Chapter 2 - Albert

Maret 1650, awal dari masuknya musim semi. Ku lihat dari balik jendela banyak kuncup bunga sudah mulai bermekaran. Aku melihat suasana matahari pagi yang sejuk sekaligus hangat. Aku mulai memotong sayur sambil melihat anak-anak di luar jendela yang mulai berlarian di halaman. Senang rasanya melihat anak-anak malang tersebut bisa berlarian dan tertawa. "ah, airnya sudah mulai panas", Aku memasukkan sayuran ke dalam panci, dilanjutkan dengan memasikkan bumbu-bumbu lain. Seorang anak memegang erat celanaku, "Ada apa Angela sayang? Apakah Jon mengacau lagi?", tanggapku. Angela menggelengkan kepala dengan posisi kepala sedikit menunduk, dia menunjuk ke arah di mana panci berada. "aaah, kau lapar rupanya". Aku jongkok menghadap Angela, mengelus kepalanya, sambil berkata, "Sebentar ya sayang, sambil menunggu, bisa panggil kakak-kakakmu ke mari! Makanannya akan segera jadi". Dia menunduk, lalu berbalik dan berlari untuk memanggil anak-anak lain. "Hati-hati, jangan berlari Angela!" Tanggapku. Tempat penuh kebahagiaan dari anak-anak malang yang ditinggalkan orang tuanya. Entah di mana orang tua mereka yang telah menyia-nyiakan anak-anak malang tersebut. Aku biasa datang menyapa anak-anak dan memasak di tempat ini pagi-pagi sebelum Aku bekerja di restoran dekat sini. Meskipun tidak banyak membantu pemilik panti asuhan setidaknya mampu meringankan beban paginya sedikit.

"Ayo anak-anak! Makanan sudah jadi", beberapa anak dan wanita paruh baya datang dan membantuku membawakan beberapa piring makanan yang sudah matang ke meja makan. Wanita tersebut berkata, "Apa kau tidak capek albert datang setiap hari ke sini untuk memasakkan anak-anak". "Sebaliknya bibi, tempat yang banyak dengan keceriaan anak-anak seperti di sini mampu mengisi energiku di pagi hari" Tanggapku sambil tersenyum kepada Wanita tersebut. "setidaknya ini yang bisa kulakukan untuk anak-anak malang tersebut di tengah kesibukanku", Tambahku. Setelah semua tertata rapi di meja, kami pun makan Bersama.

Setelah makan, Aku langsung berpamitan dengan mereka dan menuju pintu karena sudah jadwalku untuk pergi ke restoran. "ooh iya bibi, apa stok makanan di panti asuhan masih banyak? Jika iya mungkin Aku bisa membelikannya besok". "tidak, tidak usah, sepertinya mulai hari ini kamu tidak perlu repot-repot membawakan bahan makanan untuk anak-anak lagi", tanggap bibi sambil memegang kedua tanganku. "lho, kenapa bibi?", Balasku. "Minggu lalu, ada seorang gadis yang membawakan bahan makanan banyak ke sini, dan dia bilang akan membawakannya rutin setiap minggu ke sini, kalau tidak salah Namanya gre…, iya Grace". "hmmm, begitu, mungkin akan ku bawakan yang lainnya saja untuk anak-anak", tanggapku. "anaknya ceria, ramah, mungkin, jika kalian bertemu, kamu akan cocok berbicara dengannya", tambah bibi. "ooh iya Aku lupa, Aku berangkat dulu bibi, sampai jumpa besok lagi!". Aku berlari kecil menjauh dari panti asuhan sambil melihat bibi tersenyum dan melambaikan tangan kepadaku. Aku ikut melambaikan tangan sampai Aku berbelok ke jalan selanjutnya.

Di tengah sinar matahari yang hangat, Aku berlari sepanjang jalan besar menuju restoran tempatku bekerja. Aku berlari melewati banyak orang dan tidak sengaja menabrak seseorang yang mengenakan jubah hitam. Aku berbalik sebentar dan berkata, "Maaf—maaf". Orang tersebut membuka dan mengarahkan telapak tangannya ke depan seolah mengatakan tidak apa-apa. Aku melanjutkan lariku hingga tiba di dalam restoran Besar tempatku bekerja. Aku merunduk memperbaiki nafasku yang ter-engah-engah sambil melihat keadaan. "untung-eh-belum terlambat" kataku yang masih sedikit ter-engah-engah.

