Ratu Heo mengulurkan tangannya untuk menangkap daun yang baru saja lepas dari dahannya. Wanita yang mengenakan dangui berwarna merah tua tersebut sedang menikmati udara pagi di kolam teratai istana. Sesekali kepalanya yang berhias yongjam dan tiga buah hairpin bunga menengadah untuk memperhatikan daun – daun yang berguguran.
Joseon sudah memasuki musim gugur. Pohon – pohon yang berada di seluruh penjuru istana dedaunannya kini sudah menguning. Selain musim semi, Ratu Heo sangat menyukai musim gugur. Menurutnya, musim gugur adalah pertanda bahwa alam sedang berusaha membersihkan dirinya. Alam rela melepaskan beberapa bagian dari mereka agar ketika musim dingin menjelang, alam sepenuhnya telah membersihkan dosanya.
Ratu Heo yakin, pembersihan kesalahan pun sedang terjadi padanya. Setelah membawa masuk Hong Kyu Bok ke dalam istana dan menjadikan wanita itu sebagai salah satu selirnya, Ratu Heo terus mendapatkan kritikan dan protes sepanjang musim panas dari Ibu Suri Min. mertuanya itu sangat marah dengan tindakannya yang sudah jelas mengundang bahaya dari Ibu Suri Agung Park.
Seakan ingin membuat beban di hati Ratu Heo semakin berat, dua bulan setelah masuk istana, Hong Suk Ui berhasil hamil. Usia kandungannya saat ini telah memasuki usia dua bulan, dan membuat Ratu Heo kembali mendapat kemarahan Ibu Suri Min karena hal tersebut. terlebih, suaminya, Raja Uiyang memerintahkannya menaikkan status wanita itu menjadi selir tingkat empat senior—So Ui.
Ratu Heo memejamkan matanya. Wanita itu berusaha meredakan pergulatan batin yang terjadi di dalam hatinya. Ratu Heo tak menyangka keputusannya maju selangkah dengan kekuasaannya ternyata menjadi bumerang pada dirinya. Memang, Raja Uiyang menepati janjinya dengan tak melanjutkan perseteruannya dengan ayah Ratu Heo, Menteri Heo, di dalam pemerintahan. Tapi, Ratu Heo tak menyangka kini seakan ada jarak yang membentang lebar diantara dirinya dan Raja Uiyang. Ratu Heo kehilangan kepercayaan dirinya setelah sering memergoki betapa lembut dan penuh perhatiannya Raja Uiyang pada Hong So Ui.
"Jungjeon Mama, sudah saatnya Anda pergi melakukan salam pagi pada Daewang Daebi Mama dan Daebi Mama. Saya sudah menerima pesan jika keduanya telah menunggu Anda di Daebijeon."
Suara Dayang Choi berhasil membuat Ratu Heo kembali membuka matanya yang tadi tengah terpejam menikmati suasana kolam teratai di pagi hari. Helaan napas panjang terdengar dari Ratu Heo setelah Dayang Choi mengingatkan tentang kewajibannya setiap pagi.
"Baiklah. Ayo kita segera pergi ke Daebijeon, Dayang Choi," balas Ratu Heo seraya melangkah menjauhi jembatan kolam teratai tempat wanita itu menikmati waktu sendirinya.
~TQS~
"Bagaimana kesehatan kandunganmu, So Ui ? Kuharap Wonja—putra pertama Raja—
dalam kandungamu dalam keadaan baik – baik saja."
Ibu Suri Agung Park menyapa Hong So Ui yang baru saja tiba untuk bergabung dalam salam pagi hari ini. Sebuah senyuman tipis tersungging di wajah Kyu Bok mendengar Ibu Suri Agung Park yang begitu senang dengan kabar kehamilannya, meskipun usia kandungannya masih begitu muda. tapi, rasa senang yang tergambar di wajah Ibu Suri Agung Park dan Hong So Ui, jauh berbeda dengan ekspresi di wajah Ibu Suri Min dan Ratu Heo.
Ibu Suri Min bahkan tak berusaha menutupi kemarahannya saat mendengar Ibu Suri Agung Park begitu berani menyebut bayi dalam kandungan Kyu Bok dengan sebutan Wonja. Wajah Ibu Suri Min kini memerah karena menahan rasa kesal dan marah.
"Daewang Daebi Mama, Anda terlalu berlebihan dan terlalu cepat memutuskan jika bayi yang di kandung So Ui sebagai seorang wonja. Lagi pula, bayi yang berhak mendapatkan gelar wonja adalah bayi laki – laki dari seorang Ratu, Mama," tegur Ibu Suri Min dengan nada suara yang lembut meskipun ucapannya penuh dengan sindiran.
