Hujan semalam turuss dngan derasnya. Tubuh lemah Dewi kuyub tersiram air hujan. Tenggelam dengan dinginnya. Namun dia masih menunggu di peron menunggu mobil pemuda itu lewat.
"Kamu ada di antara jantung dan hati ku..." bisiknya lirih seperti mendesis.
"Wajahmu memenuhi kelopak mataku. Nyaris tidak bisa melihat hal lain, bahkan jalan di depanku ini terasa penuh oleh bayangmu!"
"Aku menyadari sangat cinta padamu.Aku tergla-gila."
Dewi masih duduk termangu. Hatinya terus berbicara.
"Aku berjuang untuk menemukanmu!"
Dalam malam terus menanti. Tiba-tiba hatinya merasa berbisik untuk dirinya sendiri. hingga lelah mananti terasa olehnya juga.
"Seperti bertarung berabad-abad, namun disisa nafastidak dapat menemukanmu." ditengadahkannya ke langit meminta penguatan peryatannya.
"Aku tak menyangka jika akan kembali dengan tangan kosong!"
Suara hujan mengalahkan degup jantung Dewi yang makin lirih.
" Kamu bilang aku adalah bintangmu yang indah di langit. Kamu juga bilangaku adalah segalanya, seperti langit yang memayungi bumi. " terbata Dewi mengenang kekasih impiannya itu dalam deras hujan.
" Rupanya aku hanya sebagian kecil dari perjalananmu!" Dewi menengadah ke langit dan terisak.
"Rupanya aku baru sadar jika sebagai korban."
"Betapa malunya aku terlalu tinggi berharap. Apakah aku pemimpi di siang hari?" diusapnya mukanya.
Hanya luka tak berdarah, hanya tersayat tidak robek.
"Kau meninggalkan dengan kesengajaan.' serasa memungkas keadaan malam ini.
"Aku akan pulang sendiri, tanpa berharap lagi kehadiranmu. Seperti dulu lagi?" tanyanya dalam hati untuk diri sendiri.