Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Dinikahi Untuk Merawat Ibu Mertua

🇮🇩Jagad_Story
--
chs / week
--
NOT RATINGS
10.5k
Views
Synopsis
Memiliki seorang suami tampan dan kaya bukanlah menjadi jaminan bahwa kehidupan istri akan sepenuhnya bahagia, bahkan jika lelaki tersebut merupakan seorang anak yang sangat patuh dan mencintai ibunya. Sebut saja Bramantyo, pria berparas tampan dan bertubuh atletis yah juga seorang pria kaya. Bram menikahi perempuan untuk merawat ibunya, tapi siapa yang tahu bahwa perempuan yang ia maksud sebagai ibunya itu telah meninggal. Bram yang mengalami tekanan kejiwaan yang begitu mencintai ibunya tidak bisa menerima takdir tersebut, ia terus mencari pasangan hidup demi sudi merawat sang ibu meskipun hanya berwujud sebuah makam sebab di mata Bram makam tersebut benar-benar menyerupai ibunya. Dalam cerita ini dikisahkan, Bram memiliki tiga orang istri yang ia nikahi dengan kurun waktu berbeda sebab kesialan dan keanehan selalu menimpa perempuan yang ia nikahi hingga dua diantaranya meninggal secara tidak wajar.
VIEW MORE

Chapter 1 - Lamaran yang mengejutkam

Bab: 1

"Apa, Mas? Menikah?!" tanya Miranti kaget, ia tak menyangka pria yang baru empat bulan ia kenal dari media sosial itu menyatakan ingin menikahinya.

"Iya, kenapa? Kamu enggak mau?" jawab Bram dengan tatapan kecewa.

"Bukan begitu, Mas. Kita baru saja pacaran dan beberapa kali ketemu. Mana mungkin aku percaya, sedangkan kamu adalah pria tampan yang cukup berada, aku hanya takut dipermainkan," Ranti mencoba menjelaskan apa yang ia pikirkan, ia menarik nafas panjang dan menatap dalam-dalam wajah Bram.

Sesaat suasana hening, tak ada kata terucap diantara mereka berdua. Bram mundur beberapa langkah dan meraih sebuah kotak kecil dari saku bajunya. Pria itu membuka kotak kecil tersebut hingga tampak sebuah cincin berlian yang berkilau.

"Maukah kamu menikah denganku?" Ucap Bram menarik dengan lembut jemari Miranti sambil menyodorkan cincin itu padanya hingga apa yang dilakukan Bram menarik perhatian beberapa orang yang berada di restoran tempat mereka makan malam.

"Mas! Kamu apa-apaan,sih? Aku malu tau ...." Miranti tertawa, sontak ia menarik Bram agar kembali ke tempat duduknya.

"Astaga ... kamu serius?" Tanya Ranti, jemarinya menggenggam jemari Bram. Perempuan itu sekali lagi menarik nafas panjang, memandang ke sekelilingnya dan berusaha mengatur kata-kata yang akan keluar dari bibirnya.

"O-oke, Mas ... aku bersedia menjadi istrimu," ucap Ranti dengan wajah merona. Bram dan Ranti tersenyum bersama, meski awalnya Ranti terlihat gugup namun kali ini ia mencoba tenang. Bagaimanapun juga Bram adalah pria tampan dan kaya, sikapnya yang ramah dan berwibawa membuat setiap perempuan mudah jatuh hati padanya. Begitupun Ranti, menjadi istri seorang pria seperti Bram bagaikan sebuah mimpi.

*

Prosesi pernikahan antara Bram dan Miranti berlangsung sederhana. Meskipun terbilang kaya, Bram memilih menikah hanya di KUA saja bahkan dengan saksi seadanya, ia beralasan bahwa ia baru akan mengadakan pesta perkawinan saat berada di kampung halaman. Miranti cukup faham, bahwa Bram sangat mencintai sang ibu hingga ia berencana mengajak Miranti untuk tinggal di kampung halaman sembari menjaga ibunya Bram.

"Aku sudah tidak sabar ketemu ibumu, Mas. Beliau pasti perempuan hebat hingga mewariskan sifat penyayang dan lemah lembut pada pria sepertimu." Ucap Miranti setelah berbulan madu, ia merangkul bahu bram dan bersandar merasakan nyaman luar biasa.

"Aku sedari kecil sudah hidup di panti asuhan, terkadang aku iri pada mereka yang memiliki orang tua. Pasti sangat nyaman tumbuh dan dibesarkan dengan balutan kasih sayang seorang ibu," Ranti bergumam, perempuan berusia dua puluh enam tahun itu menarik nafas panjang.

"Lusa kita akan pulang kampung, untuk sementara kamu menetap di sana menunggu aku mengurus syarat kepindahan kerja ke cabang di kota kelahiranku, kasihan ibuku sejak aku bekerja di luar kota ia pasti kesepian." Bram mengusap rambut istrinya dengan lembut.

