam penyet dengan sambal dua warna. "Bu pesen kayak bapak itu ya."
"Oh oke mbak, silahkan duduk!"
Tempat itu hanya menyediakan dua bangku panjang, jadi isinya hanya muat untuk beberapa pembeli saja. Mereka jadi agak berdesakan kalau warung sedang ramai, tapi untungnya sekarang warung hanya ada tiga orang saja.
Tidak lama pesanannya datang sepiring ayam penyet lengkap dengan sambal yang dipesan Selena dan juga satu piring lainnya berisi nasi putih yang cukup banyak untuknya. Selena segera mencuci tangan seperti para pengunjung lainnya dia juga mencoba makan dengan tangan walaupun sudah bukan hal yang asing tapi makan dengan tangan cukup membuat Selena kesulitan.
Dia mulai makan ayamnya dengan lahap karena memang rasanya sangat berbeda dari apa yang dibayangkannya. Ini jauh lebih enak dari yang biasa dia pesan di restoran.
Selena bahkan menghabiskan makanannya dalam waktu kurang dari 10 menit dan ini merupakan rekor pertama untuk nya makan dengan lahap seperti ini.
Biasanya saat di rumah Selena tidak bisa makan dengan lahap karena harus berhadapan dengan mama dan papanya yang selalu bersikap dingin hal ini membuat Selena jadi kehilangan nafsu makan, padahal makanan yang dimasak Bi Lastri tidak kalah enak.
Yang membuat Selena bingung adalah setelah makan dengan tangan dia harus mencuci tangannya dimana? Air yang dibuat kobokan tadi sudah kotor dan tidak mungkin Selena mengunakannya lagi. "Bu boleh minta air buat cuci tangan lagi nggak?"
Ibu pemilik warung itu ternyata juga masuk, dia mempersilahkan Selena untuk mencuci tangannya di keram air yang ada dibelakang warung. "Terima kasih Bu."
Setelah makan dan cuci tangan Selena membayar biaya makannya, "Berapa Bu?"
"25 ribu aja mbak."
Selena memberikan selembar uang pada ibu tadi dan menunggu kembaliannya. Mulai sekarang Selena harus belajar hemat dan mengelola waktunya dengan baik.
Setelah makan di warung tadi Selena memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar di daerah barunya, ternyata daerah itu tidak seburuk yang ada di bayangan Selena. Ada banyak sekolah tapi tidak terlalu kelihatan karena tertutup oleh rumah penduduk yang lumayan ramai.
Tidak jauh darinya juga terlihat sebuah pabrik kertas yang lumayan besar, hal ini mungkin yang menyebabkan Tora membuka bisnis kos-kosan nya. Dilihat dari segi bisnis memang tempat ini cocok untuk dibuka kos-kosan karena sekitar terdapat banyak pabrik walaupun dalam bentuk kecil tidak pabrik besar yang ada di kota.
Saat berjalan-jalan malam ternyata Raiden menghampirinya dengan motor miliknya. "Halo kamu mau kemana?"
Selena menghentikan langkahnya begitu juga dengan Raiden. "Cuma mau jalan-jalan buat lihat daerah sekitar sini, terus kamu mau kemana?"
"Aku juga cuma jalan-jalan lebih tepatnya mau ngajak Tora buat main game baru."
"Oke kalau gitu aku lanjut jalan-jalan, kamu silahkan kalau mau main game."
"Mau ditemein nggak?" Raiden menawarkan dirinya.
"Tadi katanya mau main game sama Thora?"
Raiden menunjukan ponselnya yang menampilkan chatnya dengan Thora, dia bilang kalau sekarang sedang membeli makan kucing untuk Siti. "Siti itu siapa? Pacarnya Thora?" dengan polosnya Selena bertanya pada Raiden.
"Siti itu kucingnya Thora, masa kamu nggak tau sih? Kan tiap hari tuh kucing nempel terus."
Selena menggeleng karena memang tidak tahu kalau Thora punya kucing bernama Siti, yang dia tahu itu Siti penghuni kamar sebelah. "Mana tahu kan baru disini."
"Oh iya lupa, pokonya nanti juga lihat sendiri bentukannya si Siti kayak apa."
Selena jadi penasaran dengan sosok Siti yang dibicarakan Raiden. Mungkin saja kucing itu perempuan, atau juga Raiden suka sama Siti.
"Kita jalan-jalan nggak?"
Raiden menepuk dahinya karena lupa, "Oh iya ya. Kita naik motor aja yang cepet deh!" Raiden menyalakan motornya dan membuat bunyi yang lumayan besar.
Selena lalu ikut naik di motor Raiden. Mereka berkeliling sekitaran kompleks, ada banyak hal yang ternyata punya ciri khas disini. Yaitu adalah keberadaan lapangan desa yang lumayan besar, kata Raiden tempat itu sering digunakan sebagai tempat pelaksanaan lomba. "Duku tuh pernah Thora main lomba masukin polpen ke dalam gelas, bukanya polpen yang masuk tapi malah celananya yang sobek. Jadilah dia sebagai bahan pembicaraan ibu-ibu kompleks selama seminggu penuh."
Mendengar Raiden yang bercerita dengan semangat membuat Selena tertawa karenanya. "Hahaha kasihan banget, terus nasibnya gimana dong?"
"Nanti coba kamu tanya sendiri sama orangnya ya! Kalau sama aku nanti malah ada yang salah kan dia yang mengalami."
Keliling kampung waktu malam memang sangat berbeda, apalagi sambil naik motor. Ini merupakan pengalaman pertama bagi Selena, dan mungkin juga yang terakhir.
Saking semangatnya bercerita, Raiden tidak melihat lubang besar didepannya. Motornya kehilangan keseimbangan dan brak.