Sebelum aku masuk istana, aku memiliki seorang sahabat. Sahabatku bernama Han Nam Il. Ia adalah putra tunggal dari Menteri Perpajakan saat itu. Han Nam Il sangat cerdas. Sebelum masuk istana ia mengajarkanku berbagai macam hal. Ia mengajariku melukis juga banyak hal lainnya. Jika saja saat itu aku tak terpilih menjadi wangsejabin, tentu aku akan meminta ibuku untuk menjodohkanku dengan Nam Il orabeoni.
Nam Il adalah pemuda yang tampan juga cerdas. Nam Il tak menaruh minat mengikuti jejak ayahnya sebagai pejabat pemerintahan.
Tapi, aku sedikit terkejut saat tak sengaja bertemu dengannya di istana. Han Nam Il, pemuda yang selama ini aku kenal sebagai pemuda yang tak bisa diam, kini terlihat gagah dengan mengenakan jubah pejabat junior kerajaan. Aku benar – benar terkejut.
Aku bersyukur Joseon memiliki seorang abdi setia seperti Han Nam Il. Han Nam Il tepat seperti yang diharapkan oleh jeonha. Nam Il bekerja sangat giat dan membantu suamiku, Raja Uiyang, memecahkan beberapa masalah sulit yang terjadi di pemerintahan. Bisa kupastikan, di masa yang akan datang, Han Nam Il akan menjadi Perdana Menteri yang hebat. Aku berharap, abdi setia seperti dirinya bisa membantu calon putraku kelak di masa depan.
Hong Kyu Bok, itulah nama gadis tersebut. Gadis yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Ibu Suri Agung Park. Aku mendengar cerita dari beberapa dayang istana mengenai gadis ini. sejak kecil, Kyu Bok sering sekali masuk istana bersama kedua orangtuanya untuk mengunjungi Ibu Suri Agung Park. Karena seringnya ia masuk istana, Kyu Bok mengenal suamiku—Raja Uiyang—yang kala itu masih menjadi seorang pangeran hingga akhirnya menjadi seorang wangseja—Putra Mahkota.
Tidak banyak hal yang bisa kudapatkan dengan bertanya pada dayang istana mengenai gadis bernama Kyu Bok. Sampai suatu hari, aku mengetahui dengan pasti siapa sebenarnya gadis itu. gadis itu adalah gadis yang selama ini memiliki tempat di hati suamiku. Hong Kyu Bok, adalah gadis yang di cintai suamiku.
~TQS~
Langit malam terlihat sangat terang. Bulan bertakhta di langit malam dengan indahnya. Sinar perak berpendar mengusir kegelapan malam. Tampak di salah satu beranda rumah bangsawan, seorang pemuda tengah mengagumi keindahan bulan.
Manik cokelat pemuda itu menatap sendu Sang Bulan yang sama sekali tak merasa sedang diperhatikan. Seulas senyuman tersungging di wajah pemuda tersebut.
"Setiap malam langit Joseon selalu terlihat indah. Apa semua itu karena kau yang kini menjadi Sang Bulan Joseon ?" gumam pemuda itu dengan tatapan tak lepas pada bulan.
~TQS~
"Jungjeon Mama sangat cekatan dalam mengurus dan mengawasi naemyeongbu."
Topik pembicaraan yang diucapkan Nyonya Jo pada sarapan pagi ini membuat suasana ruang berkumpul keluarga Han terasa sunyi. Nyonya Jo, yang tak menyadari perbedaan suasana itu terus melanjutkan topik yang ingin ia bahas pagi ini.
"Aku bertemu Jungjeon Mama beberapa hari yang lalu saat memenuhi undangan minum teh. Aigoo sesange kemewahan memang bisa mengubah siapapun menjadi berbeda dalam sekejap. Aku tak menyangka uri-Jungjeon Mama yang sekarang adalah anak yang kemarin sore sering bermain di halaman rumahku. Rasanya aku tak ingin mempercayainya."
