Mereka semuanya sampai di kerajaan Qalsar ketika matahari sudah tenggelam setengah. Andara turun dan terus dipegangi oleh Sumi dan Panca.
Mereka memperlihatkan jika ada ra adalah Putri mereka, darah daging mereka berdua. Panca dan Sumi harus sekuat tenaga meyakinkan kepada antaksana bahwa Adara bukanlah anak dari saudaranya. Yaitu Raja Antarqana.
"Kalian berdua bahwa mereka ke ruangan pelayan," ujar Antaksana pada kedua pelayan wanita yang masih muda, namun kecantikan yang dimiliki kedua pelayan itu masih bawa standar. Belum mengalahkan kecantikan Adara.
"Ayo kalian berdua ikut dengan kami," ajak si pelayan kepada Panca serta Sumi.
Kedua orang itu mengikuti pelayan menuju ruangan kamar yang sederhana. Bahkan kamar para pelayan sekarang jauh lebih buruk dibandingkan semasa pemerintahan Raja Antarqana.
"Ayah, Ibu, tunggu aku," kata Adara berlari kecil mengikuti kedua orang tuanya.
"Hey! Tempatmu bukan di sana," jerit Antaksana. Adara berhenti, begitu juga dengan kedua orang tua angkatnya.
"Lalu jika bukan ke arah sini, di mana?" tanyanya bingung melihat ada banyak sekat kamar pelayan.
"Biarkan saja mereka berdua beristirahat di ruangan pelayan. Kau memiliki kamar tersendiri. Kau istimewa dan sangat berharga," ujar Antaksana yang membuka jaketnya.
"Maaf Yang Mulia, jika saya istimewa, tentulah kedua orangtua saya ikut diperlakukan istimewa seperti saya," jawab Adara menunduk.
Antaksana terdiam. Dia meneguk segelas air dari pelayannya. Panca mendekat. Dia memegang pundak Adara.
"Nak, kamu ikuti saja apa yang dikatakan oleh dia. Biarkan kami beristirahat di ruangan yang seharusnya," kata Panca tersenyum.
"Betul, Nak. Kamu harus mendapatkan perlakuan yang istimewa. Seperti yang kami berikan kepadamu ketika berada di rumah. Di sini jauh lebih bagus untukmu," sahut Sumi.
"Tidak, tidak, tidak. Tempat yang paling bagus dan nyaman adalah rumah kita sendiri. Bahkan jika aku diperlakukan seistimewa mungkin di istana yang besar ini. Belum bisa menggantikan rumah kita, Ibu, Ayah. Adara lebih nyaman berada di desa, daripada di kerajaan ini."
Panca tak kuasa melihat putrinya yang seperti kurang nyaman. Benar, mereka bertiga sangat tidak menginginkan untuk menginjakkan kaki kembali di istana ini.
Namun ada baiknya juga jika mereka kembali ke istana tanpa harus mengendap-endap.
"Sayang, kelak kamu akan tahu kebenarannya."
Antaksana memerintahkan kedua pelayan yang mengikuti Sumi dan Panca agar membawa kedua orang itu untuk tidur di samping kamar Adara.
"Baiklah. Sudah selesai pertunjukan drama yang kalian perlihatkan kepadaku. Sekarang juga kalian ikuti pelayanku," perintah Antaksana kepada ketiga manusia dari kampung itu.
Antaksana melihat kepergian mereka. Dia begitu terpesona dengan kecantikan yang dimiliki oleh Adara.
"Kalian persiapkan baju mahal, makanan enak dan praktis kan dia seperti Ratu," ujarnya kepada kepala pelayan istana.
"Tapi Yang Mulia. Bagaimana bisa hamba memperlakukan orang yang baru datang dengan begitu istimewa? Lalu apa yang akan dikatakan oleh permaisuri?" tanyanya dengan suara yang pelan.
"Jika kau masih ingin bekerja, ikuti perintahku. Kau tak perlu takut dengan permaisuri. Aku yang akan mengurusnya."
Mendengar perkataan dari Antaksana membuat kepala pelayan itu girang dan mengundurkan diri. Dia mendatangi kamar Adara.
Dia melihat Adara dengan tatapan jijik dan tidak suka. Membanting pintu ketika memasuki kamar. Adara yang melihat pemandangan istana dari kamarnya pun sontak kaget dan mengelus dadanya.
