Chereads / THE QUEEN SEOHYEONG / Chapter 3 - Page 2 : Ibu, tolong maafkan aku

Chapter 3 - Page 2 : Ibu, tolong maafkan aku

Hari itu adalah hari ketiga di musim gugur. Tepat selesainya masa berkabung dari mendiang Raja Gwangjong selesai. Hari itu aku diperkenankan kembali mengenakan dangui berwarna setelah sebelumnya selalu mengenakan pakaian berkabung. Masih teringat jelas bagaimana riuhnya para dayang istana berlari ke sana – kemari mengantarkan pakaian baru ke setiap sudut paviliun keluarga kerajaan. Calon suamiku, kini sudah menaiki takhta menjadi seorang Raja. Ia bukan lagi seorang putra mahkota tapi seorang Raja. Hari ketiga musim gugur ini adalah tepat empat tahun calon suamiku bertakhta sebagai Raja Joseon.

Setelah pertemuan menyakitkan itu, aku tak sekalipun berani mengunjungi calon suamiku, Raja Uiyang. Ada bagian diriku yang tak ingin kembali terluka. Aku tak ingin terluka saat mendengar seseorang yang harus kudampingi melontarkan kata – kata bahwa ia tak membutuhkanku. Aku tak ingin mengingat kenyataan bahwa aku tak pernah diinginkan untuk berada di sisinya. Itulah sebabnya aku memilih menghabiskan waktu sendirian di paviliun byeolgung.

Di hari itu juga, aku menerima kabar bahwa prosesi pernikahan dan penobatanku akan dilangsungkan besok. Sejujurnya aku terkejut dan tak menyangka jika aku harus menikah sekaligus menjadi Ratu di waktu yang begitu cepat. Empat tahun, bukan waktu yang sebentar untuk menunggu di selenggarakannya proses pengukuhan diriku sebagai seorang ratu muda. Di hari itu pula, aku mendapatkan kunjungan tak terduga. Ibuku datang menemuiku.

Mengenakan dangui berwarna hijau muda, ibu tampak sangat cantik saat duduk di hadapanku. Wajahnya menyunggingkan senyuman lembut padaku. Tapi, hatiku kembali sakit saat menyadari ibu tak bisa lagi memanggilku dengan nama kecilku. Besok, resmi sudah seluruh dokumen yang menuliskan nama lahirku harus dimusnahkan. Besok, aku bukan lagi menjadi putri kecilnya, tapi seorang ratu muda dari negeri Joseon.

Ibu datang memberikan ucapan selamat padaku. Selamat atas pernikahan dan penobatan yang akan dilangsungkan esok hari. Ah, ibu, tidak tahukah kau bahwa putrimu ini ingin sekali menangis saat mendengar ucapan selamat darimu itu? Ibu, tahukah kau betapa perih dan menyakitkannya menjadi seseorang yang duduk di takhta? Ibu, jika saja kau tahu bahwa takhta bisa mengubah putri manismu menjadi seseorang yang berbeda, akankah kau tetap menyerahkanku pada istana saat surat penunjukkanku sebagai putri mahkota kau terima? Akankah kau tersenyum begitu lebar saat melihatku melangkah di lapisan kain merah yang tak pelak seperti lautan darah kelak?

Ibu, maafkan putrimu yang harus berubah menjadi seseorang yang menakutkan saat duduk di atas takhta. Semua itu semata untuk mempertahankan diri di istana. Seperti harapanku di hari kunjungan ibu sebelum pernikahan dilangsungkan, ibu tolong lupakan putri kecilmu. Karena putri kecilmu tidak akan lagi terlihat saat ia sudah duduk di takhta. Karena saat ia duduk di takhta, ia bukanlah putrimu, melainkan Ratu Seohyeong. Ibu dari negeri Joseon.

~MoQS~

Pintu ruangan terbuka dan masuklah Dayang Choi yang diikuti beberapa dayang muda yang mengenakan pakaian dayang bagian jahit istana. Jung Eun tak sedikitpun mengalihkan perhatiannya dari buku etika istana yang sedang ia baca. Mata hitamnya terus menelusuri deretan tinta hitam yang tertulis di buku tersebut.