"Ooiii, Kau. Cepat ganti pakaian dan turunkan semua kursi ini sebelum para pelanggan menyerbu tempat ini. Aaaiiisshh, Aku pemilik tempat ini tapi Kenapa selalu Aku yang harus membersihkan tempat ini di pagi hari karena keterlambatanmu", Kata seseorang yang ada di balik meja lobi. Namanya Chen dia pemilik tempat ini. "Iya-Iya tuan pemilik, Lagi pula belum waktunya Aku masuk. Kau tahu sendiri Aku sibuk setiap pagi. Kenapa tidak pekerjakan orang lain saja untuk bagian bersih-bersih dan yang lainnya. Aaah, Aku koki bukan tukang bersih bersih", tanggapku. "Apa kau bilang, kau tahu sendiri kita orang asing di sini, dan sulit juga mencari orang yang dapat dipercaya. Cepat ambil lap di penginapan", dia berlari sambil memukul-mukulkan sapu ke arahku. "ah ah, iya-iya", kataku sambil kesakitan berlari ke lantai dua dan sedikit tersenyum. Tempat ini adalah restoran di lantai satu sekaligus penginapan di lantai duanya.

Temanku, Chen, dan Aku, memang bukan orang asli tempat ini. Kami berasal dari luar Artoria. Chen berasal dari luar Artoria, mungkin di luar benua tempat Artoria berada menurutku melihat perawakan dan bentuk wajahnya yang terlihat sangat berbeda, tapi dia dan orang tuanya sudah lama menetap di sini dan Aku, meskipun Secara fisik sama dengan orang-orang Artoria, Aku berasal dari luar Artoria. Entah dari mana asalku, yang Aku ingat hanya kalau Aku berasal dari selatan. Mungkin di luar benua juga. Sayangnya informasi yang ku dapat tentang benua tersebut hanya sebatas ingatanku. Tidak ada informasi apa pun di negeri ini tentang benua selatan selain hanya nama "benua selatan". Ayah Chen menemukanku tidak sadarkan diri di pinggir Kota Candle beberapa tahun yang lalu saat pulang dari membeli stok makanan untuk restoran dan langsung membawaku ke tempat tinggalnya untuk dirawat. Untung saja Aku bertemu orang baik saat itu, dan keluarganya telah banyak membantuku sampai menyediakan pekerjaan dan tempat tinggal.

Aku bergegas menaiki tangga menuju lantai dua tempat penginapan berada. Aku berlari sepanjang koridor penginapan dan tanpa sengaja menabrak seseorang hingga menjatuhkan seisi tasnya. "Maaf, Aku tidak sengaja", kataku sambil segera mengambil beberapa barang yang jatuh dari tasnya. Sekilas Aku terdiam memandangi kertas dengan motif lingkaran dengan pola tertentu di antara barang-barangnya. "Tidak apa-apa", tanggap dia sambil merebut Kembali barang yang telah Aku rapikan tadi dan segera berlari menjauhiku dengan memegangi Wimple[1]-nya yang agak sedikit terbuka agar tidak jatuh. Aku angkat sedikit kepalaku untuk melihat ke arah dia berlari. Sekali lagi Aku terdiam sejenak tersadar berbicara dengan siapa. Perempuan dengan tubuh ramping dan rambut pirang cerah berlari dengan gugup memegang tas setengah tertutup. "Indah", kataku secara spontan keluar dari mulutku. "Ah lupakan. Aku harus segera mengambil Kain lap", tanggapku dengan menggelengkan kepala seolah tersadar dari sesuatu. Sekali lagi Aku berlari menuju ujung koridor tempat kamar mandi berada dan mengambil kain lap di sekitar sana.

Aku Kembali menuruni tangga menuju lantai satu. "Lama sekali, apa yang kau lakukan di atas?", Kata Chen yang baru saja melihatku. "Perempuan…Tidak, Penghuni baru di atas, siapa?", Tanggapku sambil mengelap meja yang sedikit berdebu. "Hmmm, entah, perawakannya terlihat familiar, seperti Warga Artoria pada umumnya, tapi wajahnya…. Seperti orang asing, terlihat misterius.", imbuh Chen. "siapa namanya? apa dia berasal dari tempatmu juga?", tanggapku. "Namanya Grace, Hmmmmm…, apa kau tertarik?", tanggap Chen sambil tersenyum ke arahku. "lupakan", jawabku sambil melanjutkan mengelap meja yang tersisa. "Banyak cewek yang menanyakan tentangmu, tapi baru kali ini kau menanyakan cewek padaku. Apakah perlu ku perkenalkan?", kata Chen. "Sudah ku bilang lupakan", tegasku. Sebenarnya Aku tidak tertarik tapi Namanya terasa familiar.

Setelah semua persiapan selesai, saatnya membuka tempat ini. Aku membuka pintu depan dan melihat ke sekeliling, belum ada orang yang datang. Sedikit demi sedikit, satu atau dua pengunjung keluar dan masuk. Tidak banyak, karena memang restoran sekaligus penginapan di sini merupakan penginapan asing bagi warga sini. Tapi paling tidak ada satu atau dua pengunjung dari kalangan warga lokal tiap 4 jam. Meskipun sedikit, kami juga mempunyai pelanggan dari kalangan pedagang ataupun warga lokal yang akan datang setiap hari atau setiap minggu ke tempat ini untuk singgah menginap atau hanya sekedar menghilangkan lapar dan haus. Dengan begitu setidaknya pemasukan tiap minggunya terjamin.