"Aku tahu terlalu cepat menyimpulkan jika bayi yang di kandung So Ui adalah seorang putra. Tapi, wanita tua ini tak bisa menunggu lama, Daebi. Aku sudah cukup tua menunggu lahirnya seorang wonja dari Jungjeon. Lagi pula, gelar Wonja bisa juga di dapatkan dari putra seorang selir, jika putra tersebut lahir sebagai putra pertama seorang raja, bukan begitu?"
Senyuman mengembang di wajah Ibu Suri Agung Park. Wanita tua itu jelas – jelas mengibarkan bendera perang pada Ibu Suri Min. Ibu Suri Agung Park bahkan begitu menikmati wajah masam milik Ibu Suri Min yang kemudian beralih pada Ratu Heo yang kini berusaha sibuk memandangi pantulan dirinya di dalam cawan tehnya.
"Tapi, saya rasa kurang tepat jika Anda begitu cepat memutuskan bahwa bayi dalam kandungan So Ui adalah seorang pangeran. Bukankah ada sebuah pepatah jika kita berharap terlalu tinggi maka rasa sakit akan kita dapatkan bila kenyataan tak sesuai harapan. Saya hanya ingin mengingatkan Daewang Daebi Mama agar tak mengalami hal seperti itu," ucap Ibu Suri Min seraya mengangkat cawan tehnya.
"Aku harus berterima kasih karena Daebi begitu memperhatikan wanita tua sepertiku. Ah, kudengar beberapa hari yang lalu Jungjeon baru saja menghabiskan malam bersama Jusang. Apa benar berita yang kudengar ini, Jungjeon?"
Ratu Heo mengangkat kepalanya yang sejak tadi tertunduk karena begitu asyik memperhatikan pantulan dirinya di permukaan teh miliknya. Mata hitamnya kini tepat memandang pada dua manik cokelat milik Ibu Suri Agung Park. Meskipun senyuman tersungging di wajah Ibu Suri Agung Park, Ratu Heo bisa menemukan tatapan penuh ejekan di manik cokelat milik Ibu Suri Agung Park. Ratu Heo bisa merasakan jika wanita tua tersebut sedang menertawakan dirinya jauh di lubuk hati.
"Berita tersebut benar, Mama. Saya baru saja mendapat malam penyempurnaan beberapa hari yang lalu."
Ibu Suri Agung Park mengangguk dan menuangkan teh ke dalam cawan miliknya. "Kalau begitu, kapan aku bisa mendengar berita kehamilanmu, Jungjeon? Bisakah aku mendapatkan berita itu dalam beberapa bulan ke depan? Karena aku sangat yakin Daebi pasti berusaha keras membantumu agar bisa mengandung seorang pewaris takhta. Bukan begitu, Daebi?"
Ibu Suri Min tersenyum tipis sebagai balasan atas ucapan Ibu Suri Agung Park padanya. Salah satu tangan Ibu Suri Min yang tersembunyi di bawah meja tengah mencengkram kuat daran chima yang dikenakannya. Hati Ibu Suri Min mendidih mendengar Ibu Suri Agung Park yang terus menyudutkan Ratu Heo atas ketidakmampuannya mengandung seorang pewaris takhta.
"Saya yakin Anda akan segera mendengar kabar baik tersebut dari saya, Mama. Mohon Anda tak khawatir. Saya mampu untuk mengandung dan melahirkan seorang pewaris takhta, Mama," ujar Ratu Heo dengan sebuah senyuman.
"Baiklah. Aku akan menunggu kabar tersebut darimu, Jungjeon. Sementara kau menunggu mendapatkan seorang pewaris takhta, kau tentu harus mengurus So Ui sebaik mungkin. Anggap saja ini sebagai latihan menjadi seorang ibu kelak."
"Saya akan mengingatnya di dalam hati, Daewang Daebi Mama."
"Tentu saja, kau harus berlatih, Jungjeon. Bagaimanapun juga jika kelak So Ui melahirkan seorang putra, tentu putra tersebut akan menjadi anakmu juga Jungjeon. Bukan begitu, Daewang Daebi Mama?"
Ucapan Ibu Suri Min tak pelak membuat wajah Ibu Suri Agung Park memucat. Wanita tua itu mengarahkan tatapan tajam pada Ibu Suri Min yang begitu tenang menyesap tehnya setelah berbicara seperti itu. Ucapan itu membuat Ibu Suri Agung Park sadar jika Ibu Suri Min tidak akan tinggal diam begitu saja jika sesuatu terjadi pada Ratu Heo.
Dengan sedikit gemetar, Ibu Suri Agung Park meraih cawan teh dan menyesapnya perlahan. Ibu Suri Agung Park berusaha meredakan kemarahan yang tengah menyulut di hatinya. Tampaknya, perang kekuasaan antara kedua Ibu Suri ini baru saja akan dimulai.