Dayang Choi dan para dayang muda membungkuk memberi hormat pada Jung Eun sebelum akhirnya mereka duduk. Dayang Choi mengangkat wajahnya sebelum mulai berbicara di hadapan Jung Eun. Seulas senyum tipis tersungging di wajah Dayang Choi saat melihat ekspresi serius di wajah Heo Jung Eun. Dalam empat tahun ini, Heo Jung Eun telah siap menjadi calon Ratu Joseon.

"Sejabin Mama, hamba ucapkan selamat karena anda telah menyelesaikan waktu berkabung dengan sangat baik tanpa melanggar aturan masa berkabung. Beberapa hari yang lalu, Jusang Jeonha memberi perintah untuk menyiapkan pakaian baru bagi seluruh keluarga kerajaan. Silakan dilihat lebih dulu pakaian baru anda, Mama."

Beberapa dayang chimbang yang duduk di belakang Dayang Choi kini menggeser duduknya sambil membawa nampan berisikan pakaian baru milik Jung Eun. Para dayang muda tersebut meletakkan nampan – nampan tersebut tepat di depan meja takhta Jung Eun, agar gadis muda itu bisa melihat pakaian barunya.

Jung Eun meletakkan buku yang sedang ia baca. Manik hitamnya kini beralih ke deretan nampan yang berisi pakaian baru miliknya. Seluruh dangui baru yang diperlihatkan terlihat cantik di matanya. Tapi, semua itu tak membuat gadis itu merasa senang. Heo Jung Eun menatap dingin pada deretan pakaian cantik miliknya.

"Bagaimana, Mama? Apa anda menyukainya? Apa ada salah satu yang ingin Anda kenakan sekarang?" Dayang Choi memberanikan diri untuk bertanya pada Jung Eun.

Jung Eun tak langsung menjawab pertanyaan Dayang Choi. Mata gadis itu kembali menelusuri deretan pakaian tersebut. Sebelum akhirnya, ia menjatuhkan pilihan pada dangui berwarna mint lembut.

"Aku ingin mengenakan dangui ini." tunjuk Jung Eun pada dangui pilihannya.

Dayang Choi mengangguk. Segera saja, Dayang Choi dan beberapa dayang muda bangkit dari duduknya untuk membantu Jung Eun mengganti pakaian berkabungnya. Selama berpakaian, Jung Eun tak berbicara sepatah katapun. Bahkan ketika Dayang Choi memuji bahwa dirinya terlihat anggun mengenakan pakaian barunya, Jung Eun hanya menatap dingin pada pantulan dirinya di cermin. Heo Jung Eun merasa tak mengenali lagi pantulan gadis yang terlihat di cermin miliknya.

"Sejabin Mama, hari pernikahan dan penobatan anda telah ditentukan. Seluruh prosesi yang selama ini Anda tunggu akan dilaksanakan besok. Hamba mengucapkan selamat karena akhirnya Anda akan segera dinobatkan menjadi Wangbi Mama." Ucap Dayang Choi sambil membungkuk memberi ucapan selamat pada Jung Eun.

"Terima kasih." Balas Jung Eun pendek.

Heo Jung Eun kembali diam setelah memberikan balasan atas ucapan selamat dari Dayang Choi. Gadis itu kini lebih memilih melanjutkan buku bacaannya. Sementara itu, para dayang sibuk membereskan beberapa hiasan pakaian milik Jung Eun ke dalam kotak perhiasannya. Jung Eun tak bergeming. Gadis itu tetap mengunci bibirnya.

Dayang Choi tak merasa tersinggung karena ucapan selamatnya tak ditanggapi oleh Jung Eun. Sebaliknya, dayang wanita itu memilih diam dan melanjutkan pekerjaan untuk memperhatikan para dayang muda yang sedang membereskan perhiasan milik Jung Eun. Dayang Choi bisa memahami diamnya Jung Eun sebagai bentuk rasa sedihnya karena sebentar lagi beban berat akan segera ditanggungnya.

