"Aku tak bisa menunggu lebih lama dari ini, Jungjeon. Kau pasti paham apa yang kumaksud dalam pembicaraan ini."
Ibu Suri Agung Park menutup buku yang sedari tadi sedang dibacanya. Perhatiannya kini sepenuhnya tertuju pada Ratu Heo yang duduk di depannya dengan kepala menunduk. Sejenak, mata tua Ibu Suri Agung Park menatap lekat wajah wanita muda di depannya.
Ibu Suri Agung Park akui, Ratu Heo memiliki fitur wajah yang lembut. Cerdas, anggun, dan mendapatkan pendidikan etika yang baik. Semua hal itu dimiliki Heo Jung Eun, yang membuat wanita muda itu sebenarnya lebih dari pantas menduduki singgasana seorang Ratu Joseon. Hanya saja, ada sesuatu yang mengganjal di hati Ibu Suri Agung Park mengenai Heo Jung Eun. Sebuah fakta bahwa wanita muda yang duduk di takhtanya itu bukanlah seseorang yang mutlak ia inginkan.
"Tepatnya kapan kau akan memberikan keturunan bagi negeri ini, Jungjeon? Berapa lama lagi aku dan negeri ini harus menunggu lahirnya seorang Wonja—pangeran pertama—
darimu?"
Nada suara Ibu Suri Agung Park terdengar begitu dingin dan sinis, membuat Ratu Heo sedikit terkejut. Perlahan, Ratu Heo mengangkat wajahnya dan menemukan mata tua Ibu Suri Agung Park memberikan tatapan tajam padanya.
"D-Daewang Daebi Mama, saya sadar masih memiliki kekurangan sebagai ratu negara ini. Tapi, saya yakin bisa memberikan keturunan pada negara ini. mohon Anda tak khawatir lagi, Mama."
Ibu Suri Agung Park mendecakkan lidahnya. Wanita tua itu tak puas dengan jawaban yang diberikan Ratu Heo padanya. Matanya kembali menyorot dingin pada Ratu Heo.
"Aku tak bisa menunggu lebih lama lagi. Kusarankan kau kembali mengangkat seorang selir, Jungjeon. Seharusnya kau sadar bukan? Selama ini Jusang memang tak pernah melirikmu sebagai wanitanya," balas Ibu Suri Agung Park dengan nada pedas. Tangan tuanya meraih cawan teh berisi teh bunga lotus. Raut wajahnya begitu tenang seakan tak menganggap bahwa ucapannya baru saja melukai hati Ratu Heo.
"Mama, apa yang Anda katakan sedikit keterlaluan. Mengandung seorang pewaris takhta bukanlah sesuatu yang dapat kita perhitungkan. Jungjeon masih begitu muda. aku yakin, Jungjeon bisa melaksanakan tugasnya dengan baik. Lagipula, selama ini Jungjeon pun tak berdiam diri. Saya rasa jumlah selir yang di angkat sudah lebih dari cukup, Mama. "
Ibu Suri Min yang sejak tadi hanya diam kini mulai angkat bicara. Wanita istana itu merasa ucapan Ibu Suri Agung Park sudah keterlaluan. Matanya kini memberikan sorot tajam pada Ibu Suri Agung Park. Ibu Suri Min tak peduli jika tindakannya bisa saja dianggap lancang oleh wanita tua itu.
"Lalu, bisakah kau memberikanku jawaban pasti kapan tepatnya Jungjeon akan mengandung seorang pewaris takhta, Daebi?"
Ibu Suri Agung Park menatap Ibu Suri Min dengan tatapan yang tak kalah tajam. Sudut bibir Ibu Suri Agung Park terangkat membentuk senyuman sinis. Siapapun di istana tahu, jika kedua Ibu Suri ini selalu terlibat perang dingin. Tidak pernah sekalipun dalam setiap pertemuan, keduanya tak pernah melewatkannya untuk tak berdebat. Keduanya adalah wanita istana yang sangat berambisi. Bertarung memperlihatkan siapa yang memiliki kekuasaan paling besar di dalam istana.
Seulas senyuman tersungging di wajah Ibu Suri Min. Matanya memperlihatkan kesungguhannya. Ibu Suri Min memberikan tatapan menantang pada Ibu Suri Agung Park. Wanita itu tak gentar meskipun wanita tua dihadapannya adalah anggota paling senior dalam keluarga kerajaan. Ibu Suri Min tak segan untuk menunjukkan taringnya jika ia rasa perlu.
