Setelah sampai di kelas Bu Wati masih mengajar, jadi Selena langsung duduk di kursinya.
Kalani yang penasaran menyenggol lengan Selena saat hendak mengambil buku di laci meja.
"Apa?" tanyanya.
"Tadi kamu disuruh apa?" Kalani berbisik di sampingnya.
"Enggak ada apa-apa kok, nanti kamu juga tahu sendiri."
Selena kembali fokus mendengarkan penjelasan dari Bu Wati yang sedang menjelaskan materi didepan.
Pelajaran Bu Wati berlangsung lebih cepat dari yang dikira, mungkin karena cara penyampaian beliau yang cukup menarik jadi membuat para siswa menyukainya.
"Kalian nanti bisa latihan wawancara di rumah masing-masing, pelajaran kali ini saya akhiri. Semoga bermanfaat bagi kita semua, selamat siang." Bu Wati keluar dari kelasnya
"Siang Bu." Jawab seisi kelas serempak.
Tidak lama terdengar suara pengumuman dari speaker sekolah, seluruh siswa langsung menghentikan kegiatannya untuk mendengarkan pengumuman tersebut.
"Selamat siang para siswa SMA Taruna, pengumuman untuk kalian semua. Diharapkan dalam waktu lima belas menit seluruh siswa SMA Taruna berkumpul di lapangan utama, sekali lagi seluruh siswa SMA Taruna berkumpul di lapangan utama dalam waktu lima belas menit."
Tepat saat pengumuman berakhir Kalani menengok ke arah Selena.
"Ini yang kamu maksud Sel? Sebenarnya ada apa sih sampai ada pengumuman segala?"
"Ada kesalahan pahaman yang melibatkan sekolah ini, makanya pihak sekolah segera memberi pengumuman."
"Salah paham soal apa?"
"Daripada aku salah jawab mending kita langsung ke lapangan aja!" Selena berdiri dari duduknya dan merapikan roknya.
Kalani juga mengikuti Selena, lagipula berkumpul dalam waktu lima belas menit juga merupakan waktu singkat untuk mereka.
Saat sampai di lapangan utama sudah ada banyak siswa yang berkumpul, lebih tepatnya mereka saling bergerombol untuk membicarakan kejadian tadi.
"Perhatian semuanya!" itu adalah suara Pak Tio, kepala sekolah SMA Taruna yang disiarkan lewat pengeras suara sekolah.
Semua siswa jadi menengok ke arahnya, mereka terdiam dengan suara Pak Tio.
"Selamat siang semuanya." Sapa Pak Tio terlebih dulu.
"Siang." Jawab seisi lapangan.
"Maaf sebelumnya karena mengumpulkan kalian secara mendadak. Pasti sebagian besar dari kalian sudah tahu kejadian tadi, tapi saya yakin kalian tidak tahu yang sebenarnya terjadi."
Ucapan Pak Tio semakin membuat Kalani bingung, dia berkali-kali meminta Selena untuk segera memberi penjelasan.
Pak Tio kembali melanjutkan ucapannya setelah menghela nafasnya, "Tadi ada banyak sekali wartawan yang kesini. Entah ada berita seperti apa yang membuat para wartawan datang ke sekolah kita. Tapi menurut salah satu dari mereka, mereka sedang mencari tahu informasi dari keluarga Atma Wijaya."
Setelah nama Atma Wijaya disebut, membuat para siswa kembali berbicara dengan temannya. Bahkan tidak ada seorangpun yang tidak tahu tentang Atma Wijaya disekolah ini.
"Ada berita bohong yang menyebutkan kalau Atma Wijaya punya anak yang bersekolah disini. Hal ini yang membuat para wartawan datang ke sekolah kita, tapi yang perlu kalian tahu adalah semua ini berita bohong." Pak Tio mengucapkan setiap kata-katanya dengan jelas.
Sebenarnya mendengar hal ini hati Selena sangat sakit, hal ini menyadarkan Selena kalau dia benar-benar tidak ada artinya di dalam keluarganya.
Usaha besar yang dilakukan sekolah untuk menutupi Bapak kandung Selena merupakan tamparan keras untuknya. Andai saja dia sedang tidak ada di kerumunan banyak orang, Selena mungkin akan menangis sejadinya.
