Chereads / Quinsa Adara / Chapter 5 - Bab 5. Ayah, Ibu Kalian terluka?

Chapter 5 - Bab 5. Ayah, Ibu Kalian terluka?

Adara ikut memberi hormat pada Raja ketika kelima prajurit tersebut berlutut, hingga Raja menyuruh untuk bangun mereka pun berdiri kembali.

Di sana, tanpa Adara tahu siapa dia. Berdiri dengan gagah memandang disertai senyuman licik yang berubah menjadi tawa penuh kemenangan, "Siapa sangka bahwa kau secantik ini," ujarnya kemudian.

Adara yang tadi terus menunduk kemudian memberanikan diri untuk menatap lurus, tatapannya bertemu dengan tatapan Raja yang Adara belum tahu namanya.

"Sumi! Panca!" pekik Raja itu memanggil nama orang tua Adara membuat mata Adara berkaca-kaca.

"Ayah, Ibu!" seru Adara segera memeluk Sumi dan Panca yang dipegang oleh dua prajurit, prajurit itu pun melepaskan Sumi dan Panca sesuai perintah Raja.

"Ka--kalian, baik-baik saja kan?" tanya Adara sembari sesegukan, air matanya mengalir deras begitu saja.

Kemudian Adara berbalik badan, menatap kelima prajurit yang telah bersedia memberinya tumpangan. "Terimakasih paman prajurit, karena sudah memberi tumpangan. Aku sudah bertemu orangtuaku, kami pamit," ujar Adara membuat Raja tertawa lagi.

"Kau terlalu cantik untuk pergi, maka jadilah selirku," ujar Raja membuat Sumi melototkan matanya.

"Bukankah Yang Mulia tahu identitas putriku?" tanya Sumi, di lubuk hatinya merasa bahwa yang ia panggil yang mulia itu tidak pantas mendapat julukan tersebut.

"Siapa kau berani melarang keinginan Raja?" tanya Raja membuat Sumi terdiam.

Panca memegang lengan Sumi membuat Sumi menatapnya, "Jangan bantah dulu, bagaimanapun kita harus mempertemukan tuan Putri dengan Raja dan Ratu," kata Panca berbisik.

Sumi menarik napas, "Permaisuri meminta agar tuan putri tidak terlibat lagi dengan Qalsar, suamiku," sahut Sumi berbisik.

Panca mengangguk, "Tap--"

"Apa yang kalian bicarakan secara bisik-bisik itu?!!" pekik Raja sambil melempar pedang milik prajurit yang ia tarik begitu saja.

"Ampuni ayah dan ibuku, Yang Mulia! Mereka hanya membicarakan tentang...tentang niat Raja," ujar Adara memohon ampun untuk Sumi dan Panca yang bahkan Adara tidak tau apa yang orangtuanya itu katakan.

"Ohoh! Begitu ternyata," sahut Raja tersenyum kemudian berjalan mendekati Adara, dipegangnya dagu Adara lalu diperintahkannya Adara untuk menatapnya.

"Kecantikanmu seperti dirinya, aku tidak bisa bersamanya. Maka, bersamamu pun sepertinya tidak masalah," ujar Raja membuat Sumi melotot lagi.

Sumi berpikir, bagaimana bisa Raja berniat menikahi Adara setelah tahu identitasnya? Bukankah selirnya sudah berjumlah 99, dengan satu Permaisuri. Masih belum puaskah dia? Dasar Raja yang tamak!

Tentu saja Sumi tidak akan membiarkan hal itu terjadi, Sumi lebih baik mati jika harus melihat pernikahan Raja biadab itu dengan Adara seorang tuan putri yang ia besarkan atas permintaan Permaisuri.

"Jadi bagaimana? Kau hanya rakyat biasakan? Tentu tidak bisa menolak perintah Rajanya," kata Raja sambil masih memperhatikan wajah Adara.

Adara merasa sedikit risih, namun ada sedikit rasa penasaran tentang kerajaan yang dimiliki Raja dihadapannya ini. Dan siapa nama Raja ini? Adara tidak memiliki pengetahuan tentang kerajaan karena orangtuanya hanya memintanya untuk mengetahui cara membaca.

"Hamba hanya rakyat biasa dan ingin sekali memasuki istana," ujar Adara sedikit membungkukkan tubuhnya menghormati Raja membuat Raja tersenyum dan semakin jatuh hati sepertinya.

Sumi tak tahan ingin memberitahu pada Adara bahwa lelaki yang ia panggil Raja adalah lelaki yang telah merenggut masa-masa bahagianya, tetapi mau tidak mau ia harus berusaha menahannya agar tidak terjadi masalah pada putri angkatnya itu.

"Oh, benarkah? Kalau begitu, ikutlah denganku ke istana," sahut Raja membuat Adara tersenyum.

"Terimakasih, Yang Mulia," ujar Adara kemudian.