"Anda tak perlu cemas, Mama. Saya sudah mendapatkan beberapa hari baik untuk Jusang dan Jungjeon. Saya yakin, keinginan Anda sebentar lagi akan terpenuhi," balasnya diiringi senyuman paling manis.
Senyuman di wajah Ibu Suri Agung Park pudar seiring mendengar jawaban yang diberikan Ibu Suri Min padanya. Tangannya kembali meraih poci berisi teh lotus dan menuangkannya pada cawan teh miliknya. Ibu Suri Agung Park meminum tehnya sedikit terburu – buru. Kentara sekali jika wanita tua itu tak senang dengan balasan yang diberikan Ibu Suri Min untuknya.
"Kalian bisa pergi dari ruanganku. Matahari sudah mulai tampak di langit. Pergilah, aku yakin kalian berdua pasti memiliki kegiatan lain. Terutama kau, Jungjeon. Para dayang menunggu perintah darimu hari ini."
~TQS~
"Dasar wanita tua. Dia pikir aku tak tahu alasan dia tiba – tiba menyuruhmu mengangkat selir."
Ibu Suri Min menumpahkan rasa kesalnya begitu ia dan Ratu Heo melangkah keluar dari area kediaman Ibu Suri Agung Park. Ekspresi kesal tergambar begitu jelas di wajah Ibu Suri Min. Salam pagi hari ini rupanya sudah membuat buruk suasana hati Ibu Suri Min.
Ratu Heo yang melangkah disebelahnya terdiam mendengar gerutuan Ibu Suri Min mengenai permohonan Ibu Suri Agung Park padanya. Bukan hal yang baru bagi Ratu Heo mendengar perdebatan dingin diantara kedua tetua istana tersebut. Ratu Heo sudah sering melihat kedua wanita tua itu melakukan perang dingin. Meskipun begitu, baru kali ini Ratu Heo masuk dalam topik perdebatan mereka.
"Aku yakin sekali. Wanita tua itu sedang mencari cara mengambil alih kekuasaan dalam istana. Apa dia pikir aku diam begitu saja? Hah! Tidak akan kubiarkan wanita tua itu kembali berkuasa."
Ibu Suri Min masih terus mengeluarkan gerutuannya. Sementara Ratu Heo masih diam mendengarkan tanpa memberikan komentar apapun pada ibu mertuanya. jauh di dalam hatinya, Ratu Heo sadar bahwa apa yang dikatakan Ibu Suri Agung Park padanya memang benar. Meskipun Raja Uiyang menjanjikan bahwa ia boleh menduduki takhta sebagai Ratu Joseon, tapi pria itu tak mengatakan bahwa Ratu Heo boleh berada di hatinya.
Seketika ucapan itu kembali menyadarkan Ratu Heo pada kenyataan. Kenyataan bahwa sudah beberapa minggu ini, Raja Uiyang tak pernah sekalipun mengunjungi kediamannya. Raja Uiyang tak lagi datang bermalam ataupun sekadar minum teh bersama dengannya. Semua ini terjadi, tepat setelah beberapa minggu yang lalu, Ratu Heo memergoki suaminya tengah memeluk seorang gadis cantik. Gadis yang Ratu Heo sadari sebagai pemilik hati suaminya, Hong Kyu Bok. Gadis itu telah kembali.
"Ingatlah pesanku ini, Jungjeon. mulai dari sekarang, kau harus berhati – hati dalam mengambil tindakan. Terlebih, aku mendapatkan kabar bahwa gadis kesayangan Daewang Daebi Mama, Hong Kyu Bok sudah kembali ke Joseon. tidak ada seorangpun yang tahu, apa yang sedang dipikirkan wanita tua itu. Tapi, aku yakin, wanita tua di belakang itu pasti merencanakan sesuatu. Apa kau mengerti, Jungjeon?"
Ratu Heo menolehkan wajahnya pada Ibu Suri Min. Kepala wanita yang berhias yongjam dan tiga buah dwikkoji bunga itu mengangguk. Tak lupa, Ratu Heo juga menyunggingkan senyum tipis pada ibu mertuanya.
"Ye, Eomma Mama. Saya akan mengingat pesan Anda dalam hati."
Tepat setelah Ratu Heo menjawab, seorang lelaki berjubah hijau giok melangkah mendekati Ratu Heo dan Ibu Suri Min. Ratu Heo mengalihkan perhatiannya dan menemukan Kasim Han kini tengah membungkuk hormat dihadapannya dan Ibu Suri Min.