"Mama, Min Manim datang untuk menemui anda."

Suara pengumuman di depan pintu ruangannya membuat Jung Eun menghentikan kegiatannya. Tangan gadis itu terangkat untuk memberi perintah para dayang yang ada di ruangannya pergi. Para dayang mengangguk dan pamit dari hadapannya.

"Persilakan masuk." Balas Jung Eun.

~TQS~

Nyonya Min tak mampu menyembunyikan rasa bahagianya. Senyum lebar tersungging di wajah wanita yang mengenakan dangui berwarna hijau muda tersebut. Nyonya Min tak menyangka gadis kecil kesayangannya sebentar lagi akan dinobatkan menjadi Ratu Joseon.

"Mama, anda terlihat sangat cantik mengenakan pakaian kerajaan. Anda seperti bunga yang jatuh dari surga. Begitu anggun dan berwibawa." Puji Nyonya Min pada Jung Eun.

Jung Eun tersenyum tipis mendengar pujian dari sang ibu. Tapi, jauh di dalam dirinya, saat ini Jung Eun tengah hancur. Gadis itu tengah merasakan kesedihan yang mendalam. Sebentar lagi, ia harus menjalani sebuah takdir berat yang tak pernah ia inginkan. Jung Eun akan menghabiskan waktunya sendirian di istana yang besar ini. Tanpa ada senyuman dari Sang Ibu, tanpa ada kata – kata menenangkan dari sang ayah.

"Terima kasih untuk pujiannya, Eomeoni. Bagaimana keadaan Eomeoni dan Abeoji? Apa semua baik – baik saja di rumah?" tanya Jung Eun dengan nada suara pelan dan tenang.

"Berkat Anda, hidup kami sangat baik saat ini. Anda adalah hadiah dari surga yang sangat berharga. Saya tak menyangka bahwa gadis yang saya lahirkan empat belas tahun yang lalu, akan memiliki takdir sebagai seorang Wangbi Mama. Ini benar – benar sebuah keberuntungan tak terduga, Mama. Saya harap Sejabin Mama dalam keadaan sehat selalu dan mampu melaksanakan tugas sebagai ibu negara sebaik mungkin. Mohon Anda ingat pesan saya ini, Mama."

Jung Eun tersenyum perih. Hatinya sakit mendengar pesan yang diberikan ibunya. Rasa sakit dengan cepat menyebar di hati Jung Eun. Hidupnya sebentar lagi tak akan sama. Istana telah merenggut hidupnya sebagai gadis kecil kesayangan ibunya. Jung Eun sadar, kelak ia akan kehilangan jati dirinya sebagai seorang gadis kecil polos. Istana kelak akan mengubahnya menjadi seseorang yang berbeda. Jung Eun yakin, suatu saat nanti takhta akan mengubahnya dirinya.

Menyadari hal itu, Jung Eun bangkit dari duduknya dan melangkah mendekati tempat ibunya duduk. Nyonya Min mengernyitkan dahi melihat Jung Eun melangkah mendekati dirinya. meskipun merasa heran dengan sikap putrinya, Nyonya Min tak mengatakan apapun. Wanita bangsawan itu hanya diam dan mengawasi setiap gerak putri kesayangannya.

Jung Eun duduk tepat di hadapan ibunya. Tangannya gadis itu meraih tangan ibunya. Jung Eun menggenggam lembut telapak tangan wanita yang telah melahirkannya. Meskipun mengetahui jika ibunya sangat bangga memiliki dirinya yang sebentar lagi akan menjadi Ratu, tapi Jung Eun merasa sedih. Seandainya saja ibunya tahu takdir berat apa yang akan menanti dirinya, Jung Eun bertanya – tanya, apakah ibunya akan tetap menyerahkan dirinya pada keluarga kerajaan?

"Eomeoni...." panggil Jung Eun lembut.