Raja mengangguk, "Persiapkan perjalanan pulang," perintahnya pada para prajuritnya.

Setelahnya, para prajurit itupun melakukan persiapan untuk pulang dengan cepat. Dari Bukit Binatang kepala tujuh hingga ke istana akan memakan waktu satu harian, maka mungkin mereka akan sampai istana pada malam hari di waktu tidur.

Sambil menunggu persiapan, Raja mengajak Adara untuk makan terlebih dahulu tanpa mengajak Sumi dan Panca. Tetapi karena Adara, Sumi dan Panca pun ikut makan.

Panca mensyukuri kehadiran Adara karena berkatnya, istrinya itu tidak kelaparan lagi. Tetapi, ia menyesali dirinya sendiri yang tidak pandai menjaga diri serta sang istri hingga hal ini terjadi.

Panca merasa bersalah pada putrinya yang sebenarnya adalah seorang tuan putri, karena gagal melindunginya hingga harus terlibat dengan Raja Qalsar yang tak lain adalah Antaksana.

Tetapi, disisi lain. Ada bagusnya juga jika ini terjadi, mungkin Tuhan mentakdirkan agar Adara bisa kembali bertemu dengan orangtua kandungnya yaitu Raja dan Ratu terdahulu.

Bagaimanapun juga, Adara memiliki hak untuk tahu tentang identitasnya sendiri. Panca hanya akan berusaha melindungi tuan putri tanpa mencegah apa yang ingin Tuan Putri lakukan, tetapi sebisa mungkin Panca akan menasihatinya agar tidak terlalu dekat dengan Antaksana.

Adara masih tetap Adara yang ramah dan ceria, bahkan sesekali ia melemparkan lelucon seperti biasanya. Membuat suasananya menjadi hangat dan membuat Raja semakin jatuh pada Adara. Adara hanya menjadi dirinya sendiri di sini bukan bermaksud membuat raja jatuh hati.

Tepat tengah hari, persiapan untuk kembali ke kerajaan pun sudah siap. Raja dan Adara berada di kereta kuda bersama Sumi dan Panca sesuai dengan permintaan Adara, mereka saling membisu.

Perjalanan yang cukup jauh membuat Adara mengantuk, dihampirinya Sumi dan tertidur di pangkuannya. Raja hanya diam memandang.

"Berapa usianya?" tanya Raja ketika Adara sudah tertidur.

"Kenapa bertanya?" sahut Sumi kembali bertanya.

"Hey, kau hanya rakyat biasa sekarang. Kenapa begitu sombong? Kalau mau, aku bisa menebas kepalamu dengan mudah," jawab Raja dengan berusaha menahan suaranya agar tidak berteriak..

"Ampuni istriku Yang Mulia, usia Adara lima belas tahun," ujar Panca menjelaskan.

Raja yang tak lain adalah Antaksana itu tersenyum licik, "Kalian tidak memiliki hak untuk melarangku menikahinya," ujarnya dengan tatapan terfokus pada Adara.

Sumi dan mengetahui ke mana arah tatapan Antaksana pun segera menutup wajah Adara dengan kain, membuat Antaksana melototkan matanya. Tetapi, Antaksana menahan amarahnya dan berpaling menatap jalan.

Adara tertidur dengan memeluk kain yang ia bawa, tidak pernah dilepaskan kain tersebut dari dekapannya. Bahkan ketika makan tadi pun, Adara menggunakan satu tangan agar tetap mendekap kain itu.

Antaksana sempat bertanya, dan Adara menjawab kalau kain itu hanya berisi pakaian kesayangannya. Antaksana hanya diam setelah mendengar jawaban Adara.

Panca menatap istrinya yang terlihat lelah, dipegangnya tangan istrinya itu membuat Sumi menatapnya. Panca tersenyum yang dibalas dengan senyuman.

Panca yakin, mereka dapat melewati masa-masa ini meskipun Panca sendiri tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Panca tidak dapat menebak apa yang akan Antaksana lakukan, apakah dia akan benar-benar menikahi Adara?

Dari yang Panca dengar ketika di bukit binatang kepala tujuh, saat Adara belum tiba, Antaksana berniat untuk membunuh anak raja dan ratu terdahulu yang diasuh oleh Sumi dan Panca. Tetapi, begitu Adara datang... Karena kecantikannya, membuat Antaksana ingin menikahinya.

Bukankah, Antaksana sudah tahu identitas? Lantas kenapa masih ingin menikahinya?

Tetapi, ada bagusnya juga jika Antaksana berubah pikiran. Setidaknya, Adara aman. Untuk ke depannya, Panca hanya akan berusaha dan berharap, agar pernikahan antara Antaksana dan Adara itu tidak terjadi.

Ketika sampai istana nanti, Sumi dan Panca sama-sama berniat untuk mencari tahu tentang keadaan Raja serta Ratu terdahulu. Berharap Raja dan Ratu mereka masih hidup dan baik-baik saja.