Sebelah alis Ratu Heo terangkat. Wanita muda itu sedikit heran mendapati kasim yang melayani suaminya berada di depannya. Meskipun merasa heran dengan kehadiran Kasim Han di dekatnya, Ratu Heo berharap bahwa Kasim Han membawa pesan dari Raja Uiyang untuknya.
"Daebi Mama, Jungjeon Mama, mohon maaf hamba mengganggu waktu Anda. Hamba datang untuk menyampaikan pesan dari Jeonha untuk Anda, Jungjeon Mama."
"Silakan katakan Kasim Han," perintah Ratu Heo.
"Mama, Jeonha meminta Anda segera menghadap di kediamannya."
Mendengar pesan yang diberikan Kasim Han pada Ratu Heo, membuat Ibu Suri Min tersenyum lebar. Ibu Suri Min tak bisa menampik jika ia sangat berharap keharmonisan hubungan antara putranya dan ratu pilihannya. Setidaknya dengan begitu, Ibu Suri Min bisa memperlihatkan pada wanita tua di istana belakang, bahwa putranya, Raja Uiyang tidak memerlukan lagi selir untuk mendapatkan pewaris takhta. Ibu Suri Min sangat yakin pewaris takhta akan lahir dari wanita muda yang menjadi ratu pilihannya.
"Bergegaslah menemui jusang, Jungjeon. Kau tak boleh membuat Jusang menunggu. Kau tak perlu cemas, akan kupastikan kau dan Jusang akan segera mendapatkan hari baik. Dengan begitu, kau tak perlu lagi mengkhawatirkan ucapan dari wanita tua di istana belakang tersebut."
Ibu Suri Min menepuk pelan bahu Ratu Heo. tepat setelah berkata seperti itu, Ibu Suri Min melangkah pergi lebih dulu. Meninggalkan Ratu Heo dan Kasim Han yang kini melepas kepergiannya sambil membungkuk hormat. Tak lama setelah Ibu Suri Min pergi, Ratu Heo tak membuang waktu untuk segera menuju istana utama.
~MoQS~
Raja Uiyang tak sedikitpun mengalihkan perhatiannya dari dokumen negara yang sedang dibacanya. Pria berjubah merah itu seakan tak peduli dengan kedatangan Ratu Heo di kediamannya. Bahkan, Raja Uiyang tak memberikan respon saat Ratu Heo memberi salam hormat sebelum akhirnya duduk di depannya.
Sikap dingin yang diperlihatkan Raja Uiyang padanya membuat Ratu Heo merasa sakit. Wanita muda itu tak menyangka jika ia akan kembali mendapatkan perlakuan dingin dari suaminya. meskipun hatinya terasa sakit, Ratu Heo tetap mempertahankan senyuman di wajahnya.
"Jeonha, kudengar Anda memanggilku kemari."
Ratu Heo mulai membuka suara karena Raja Uiyang tak kunjung memperhatikan dirinya.
Raja Uiyang menghela napas sebelum akhirnya meletakkan gulungan dokumen yang sedang dibacanya ke atas meja. Sedikit malas, Raja Uiyang kini mengangkat wajahnya dan memfokuskan perhatiannya pada wanita muda yang duduk tepat di hadapannya. mata hitam itu memperlihatkan sorot dingin pada Ratu Heo.
"Ada hal yang ingin kubicarakan denganmu, Jungjeon."
"Hal apa yang ingin Anda bicarakan denganku, Jeonha? Silakan Anda katakan."
Raja Uiyang membenahi posisi duduknya sejenak sebelum melanjutkan ucapannya. Mata hitamnya memberikan tatapan tajam nan dingin pada wajah Ratu Heo. Seulas seringai kini terbentuk di sudut bibirnya. Entah kenapa, Ratu Heo menggigil takut melihat seringai muncul di wajah tampan Raja Uiyang.
"Apa kau ingat jika aku pernah mengatakan padamu kalau aku akan membiarkanmu menduduki singgasana ratu dan membuatmu menjadi ibu dari raja selanjutnya?"