"Ye, Mama. Apa ada sesuatu yang ingin Anda katakan?"

Jung Eun lagi – lagi menyunggingkan senyuman pada ibunya. Kepala gadis itu mengangguk. Ada sebuah perasaan yang ingin ia sampaikan pada ibunya. Rasa takut dengan takhta yang akan ia duduki, rasa gelisah bahwa langkahnya kelak sebagai ratu mungkin bisa berpengaruh pada keluarganya. Hingga rasa sedih bahwa ia tak bisa lagi menjadi gadis kecil ibunya yang setiap hari bisa bermanja – manja pada Sang Ibu. Waktunya untuk menjadi seorang gadis kecil telah habis. Di hadapannya kini hanya terbentang jalan panjang dan penuh tanggung jawab yang akan segera ia miliki.

"Eomeoni, aku memiliki satu permintaan. Bisakah eomeoni mengabulkan permintaanku?"

Nyonya Min membalas genggaman lembut Jung Eun. Wanita bangsawan itu mengangguk dan tersenyum. "Saya berusaha akan mengabulkan permintaan Anda. Katakan saja, apa yang Anda inginkan, Mama?"

Jung Eun mengangkat wajahnya untuk menatap ibunya. Manik hitam itu menatap tepat ke arah manik cokelat milik Sang Ibu. Jung Eun berharap besar bahwa ibunya akan memenuhi permohonan terakhir yang ia inginkan.

"Eomeoni, bisakah untuk sekali ini saja, Eomeoni memanggilku Jung Eun?"

Nyonya Min terkejut mendengar permintaan putrinya. Hati kecil wanita bangsawan itu merasa sedih mendengar permintaan terakhir putrinya. Nyonya Min ingin sekali mengabulkan permintaan Jung Eun, tapi ia sadar. Nyonya Min tak bisa melakukan hal tersebut. Putrinya, bukan lagi seseorang yang bisa dipanggil dengan nama lahirnya. Bahkan, status putrinya sudah lebih tinggi dibandingkan status dirinya saat ini.

"Animnida, Mama. Saya tak bisa melakukannya." Balas Nyonya Min sambil menggelengkan kepalanya. Ada rasa sakit yang perlahan muncul di permukaan hati Nyonya Min saat mengatakan penolakan pada Jung Eun.

"Aku mohon, Eomeoni. Sekali ini saja. Aku ingin mendengar Eomeoni memanggilku dengan nama lahirku. Hanya itu keinginanku pada Eomeoni."

Jung Eun berusaha membujuk ibunya agar mau memenuhi permintaannya. Mata gadis itu kini sudah berkaca – kaca. Rasa sesak di hatinya tak bisa lagi ia sembunyikan. Jung Eun sangat sedih karena ia harus melepas masa kecilnya. Masa bahagianya untuk mendapatkan belaian dari Sang Ibu, tidak bisa lagi ia dapatkan. Semua itu semakin menyesakkan dada Jung Eun.

"Animnida, Mama. Saya tidak lagi pantas untuk memanggil anda seperti itu. Anda bukan lagi seseorang yang bisa dipanggil sembarangan. Saat ini, Anda sudah menjadi seorang keluarga kerajaan. Status Anda dan saya sudah berbeda. Maafkan saya yang tak bisa memenuhi permintaan Anda."

Nyonya Min tak bisa menahan airmatanya. Wanita bangsawan itu begitu sedih karena tak sanggup memenuhi permintaan terakhir putrinya. Hatinya sebagai seorang Ibu merasa terluka saat melihat airmata meluncur turun dari sudut mata Jung Eun. Dengan lembut, Nyonya Min menghapus airmata Jung Eun.

"Aku sangat ingin mendengar nama 'Jung Eun' terdengar dari bibir Eomeoni. Karena Eomeoni menolaknya, aku bisa mengerti. Tapi, jika aku mengganti permohonannya dengan memeluk Eomeoni, apakah Eomeoni akan menolaknya juga?" tanya Jung Eun dengan nada penuh permohonan.