"Iya, Mas ... aku bersedia merawat ibu," Miranti mendekap lembut tubuh suaminya, ia merasakan kebahagiaan luar biasa hingga tak sabar untuk menemui ibu mertua secepatnya.

"Ya sudah, mari kita istirahat. Esok akan menempuh perjalanan lumayan jauh," ajak Bram sembari meraih jemari istrinya, mengusapnya dengan lembut kala perempuan itu berbaring di dadanya yang bidang.

Memang selama mereka berpacaran, Bram terdengar sering membicarakan ibunya. Beberapa foto Bram dan ibunya juga menghiasi ruang kerjanya, hal itu menandakan bahwa Bram adalah lelaki yang bertanggung jawab serta sangat menyayangi sang ibu melebihi apapun.

***

Malam itu Miranti merapikan semua barang-barangnya yang ia kemas dalam sebuah koper besar sebab esok hari ia dan Bram akan segera pulang ke kampung halaman. Melihat hal itu Bram justru menegur istriku.

"Sayang, kamu tidak perlu membawa begitu banyak pakaian 'kan? Yang penting kita menemui ibuku terlebih dahulu," ucap Bram, tangannya menahan jemari Miranti yang sibuk memasukan beberapa pakaian.

"Tapi, Mas ... bukankah aku akan bersama ibu mertua untuk waktu yang lama? Setidaknya aku butuh beberapa barang-barang untuk keperluanku," sahut Miranti.

"Sayang, dengar ... semua perabotan telah tersedia di rumahku, sedangkan pakaian kita bisa membeli di tempat tujuan." Bram coba menjelaskan, akhirnya Miranti paham bahwa ucapan suaminya benar. Miranti kemudian mandi dan memeriksa kembali barang yang ia bawa. Setelah semua dirasa telah ia siapkan ia pun meletakkan semua barang pada tempatnya lalu berbaring di sisi suaminya yang sudah tertidur terlebih dahulu beberapa menit lalu.

***

"Hah!"

Ranti terbangun, sesaat ia merasakan hawa dingin luar biasa di sekitar kamar. Ia raih selimut yang melorot untuk kembali menutupi tubuhnya. Pandangan Miranti tertuju pada jam dinding yang menunjukkan pukul dua dini hari, detak jam dinding itu terdengar lebih keras pada malam sesunyi ini. Perlahan bulu kuduknya meremang hingga ia meraba leher bagian belakang.

"Ini kenapa ya? Seperti ada yang sedang mengawasiku," ucapnya seorang diri. Ranti menarik selimut itu hingga menutupi wajahnya, dengan susah payah ia mencoba kembali memejamkan mata.

Ranti baru bangun dari tidurnya saat pintu kamar diketuk seseorang dari luar pada waktu lewat tengah malam. Perempuan berparas ayu itu bangkit menengok dari celah kecil kunci kamar tampak seorang perempuan tua dengan rambut terurai. Jantung Ranti berdegup kencang, bagaimana perempuan misterius itu ada di rumahnya padahal semua pintu dan jendela telah ia kunci.

"Ranti ... Ranti ... bukalah, Nak. Aku ibu mertuamu," ucap seseorang dengan lirih namun akibat suasana yang hening tersebut tak ada yang terdengar selain suara parau dari perempuan itu dan detak jam dinding.

"Ranti, aku telah siapkan jalan pulang untukmu ...," ucap seseorang di luar sana.

Ranti menoleh ke belakang pada ranjang tempat ia tidur sebelumnya. Tubuh Ranti gemetar hebat ketika dari langit-langit kamar sebuah tali gantungan telah terpasang.

"Ranti, pulanglah," suara serak parau itu kembali terdengar membuat Ranti mundur beberapa langkah menjauhi pintu.

Aaakh!

Ranti menjerit sejadi-jadinya, ia coba berontak namun terlambat. Tali gantungan itu telah berada di lehernya, kini Ranti yang berdiri pada ujung ranjang seperti mulai kehilangan keseimbangannya. Ranjang itu bergerak seakan digerakkan oleh sesuatu yang tak kasat mata.

"Mas Bram, tolong aku ... tolooong!"

Pekik Ranti ketakutan, ia menggigil dan bibirnya gemetar.

Aaakh!

Ranti tergelincir hingga tali itu dengan erat menahan lehernya hingga Ranti kesulitan bernapas, perempuan itu coba berontak melepaskan simpul tali yang semakin kencang.

Aaa-aaaakh!

Kemudian ia tak melihat apapun selain gelap dan pekat.

Ranti membuka mata, ia memandangi seluruh penjuru ruangan yang terang akibat cahaya matahari yang masuk melalui kaca jendela kamar.

"Alhamdulillah, cuma mimpi ...." Ucap Ranti sambil menyapukan dua belah telapak tangan pada wajah.

Perempuan berparas ayu itu menyeka wajahnya, ia menarik nafas lega. Duduk sesaat di tepi ranjang lalu bangkit untuk memulai aktivitas. Meranti perlu menyiapkan beberapa hal agar semua rencana berjalan dengan baik

_____0000_______