Nyonya Jo masih sibuk menceritakan kejadian saat ia bertemu dengan Ratu Heo. Wanita bangsawan itu terlihat sangat mengagumi Sang Ratu muda. Semua terlihat dari puja – puji yang dilontarkannya.
"Gerakan tubuhnya terlihat sangat anggun. Terlebih ia terlihat semakin cantik saat mengenakan dangui kerajaan. Rasanya, ia seperti ditakdirkan untuk menjadi seorang ratu," Nyonya Jo meletakkan sumpitnya dan meneguk cawan berisi air putih.
Menteri Han yang sejak tadi hanya diam kini mengarahkan tatapan tajam pada istrinya. Lelaki yang menjabat sebagai menteri perpajakan itu terlihat kurang suka dengan sikap istrinya yang sangat menyanjung Ratu Heo.
"Buin, bisakah kau berhenti menceritakan tentang Jungjeon Mama?" tanya Menteri Han dengan mata yang mendelik kesal.
Nyonya Jo mengernyitkan dahinya. Perhatiannya tertuju sepenuhnya pada Sang suami. "Apa ada yang salah? Apa ada hukum yang melarang kita untuk membicarakan kecantikan Jungjeon Mama di rumah kita sendiri, oh? Aku hanya mengatakan apa yang kupikirkan saat bertemu dengan ratu muda itu, Seobangnim."
"Tidak ada hukum yang mengatur semua itu. Hanya saja aku merasa masih kesal dengan sikap keluarganya yang lebih memilih mengirim putri mereka sebagai calon ratu dibandingkan menerima perjodohan yang kita ajukan. Mengingat itu rasanya kemarahan masih terus menguasai hatiku," balas Menteri Han dengan nada suara jengkel.
"Aigoo, jika mereka menolak perjodohan yang kita lakukan antara keluarganya dengan Nam Il-ku, bukan berarti putra kita seseorang yang tidak berharga, Seobangnim. Sudahlah, lupakan masa lalu. Setidaknya, aku bisa memilih gadis bangsawan lain yang lebih sepadan dengan Nam Il kita. bukan begitu, putraku?"
Nyonya Jo menolehkan wajahnya pada Han Nam Il yang sejak tadi hanya diam sambil berusaha mencerna sarapan paginya. Senyuman di wajah Nyonya Jo menghilang saat melihat Nam Il yang tak juga memberikan respon atas pertanyaannya. Wanita bangsawan itu menghela napas panjang sebelum akhirnya meraih sumpitnya dan kembali menyelesaikan sarapannya.
"Tapi, tidakkah kalian tahu jika saat ini, keluarga Heo tengah terpojokkan di istana?"
Topik baru yang di buka oleh Menteri Han sukses membuat perhatian Nam Il teralihkan. Pemuda itu kini mengangkat wajahnya dan menatap ayahnya dengan tatapan bingung. Manik matanya memancarkan penjelasan dari Menteri Han.
"Apa maksudmu, Seobangnim? Aku tak mendengar rumor apapun mengenai keluarga Heo," balas Nyonya Jo.
"Para menteri sedang mengeluh karena ratu muda itu belum juga melahirkan keturunan. Itu sebabnya, aku dan para menteri lain sedang mengajukan permohonan agar wanita angkuh itu mau mengambil seorang selir," jelas Menteri Han dengan seringai puas yang menghiasi wajahnya.
Nam Il terpaku mendengar penjelasan yang diberikan ayahnya. Salah satu tangan Nam Il yang berada di bawah meja mengepal kuat setelah melihat seringai puas muncul di wajah ayahnya. Nam Il tahu, ia harus melakukan sesuatu untuk Jung Eun atau ayahnya akan melukai wanita yang ia cintai tersebut. Satu – satunya cara agar Nam Il bisa memastikan kondisi Jung Eun selamat adalah....
"Abeoji, apa tawaran mengenai pekerjaan di biro kepegawaian istana, masih berlaku?"
Pertanyaan dari Nam Il sukses membuat topik pembicaraan beralih. Perhatian Menteri Han dan Nyonya Jo kini sepenuhnya tertuju pada putra semata wayang mereka. Tapi, rasa terkejut itu tak berlangsung lama. Detik berikutnya, suara tawa Menteri Han terdengar di ruangan.