"Selena Safira anak kelas 12 IPA 1, kami mohon maaf. Kalian juga jangan sampai berbuat yang tidak baik pada Selena, karena ini semua adalah berita palsu yang kebetulan menyangkut namanya. Untuk seterusnya jika ada wartawan yang datang lagi kesini jangan pernah ada dari kalian yang membocorkan informasi tentang siapapun, karena itu semua menyangkut privasi orang yang dilindungi undang-undang."
Kalani kembali menatap Selena dengan intens, "Jadi para wartawan itu ngira kamu anaknya Atma Wijaya?"
Selena hanya terdiam menanggapinya, tapi justru ini semua membuat Kalani tertawa keras didepannya.
"Hahaha, aku rasa mereka semua sudah gila. Mana mungkin kamu anaknya Atma Wijaya, secara kan mereka keluarga terhormat pasti nggak akan ngebiarin anaknya terlantar malam-malam disekolah." Kalani menepuk bahu Selena cukup keras.
"Makanya kan pihak sekolah bilang berita bohong, mana mungkin juga keluarga Atma sepatunya udah mau jebol kayak begini." Selena menunjuk ujung sepatunya yang mulai usang.
"Nah makanya, kayaknya mereka kurang kreatif deh kalau buat berita."
Selena lega karena Kalani benar-benar percaya dengan ucapannya. Walaupun disisi lain juga dia sedih dengan situasi saat ini.
"Saya harap semua siswa bisa lebih cerdas lagi dalam menyikapi hal seperti ini, sekian yang bisa saya sampaikan. Ingat ya kalau ada wartawan jangan sampai memberikan informasi dari siswa lain! Cukup sekian berita hari ini, semoga hari kalian lancar. Selamat siang." Pak Tio menyelesaikan pidatonya.
Semua siswa kembali ramai setelah Pak Tio meninggalkan lapangan, banyak dari mereka yang menertawakan Selena karena menjadi berita anak dari Atma Wijaya.
Padahal kalau dilihat lebih jelas, Atma dan Selena mempunyai kemiripan diwajahnya. Mata mereka sangat mirip, hanya saja wajah Selena cenderung lebih mirip dengan ibunya.
"Yuk kita balik aja! Persiapan bentar lagi istirahat." Selena menarik tangan Kalani dari keramaian.
"Ngapain istirahat butuh persiapan segala? Kita jadi kan nyobain restoran didepan?"
Selena menghentikan langkahnya, "Maaf ya Lan, kayaknya lain kali aja deh. Aku masih takut kalau tiba-tiba ada wartawan kayak tadi."
"Ya udah terserah kamu aja, bakso di tempat Kang Ujang juga masih enak kok. Kita makan di sana aja ya? Aku yang bakal traktir." Kalani menunjuk sakunya dengan bangga.
"Dalam rangka apa nih?"
"Nggak ada dalan rangka, aku cuma mau berbagi duit hasil kerja pertama."
Selena ikut tersenyum saat Kalani membanggakan dirinya, "Ini hasil dari ikut kerja di cafe?"
"Betul, nggak yangka gajinya lumayan. Kamu mau ikut juga nggak?"
Dengan cepat Selena menggelengkan kepalanya, bukan karena tidak mau tapi uang jajannya juga masih cukup banyak kalau sekedar untuk jajan.
Walaupun papanya tidak pernah membeli kado untuknya, tapi uang bulanan Selena tidak pernah kurang. Jumlahnya memang tidak sebesar milik Mentari, tapi dengan kebutuhan Selena yang tidak banyak juga lebih dari cukup.
Selain itu Selena juga masih menerima uang dari nenek dan kakeknya. Mereka memberikan ATM khusus untuknya, jadi terkadang kakeknya mengirim uang secara diam-diam.
Sehabis pengumuman tadi pandangan para siswa yang sempat melihatnya, sekarang semua sudah kembali seperti semula. Mereka sudah tidak lagi perduli dengan kedatangan Selena, sekarang dia bisa sedikit bernafas lega karena terhindar dari tatapan mengintimidasi mereka.
Warung bakso yang dituju mereka ternyata masih sepi, mungkin saja banyak dari mereka yang belum beristirahat.
"Mang bakso dua sama es teh." Kalani langsung memesan setelah sampai di warungnya.