~TQS~
"Sesuai yang di katakan Daewang Daebi Mama padaku, aku akan mengurus dan menjagamu selama kehamilan ini. Jadi, setiap pagi aku akan memastikan jika kau meminum tonik penguat kehamilan ini setiap pagi di ruanganku."
Dayang Choi meletakkan tonik yang di maksud Sang Ratu di atas meja saji milik Hong So Ui. Cairan berwarna hijau pekat itu kini sudah berada tepat di depan Kyu Bok. Kyu Bok menatap cairan tersebut dengan tatapan tak suka dan penuh kewaspadaan. Kyu Bok mengangkat wajahnya dan dengan berani menatap tajam Ratu Heo tepat di matanya.
"Mohon maafkan kelancangan saya, Mama. Kenapa saya harus meminum tonik penguat ini di ruangan Anda? Kenapa Anda tak menyajikannya saat kita berada di Daebijeon, Mama?"
Mata Sang Ratu menangkap kecurigaan di manik milik Kyu Bok. Di dalam hati, Ratu Heo ingin sekali tertawa terbahak melihat kecurigaan tersebut. Meskipun Ratu Heo dalam posisi terpojok karena belum juga mengandung seorang pewaris takhta, tentu ia bukanlah wanita yang bodoh. Ratu Heo tak sebodoh itu untuk meracuni begitu saja bayi dalam kandungan Kyu Bok. Ratu Heo masih berniat mempertahankan takhtanya. Masih banyak hal yang ingin Ratu Heo lakukan untuk rakyat dengan takhta yang ia miliki sekarang.
"Apa kau berpikir aku hendak meracuni bayimu, So Ui?" tanya Ratu Heo sambil terkekeh geli tapi matanya kini berkilat tajam.
"Mohon maafkan saya jika pertanyaan saya tadi menyinggung Anda, Jungjeon Mama. Hanya saja, saya bertanya seperti ini untuk menghindari hal – hal seperti yang Anda sebutkan tadi. Bagaimana pun juga, jika bayi yang saya kandung ini memiliki kesempatan terlahir sebagai seorang Wonja. Bukan begitu, Mama?"
Raut wajah Ratu Heo kini terlihat dingin setelah mendengar balasan Kyu Bok padanya. Perlu Ratu Heo akui, Hong Kyu Bok adalah wanita paling sombong dan menyebalkan yang pernah ia temui selama hidupnya.
Ratu Heo bisa merasakan kesombongan dan keserakahan yang mengaliri nadi Kyu Bok. Ratu Heo sadar, Kyu Bok begitu jelas menginginkan singgasana yang ia duduki ini. Sebuah tawa sinis terdengar dari bibir Ratu Heo. Wanita di depannya ini bahkan tak ingin repot – repot menutupi ambisinya untuk menyingkirkan Ratu Heo dari takhta Ratu dan memanfaatkan sebaik mungkin kehamilannya ini.
"Aigoo So Ui kau terlalu percaya diri. Tidakkah kau mendengar ucapan Daebi Mama saat salam pagi tadi? Terlalu berharap tinggi akan membuatmu merasa sakit saat menyadari kenyataan tak sesuai harapanmu. Kau tak boleh terlalu percaya diri dengan kehamilanmu ini."
Kyu Bok tahu Ratu Heo sedang berusaha mengingatkannya tentang statusnya saat ini. Kyu Bok berusaha menahan rasa kesalnya atas ucapan Ratu Heo padanya. Ia tahu, ia terlalu cepat menilai jika kehamilannya adalah seorang putra, tapi kehamilan inilah yang membuat Kyu Bok bersemangat dan yakin jika impiannya sudah di depan mata.
Bukankah langit selalu memberi kemudahan pada orang yang ingin mendapatkan haknya? Lagi pula, singgasana yang di duduki Heo Jung Eun itu adalah miliknya. Bukankah itu artinya Heo Jung Eun telah mencuri hak Kyu Bok?
"Maafkan saya jika ucapan saya seolah memberi kesan terlalu percaya diri untuk Anda, Mama. Hanya saja, saya ingin memastikan bahwa segala makanan dan minuman yang saya dapatkan tidak akan membahayakan nyawa saya khususnya untuk kehamilan saya ini, Mama."
"Kau tak perlu cemas, So Ui. Tonik ini bukanlah tonik yang akan membahayakan kehamilanmu. Seperti yang Daewang Daebi Mama katakan, sebagai seorang pemimpin di harem istana, tentu aku harus merawat dan memperhatikanmu. Dalam aturan harem, semua anak Raja meskipun yang terlahir dari seorang selir, tetaplah menjadi tanggung jawab seorang Ratu untuk merawatnya. Jadi, jika anakmu kelak lahir sebagai seorang pangeran pertama, ia hanya akan bisa menjadi seorang pewaris takhta jika aku mengadopsinya. Tentu kau tak melupakan hal ini, bukan So Ui?"