Nyonya Min tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Saya tidak akan menolak, Mama."

Tanpa mengatakan apapun lagi, Jung Eun segera menghambur memeluk ibunya. Gadis itu memeluk ibunya dengan erat. Jung Eun memejamkan matanya sejenak. Airmata kembali meluncur turun dari kedua sudut mata Jung Eun. Di dalam hatinya, Jung Eun berjanji akan mengingat pelukan hangat ibunya ini. Pelukan terakhir dimana seorang gadis memeluk ibunya.

Eomeoni, tolong lupakan gadis kecilmu. Saat penobatanku besok, aku bukan lagi gadis kecilmu, melainkan ibu dari negeri ini. Aku berharap, Eomeoni bisa melakukannya. Karena saat duduk di takhta lagi, Heo Jung Eun, benar – benar sudah hilang. Yang ada hanyalah Ratu dari Klan Heo.

~TQS~

Istana dihias begitu indah hari ini. Hari ini adalah hari pernikahan sekaligus penobatan dari Heo Jung Eun menjadi Ratu Joseon. Kesibukan untuk acara hari ini sudah terlihat di sekeliling istana. Di paviliun byeolgung, Jung Eun duduk manis untuk dirias. Beberapa dayang sibuk membantu Jung Eun bersiap. Jubah kerajaan Jung Eun sebagai Ratu sudah dikenakannya.

Wajah Jung Eun terlihat datar. Tidak tampak riak ekspresi di wajah cantiknya. Gadis itu benar – benar terlihat seperti boneka. Begitu cantik tapi tanpa sorot kehidupan di mata hitamnya. Seolah – olah gadis itu sedang akan menghadapi hukuman mati hari ini dibandingkan hari penobatannya.

Jung Eun sama sekali tak berbicara saat Dayang Choi dan seorang dayang lain meminta izin untuk memakaikan daesu ke atas kepalanya. Jung Eun hanya mengangguk singkat sebagai jawaban atas permintaan izin Dayang Choi. Beban berat langsung terasa di kepala Jung Eun saat daesu sudah menghiasi kepalanya.

Begitu seluruh persiapan selesai, Jung Eun ditinggal sendiri di ruangannya. Seluruh dayang pergi dari ruangan untuk memberikan Jung Eun waktu sendiri sebelum prosesi penjemputan dimulai. Jung Eun mengangkat wajahnya dan menatap bayangan di dalam cermin.

Jung Eun akui, ia terlihat cantik menggunakan pakaian pernikahan lengkap dengan seluruh aksesoris yang menghiasi kepala dan pakaiannya. Seulas senyum miris tersungging diwajah Jung Eun saat melihat ekspresi wajahnya sendiri. Gadis manapun menginginkan posisinya saat ini. Gadis seluruh Joseon pasti ingin bisa mengenakan pakaian sutra merah yang sedang ia pakai. Pakaian dimana hanya ada satu orang yang bisa memakainya, Ratu Joseon.

"Setelah semua ini, Heo Jung Eun, sudahlah mati. Aku akan hidup menjadi Ratu Heo." ucap Jung Eun pada bayangan dirinya. Ucapan tersebut seakan kata – kata penyemangat bagi Jung Eun agar ia bisa menjalani hari – hari beratnya di istana kelak.

"Hiduplah seperti seorang ratu, Jung Eun~ya. Apapun yang kelak akan terjadi di istana, sudah menjadi tulisan langit untukmu. Kau harus menjalaninya dengan ikhlas. Kau tidak boleh menunjukkan hatimu yang rapuh. Tidak akan ada Heo Jung Eun di istana. Di istana, hanya akan ada Ratu Heo. Karena itu, hiduplah menjadi Ratu Heo, bukan lagi menjadi Heo Jung Eun."