"Tentu saja. Akhirnya kau berpikir jernih juga, putraku. Sudah seharusnya kau bekerja untuk negara dengan bakat mengagumkan yang kau miliki," jelas Menteri Han sambil menepuk bahu putranya dengan penuh rasa bangga.
~TQS~
Sebuah perahu yang baru saja kembali dari Qing telah merapat di pelabuhan. Satu persatu para penumpang turun dari kapal tersebut. Di bantu pelayannya, seorang gadis turun dari kapal tersebut. Senyuman yang tersungging membuat wajah cantiknya terlihat semakin bersinar. Gadis itu tak berhenti memamerkan senyuman. Gadis itu terlalu bahagia karena akhirnya bisa kembali ke tanah kelahirannya.
"Aigoo! Kyu Bok-a!"
Seruan seorang wanita bangsawan membuat perhatian gadis itu teralihkan. Sesaat, gadis itu mencari sumber suara. Manik matanya berhenti mencari setelah menemukan sosok wanita yang telah melahirkannya ke dunia. Seraya mengangkat chima yang ia kenakan, gadis itu berlari menuju wanita bangsawan yang berdiri satu meter darinya.
"Aigoo, putriku sudah tumbuh menjadi bunga yang cantik."
Nyonya Park menangkup kedua pipi putri kesayangannya dengan penuh rasa rindu. Tangan wanita itu kemudian bergerak untuk memeluk putrinya yang telah kembali dari Qing. Rasa bahagia begitu membuncah di hati ibu-anak tersebut.
"Kau terlihat sangat baik setelah menghabiskan waktu di Qing, Kyu Bok-a."
Hong Kyu Bok melepaskan pelukan ibunya. Senyum tak memudar sedikitpun dari romannya. Gadis itu dengan anggun menundukkan kepalanya untuk memberi hormat pada sang ayah—Menteri Hong.
"Aku berharap Abeoji dan Eomeoni sehat selalu. Maafkan aku yang terlambat memberi salam pada kalian berdua."
Menteri Hong terkekeh melihat tingkah putrinya. Pria itu bergerak dan memeluk putri kesayangannya. "Aku selalu memikirkan apa kau hidup dengan baik selama berada di Qing, Kyu Bok-a."
Kyu Bok membalas pelukan ayahnya. Gadis itu mengangguk pelan. "Aku hidup dengan sangat baik selama di Qing. Semua ini tidak terlepas dari perhatian Abeoji dan Eomeoni padaku."
Menteri Hong melepas pelukannya dan memperlihatkan senyuman pada Kyu Bok. "Sudah terlalu lama kau pergi dari Hanyang. Kau harus membayar penghormatan pada Daewang Daebi Mama. Aku yakin ia pasti senang mengetahui kau telah pulang."
Kyu Bok tersenyum dan menganggukkan kepalanya. segera saja, keluarga kecil itu melangkah meninggalkan dermaga. Mereka semua kini bergerak menuju istana untuk segera bertemu Ibu Suri Agung Park.
~TQS~
"Kau tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik, Kyu Bok-a. Tapi, kenapa kau baru kembali sekarang? Kenapa kau pergi begitu lama dari Hanyang?"
Ibu Suri Agung Park kini menatap lekat wajah gadis cantik yang ada di depannya. Rasa sesal kini menguasai hati wanita tua tersebut. jika saja Hong Kyu Bok pulang lebih cepat dari Qing, tentu Ibu Suri Agung Park akan memilih gadis ini sebagai calon Ratu Joseon.
Kyu Bok tersenyum sopan. Gadis itu menundukkan sedikit kepalanya. Perilakunya sangat mencerminkan etika seorang gadis bangsawan. Begitu anggun, sopan, dan penuh kelembutan. Karakteristik yang sangat tepat menjadi seorang wanita istana.