"Astaga, kenapa anda tidak mengetuk pintu terlebih dahulu memasuki kamar saya?" tanya Adara sopan.
"Hmp!" Wanita setengah baya itu melipat kedua tangannya di dada kemudian menendang kain yang dibawa Adara.
"Hey! Jangan ditendang. Ini ada barang berharga milikku," ucapnya kemudian memeluk kain berisi baju emas serta mahkota.
"Palingan juga barang rongsokan yang kubawa dari desa yang terpencil itu," ujarnya.
"Memangnya kenapa kalau aku dari desa? Bahkan di desa jauh lebih baik dibandingkan berada di istana ini."
"Kau-"
"Percuma jika tinggal di istana yang besar, megah dan mewah. Tapi terkurung bagi burung dalam sangkar. Kau tidak tahu bagaimana dunia luar. Begitu indah dan jauh lebih indah daripada dari sini."
"Huf, cukup sudah aku berbicara dengan rakyat jelata sepertimu," tuturnya dengan sombong.
"Pelayan, cepat bawakan kemari pakaiannya!" ujarnya kemudian bertepuk tangan.
5 orang pelayan yang lebih muda darinya datang dengan membawa barang yang diinginkan.
"Kau bersihkan dirimu, kalo pakailah pakaian ini. Jangan mempermalukan diri sendiri di hadapan Raja. Terlebih ketika kau bertemu dengan permaisuri kami."
"Baiklah. Terima kasih karena sudah memberikan pakaian ini kepadaku."
Mereka pun keluar meninggalkan Adara sendirian di kamarnya. Rasanya kamar ini terasa tidak asing baginya. dia merasa seperti pernah berada di kamar ini sekitar 15 tahun yang lalu. Namun rasa apa ini?
Sumi dan Panca kembali ke kamar mereka. Suami terlihat girang mendapati kamarnya masih sama seperti dahulu kala.
Dia mendekati dinding kemudian membuka gorden. "Apa yang kau lakukan istriku," tanya Panca yang mengikuti Sumi.
"Cepat tutup pintunya, suamiku. Aku punya informasi penting mengenai raja dan ratu kita," katanya.
Sumi mengambil pisau buah lalu mengikis dinding tersebut. Panca semakin bingung dengan apa yang akan dilakukan oleh istrinya. Namun dia hanya melihat tanpa banyak bertanya.
"Ternyata simbol tentang melarikan diri dari kerajaan ini masih tersimpan dengan utuh. Aku sangat berterima kasih kepada Raja Antarqana karena sudah memberikan aku peta yang sangat berharga ini." Sumi meminta Panca untuk melukis ulang peta yang ada di dinding itu.
"Kita harus mengingat dengan jelas. Secara detail tentang peta ini," ujarnya.
"Ini adalah lokasi letak penjara bawah tanah. Aku sangat yakin jika raja dan ratu dikurung di sana," kata Sumi.
"Kenapa kau sangat yakin, istriku?"
"Astaga, Apa kau lupa jika Antaksana itu bodoh. Sudah pasti dia akan menyekap raja dan ratu di sana."
"Bagaimana jika kau salah? Ini sudah 15 tahun lebih. Orang yang dulunya kau kira bodoh, mungkin sekarang sudah menjadi jauh lebih pintar. Atau bisa saja kita yang bodoh?"
"Huf, kalau dia tidak menyekap raja dan ratu di sana, maka kita harus mencari cara supaya bisa menemukan jejak mereka berdua."
"Ya sudahlah. Aku lelah. Aku ingin istirahat. Nanti saja kita bahas tentang rencana selanjutnya." Panca merebahkan badannya di kasur yang sudah bolong.
Sumi begitu yakin bisa menemukan di mana keberadaan raja dan ratu. Satu persatu tanda-tanda akan datang ketika kita berusaha untuk mencari tahunya.
"Adara harus tahu dengan peta ini. Sebab prioritas kita sekarang adalah dia. Biar selamat dan keluar dari neraka ini," katanya yang kemudian memejamkan mata di sebelah Panca.
"Tentu saja kita harus mencari di mana mereka berada. Untuk sekarang kita harus memberikan tubuh kita waktu untuk beristirahat. Agar bisa berpikir dengan tenang," kata Panca yang kemudian memeluk Sumi.