Jung Eun mengepalkan kedua tangannya. Gadis itu sudah berjanji untuk menjalani hidupnya sebagai seorang wanita istana sebaik mungkin. Sesulit apapun nanti jalan hidupnya di istana, Jung Eun harus bisa menghadapinya. Tepat setelah Jung Eun mengatakan kata – kata penyemangat untuk dirinya sendiri, suara pengumuman prosesi penjemputan terdengar di luar halaman Byeolgung. Jung Eun menghela napas sepanjang mungkin, Jung Eun bersiap untuk menjalani takdir barunya sebagai Ratu Heo.

~TQS~

Suara musik menyambut kedatangan Jung Eun dan Raja Uiyang di istana utama, tempat prosesi penobatan dilaksanakan. Perlahan dan bersama – sama, Jung Eun melangkah dihamparan kain merah bersama Raja Uiyang. Di belakang mereka, iring – iringan para pelayan mengikuti dirinya. Wajah Jung Eun terlihat tenang dan datar sepanjang melangkah menuju takhta bersama suaminya, Raja Uiyang.

Jung Eun dan Uiyang berhenti melangkah tepat di depan undakan tangga menuju takhta. Seorang menteri yang Jung Eun ketahui pastilah menteri ritual kerajaan, berdiri di undakan pertama sambil membawa sebuah gulungan. Tangannya kemudian membentangkan gulungan perkamen yang dibawanya. Dengan lantang, menteri tersebut mengumumkan penobatan dirinya.

"Hari ini hari ke empat bulan ke sepuluh musim gugur, tahun keempat pemerintahan Raja Uiyang. Berdasarkan tradisi istana, seluruh pertemuan ini telah dipersiapkan sebelumnya. Hari ini, Nona muda dari klan Heo, telah dinobatkan menjadi Ratu Joseon. Penobatannya menjadi penyeimbang dalam takhta. Dengan begitu, Raja dan Ratu dari negeri ini akan memberikan kebaikan dan pemerintahan yang bijaksana. Seluruh negeri akan menghormati Ratu, agar kebaikannya dapat dirasakan seluruh rakyat."

Jung Eun menyapukan pandangannya ke arah podium tempat takhtanya berada. Tanpa sengaja, manik hitamnya melihat ibunya yang duduk di kursi yang telah di sediakan dekat takhtanya. Jung Eun mendapati ibu dan ayahnya tengah menyunggingkan senyuman padanya. Entah kenapa, senyuman kedua orangtuanya itu seakan menjadi pisau belati yang menghujam dada Jung Eun.

Perhatian Jung Eun kembali teralihkan saat menteri ritual istana mengakhiri pembacaan dokumen penobatan dirinya. Segera saja, dibantu Dayang Choi dan seorang dayang senior lainnya, Jung Eun memberikan penghormatan pada Raja Uiyang. Sebelum diakhiri dengan saling memberi hormat satu sama lain.

Begitu penobatan selesai, Jung Eun bersama – sama dengan Raja Uiyang melangkah menuju takhta. Langkah keduanya terlihat serasi, perlahan dan pasti menaiki setiap undakan tangga menuju takhta mereka masing – masing. Setelah sampai di kursi takhta, Jung Eun untuk pertama kalinya bertemu dengan dua wanita yang menjadi tetua istana, yaitu Ibu Suri Agung Park dan Ibu Suri Min. Jung Eun menundukkan kepala kepada kedua tetua istana itu sebelum akhirnya duduk di takhtanya, takhta Ratu Joseon.

Sorak sorai ucapan selamat langsung memenuhi halaman istana utama begitu Jung Eun dan Uiyang duduk bersama di takhta. Seluruh menteri mengangkat batang gading mereka sambil meneriakkan ucapan selamat pada Sang Ratu muda. Duduk di takhtanya, Jung Eun memasang wajah datar saat mendengar ucapan selamat tersebut. Sorot mata Jung Eun yang dulu terkenal ramah, kini terlihat dingin. Takhta benar – benar membuat Heo Jung Eun kehilangan jati dirinya sebagai seorang gadis muda.

Hidupku sebagai seorang wanita istana dimulai hari ini. Persiapkan hatimu sebaik mungkin, Ratu Heo. Ucap Jung Eun di dalam hatinya.

~TQS~