"Mohon maafkan saya karena baru kembali sekarang, Mama. Karena ingin mempelajari beberapa hal lebih mendalam, guru memintaku tinggal sedikit lama. Maaf sudah membuat Anda menunggu lama, Daewang Daebi Mama."
"Jika saja kau kembali lebih cepat, aku bisa pastikan bahwa kau akan menjadi Ratu Joseon sekarang, Kyu Bok-a," gumam Ibu Suri Agung Park sambil menuangkan teh pada cawan miliknya.
"Hanya saja, kini takhta tersebut telah terisi. Aku sangat menyesal tidak bisa memenuhi janji padamu, Kyu Bok-a," lanjut Ibu Suri Agung Park yang kini meletakkan poci teh dan menumpukan perhatiannya pada Hong Kyu Bok yang kini diam mematung.
Hong Kyu Bok menundukkan kepalanya semakin dalam. Gadis itu memang sempat memasang ekspresi kaget setelah mendengar ucapan Ibu Suri Agung Park padanya. Tapi, Kyu Bok dengan cepat memasang ekspresi datar di wajahnya. Gadis itu kini menyunggingkan senyum meski di dalam hatinya, Kyu Bok merasa marah. Marah karena impiannya telah pupus.
~TQS~
"Aku tak perlu ditemani. Aku sangat mengenal istana ini karena ini adalah rumah keduaku. Aku menghabiskan banyak waktu berada di istana. jadi, kau bisa kembali pada tugasmu di kediaman Daewang Daebi Mama."
Hong Kyu Bok memberikan perintah pada seorang dayang muda yang diperintahkan menemaninya. Hong Kyu Bok memang tidak langsung pulang setelah membayar salam atas kepulangannya ke Joseon pada Ibu Suri Agung Park. Gadis itu diminta berjalan – jalan di istana sementara kedua orangtuanya dan Ibu Suri Agung Park membicarakan sesuatu.
Entah apa yang dibicarakan para orang tua tersebut. Kyu Bok tak ambil pusing. Satu – satunya hal yang kini sedang memenuhi pemikiran Kyu Bok adalah ia marah karena seseorang telah merampas impiannya. Impian yang sejak dulu telah diyakini Kyu Bok bahwa ia akan menjadi wanita paling dihormati di Joseon.
Setelah ditinggal sendiri, Kyu Bok melangkah mendekati danau istana. gadis itu mendudukkan dirinya di salah satu bangku kayu yang terdapat di sisi danau. Mata hitamnya menatap nyalang pada danau istana. kedua tangannya mengepal kuat di sisi tubuhnya. Kyu Bok benar – benar marah pada wanita yang telah merebut impiannya.
"Kyu Bok-a!"
Sebuah panggilan membuat Kyu Bok tersentak dari pikirannya. Kyu Bok menoleh dan menemukan seorang lelaki berjubah merah tengah menatapnya dengan tatapan tak percaya. Kyu Bok tertegun saat menyadari sosok lelaki berjubah merah yang tengah menatapnya. Sadar siapa yang sedang menatap dirinya, Kyu Bok kini menyunggingkan senyuman terbaiknya dan memberi salam hormat.
"Lama tak berjumpa, Jeonha."
Detik itu juga, Raja Uiyang berlari menyongsong Kyu Bok. Tak peduli dengan omelan Kasim Han yang memperingatkannya untuk tidak berlari, Raja Uiyang terus berlari ke arah Kyu Bok. Begitu sampai di depan perempuan yang selama ini hadir di setiap mimpinya, Raja Uiyang tersenyum cerah dan memeluk Hong Kyu Bok dengan sangat erat.
"Aku sangat merindukanmu," ujar Raja Uiyang.
Tanpa Raja Uiyang ataupun Hong Kyu Bok sadari, ada sepasang manik hitam yang melihat pertemuan mereka. Manik hitam yang kini memancarkan tatapan terluka karena pertemuan keduanya. Perlahan, tangan seseorang yang sejak tadi berada di balik dangui yang ia kenakan, kini merayap dan memegangi dadanya yang terasa sesak dan perih.
~TQS~