Hati Ratu Heo entah kenapa merasa tak nyaman mendengar hal tersebut diungkit kembali oleh Raja Uiyang. Tapi, meskipun Ratu Heo merasakan sesuatu yang tak nyaman dengan topik pembicaraan tersebut, Ratu Heo mengangkat wajahnya dan menganggukkan kepalanya. Ratu Heo tentu ingat betul ucapan tersebut. hari itu tentu saja tidak akan pernah dilupakan Sang Ratu, karna pada akhirnya Sang Raja akan memperlakukannya sebagaimana mestinya.
"Ye, Jeonha. Tentu aku ingat."
Raja Uiyang terkekeh. Perhatiannya kembali tertuju pada wajah cantik Ratu Heo. Seringai terbit kembali di wajah tampannya.
"Perlu kau ketahui, Jungjeon. aku tidak pernah menjanjikan sesuatu begitu saja. Tentu ada harga yang harus kau bayar dari janji tersebut."
Ratu Heo tersentak. Mata cokelatnya terbelalak mendengar penuturan suaminya. segores luka kembali menghiasi hati Ratu Heo hari ini. Tangannya yang tersembunyi di balik dangui sedikit bergetar.
"J-jeonha, apa maksud dari ucapan Anda tersebut?" Ratu Heo tersenyum pahit.
Raja Uiyang memajukan wajahnya lebih dekat. kepalanya sedikit miring ke kiri agar ia bisa memperhatikan dengan lekat setiap detail lekuk di wajah cantik Ratu Heo.
"Aku akan tetap membiarkanmu menduduki singgasana ratu dan ibu calon raja kelak. Tapi, aku ingin kau mengangkat seorang perempuan menjadi selir baru untukku."
Cengkraman Ratu Heo pada daran chima—rok tradisional— yang ia kenakan semakin mengerat seiring dengan rasa perih yang ia rasakan di hatinya. Ratu Heo mempertahankan tatapannya yang tertuju pada suaminya. kedua manik milik Sang Ratu kini memperlihatkan kemarahannya.
"Jeonha, jumlah selir yang kuangkat sudah lebih dari cukup jika untuk mencari pewaris takhta. Kenapa Anda memintaku mengangkat seorang selir lagi? Tidakkah Anda khawatir dengan rumor yang kelak tersebar jika aku mengangkat selir lagi?"
Ratu Heo mempertahankan nada tegas pada suaranya. Wanita muda itu tak ingin ketakutannya mengenai Hong Kyu Bok terjadi. Ratu Heo bukan cemburu pada perempuan tersebut. Ratu Heo hanya tak ingin membuat hatinya semakin terluka melihat Hong Kyu Bok dan Raja Uiyang menghabiskan waktu bersama di depannya, jika kelak ia diangkat menjadi selir. Ratu Heo tak ingin menghancurkan hatinya lebih dari ini.
"Aku tak mau mendengar penolakan, Jungjeon."
Detik itu juga, Ratu Heo tahu bahwa ketakutan terbesarnya akan segera terwujud. Ketakuan jika hatinya akan terluka semakin dalam akan terjadi. Ratu Heo menyunggingkan senyumannya sekalipun hatinya terasa sakit luar biasa atas ucapan Raja Uiyang.
~TQS~
Siapapun di istana tahu jika kedua ibu suri—Ibu Suri Agung Yeongmi dari klan Park dan Ibu Suri Hyoyeon dari klan Min—sering bersitegang. Keduanya sering sekali berdebat dan juga berperang dingin dalam berbagai hal. Keduanya seakan berlomba memperlihatkan taring kekuasaan yang masih mereka miliki. Tapi, aku tak menyangka jika hari ini aku akan terlibat pada perdebatan kedua ibu suri tersebut.
Perdebatan yang sering terjadi diantara kedua Ibu Suri seringkali membuatku merasa tertekan. Mereka menuntutku menjadi seseorang yang sempurna. Memastikan tugasku sebagai seorang ratu sesuai dengan keinginan mereka. Seperti hari ini, keinginan Ibu Suri Agung Yeongmi untuk segera mendapatkan seorang pewaris takhta. Ia kembali menekanku dan menginginkan aku mengangkat seorang selir lagi.
Seakan luka yang kudapat hari ini tak cukup, setelah sekian minggu tak mengunjungiku, Raja Uiyang memintaku menghadap. Perasaan resah kurasakan seiring langkahku menuju istana utama. Setelah sekian minggu Raja Uiyang kembali bersikap dingin padaku, ia memintaku menghadapnya secara tak terduga. Raja Uiyang menginginkanku mengangkat perempuan itu menjadi selir barunya.
~TQS~