Kyu Bok tak bisa menahan rasa kagetnya. Sejujurnya, Kyu Bok tak mengerti dengan ucapan Ibu Suri Min saat salam pagi tadi dilaksanakan. Dimana Ibu Suri Min mengatakan bahwa putranya akan menjadi putra Ratu Heo juga. kini, setelah mendapatkan penjelasan dari Sang Ratu, Kyu Bok tak bisa menahan kemarahannya. Tangannya yang tersembunyi di balik dangui kini mengepal kuat. Bagaimana mungkin anaknya harus menjadi anak Sang Ratu jika ingin diangkat sebagai seorang pewaris takhta ?
"Segera minum tonikmu, So Ui. Khasiatnya akan menguap jika kau membiarkan tonik tersebut dingin," ucap Ratu Heo dengan senyuman semanis madu tapi manik hitamnya berkilat tajam. Ratu Heo berusaha mengintimidasi Kyu Bok lewat tatapannya.
Kyu Bok mengangguk pelan. Perlahan, kedua tangannya meraih cawan berisi cairan hijau pekat tersebut. Di bawah tatapan tajam Ratu Heo, Hong Kyu Bok terpaksa meminum habis cairan tersebut. Lidahnya menolak saat merasakan rasa pahit yang begitu tajam dari tonik. Kyu Bok tak menyukai rasa tonik tersebut. Dahinya sedikit mengerut karena rasa pahit yang masih terasa di lidahnya.
Ratu Heo menikmati ekspresi Hong So Ui di hadapannya. tangan lentiknya kini meraih sebuah manisan kering yang juga tersaji di meja. Dengan senyuman semanis madu, Ratu Heo mengulurkan manisan kering tersebut pada Kyu Bok. Matanya memberi isyarat agar Kyu Bok menerima manisan darinya.
"Makanlah manisan ini agar rasa pahit di lidahmu berkurang, So Ui. Biarkan aku sebagai ibu dari bayimu untuk mengurus dan menjagamu."
Tak ingin dianggap tak memiliki tata krama atas kebaikan yang ditunjukkan Sang Ratu, Hong Kyu Bok terpaksa menerima suapan manisan kering tersebut. meskipun di dalam hatinya, Kyu Bok marah sekali dengan ucapan Ratu Heo yang mengatakan bahwa bayi dalam kandungannya adalah milik Ratu Heo juga.
~TQS~
Istana semakin menyesakkan dengan berita kehamilan Hong Suk Ui yang kini telah menjadi seorang So Ui, meskipun belum dapat dipastikan jika kehamilannya tersebut adalah seorang putra. Raja Uiyang terus menekanku agar menaikkan status selir kesayangannya tersebut menjadi seorang So Ui.
Di tengah rasa sesak yang kurasakan, setidaknya aku bisa bernapas sedikit lega karena ayahku dan Raja Uiyang tak lagi berseteru. Raja Uiyang menepati janjinya seiring pengangkatan Kyu Bok sebagai seorang selir. Setidaknya dengan pion bernama Kyu Bok yang kupakai bisa meredakan ketegangan diantara suamiku dan ayahku.
Tapi, aku sadar bahaya sedang mengintaiku. Bahaya datang dari istana belakang. Aku dapat memahami jika Ibu Suri Agung Yeongmi dari klan Park berusaha begitu keras untuk menyingkirkanku dari takhta. Semua begitu jelas tersirat dari pemilihan katanya yang terus memojokkanku dan begitu menyanjung Hong So Ui yang tengah hamil. Aku tidak bodoh.
Awalnya, aku sudah kehilangan harapan. Harapan jika aku bisa mempertahankan takhta demi keselamatan keluargaku yang kini lebih agresif bermain politik. Satu – satunya pijakan keselamatan mereka adalah diriku. Dan satu – satunya jalan memastikan keselamatan mereka adalah aku harus mempertahankan takhta. Dan, ucapan Ibu Suri Hyoyeon dari klan Min memberikan jawaban atas keraguanku.
Bukankah semua anak selir juga anak dari seorang ratu? Jikapun kelak yang terlahir adalah seorang putra, putra So Ui itu tak bisa begitu saja menjadi seorang pewaris takhta. Satu – satunya cara agar jika kelak kelahirannya sebagai wonja bisa menjadi pewaris takhta adalah aku yang harus mengadopsi bayi tersebut. Terdengar jahat? tapi inilah istana. Jika aku tak ditakdirkan memiliki putraku sendiri, aku bisa meminjam rahim milik So Ui, bukan?
~TQS~