"ting-ting", bunyi lonceng pintu masuk restoran yang menandakan ada pengunjung. "Aku Kembali lagi", pria tua dengan tongkat memasuki restoran dengan perlahan. "oh, pak tua abu-abu, kau sudah datang!", tanggap Chen. "heiiiii…, sampai kapan kau memanggilku dengan sebutan acak, Aku punya nama", jawab kakek tersebut. "Aku tidak menyebut Anda kakek? Aku pikir Anda tidak menyukainya kan", Tanggap Chen sambil menahan senyum. "Pak Alvin, kau sudah datang!" tanggapku sambil segera menghampirinya dan menuntunnya menuju meja pojok dekat tangga seperti biasanya. "Aiisssh, anak itu, Aku pesan seperti biasa ya", kata kakek tersebut. Aku langsung paham dan menuju dapur untuk membuat pesanan kakek tersebut. "tunggu, ke sini sebentar nak", kata Pak Alvin tiba-tiba. "ke sini sebentar", lanjut kakek tersebut. Aku menghampiri Pak Alvin segera. "entah Aku ragu, tapi ada orang dengan jubah hitam mencurigakan yang berdiam di bangunan depan restoran seperti sedang mengawasi. Meskipun kalian sudah biasa Aku takut akan ada yang melakukan hal aneh lagi ke restoran ini", jelas Pak Alvin. Aku tersenyum sambil mengatakan sesuatu ke Pak Alvin, "jangan khawatirkan kami pak, kalaupun iya, kita akan mengatasinya". Aku sedikit menundukkan kepala dan perlahan berbalik menuju dapur untuk membuatkan pesanan.

Setelah meletakkan pesanan Pak Alvin di atas mejanya, Aku melanjutkan pekerjaanku memasak untuk pengunjung lainnya. Satu jam berlalu, masih belum ada pengunjung lagi. 5 jam berlalu dua orang bergantian keluar masuk dari restoran. 10 jam berlalu 50 orang pengunjung telah keluar masuk restoran ini. Cukup banyak untuk hari ini. Sungguh mencurigakan tapi syukuri saja. Mungkin dengan ini setidaknya akan ada bonus lembur. Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Saatnya untuk menutup restoran dan bersih-bersih. Oh iya, Aku lupa memberi tahu kalau Aku juga tinggal di sini. Orang tua Chen membiarkanku tinggal sejak kejadian mereka menemukanku tergeletak dulu. Semakin sulit untuk pindah dari tempat ini semenjak kedua orang tuanya meninggal dalam insiden misterius yang sering terjadi di tempat ini. Sehingga Aku tidak bisa meninggalkannya kesepian sendiri.

Setelah membersihkan semua meja dan lantai, Aku melangkah menuju lantai dua. Masih di tengah tangga, terdengar suara seseorang mengetuk pintu perlahan. "Mohon maaf, kami sudah tutup." Kata Chen menanggapi ketukan tersebut. "Akan Aku periksa, mungkin sesuatu yang mendesak" Tanggapku. Aku melangkah menuju pintu keluar restoran dan membukakan pintu. Terlihat Pak Alvin berdiri sambil memegang tangan seorang anak yang kira-kira berusia sepuluh tahunan. Anak tersebut terlihat lemah dan jalannya sedikit sempoyongan. "Anak-anak, Aku melihat anak ini terduduk lemas di sekitar sini tadi, bisakah kalian menolongnya segera", seru Pak Alvin sambil menunjuk ke anak tersebut. Spontan Aku langsung membopong anak tersebut menuju ruang di belakang restoran dan membaringkannya ke Kasur. Langsung saja Aku mengecek tubuhnya. Denyut nadinya lemah tapi suhu tubuhnya normal kecuali pada bagian perut. Terdapat tulisan seperti tato berbentuk retakan di perut bagian bawah kirinya. "Aku bukan tabib, tapi entah kalian percaya atau tidak tubuhnya normal secara fisik tapi terdapat kutukan di tubuhnya", jelasku sambil menunjuk ke letak bentuk aneh yang ada di tubuhnya. "Aku ragu kita harus melakukannya atau tidak", tanggap Chen dengan bingung. "Asal kau bisa menyelamatkannya, lakukan", tanggap Pak Alvin. Chen menundukkan kepala ke arahku. Aku langsung menusuk tanda aneh pada anak tersebut dengan pisau. Cairan hitam aneh keluar dari lubang tusukan dan seketika anak tersebut menjerit lemah. "Aaaahhh...|", desah anak tersebut yang berhenti di tengah-tengah dan pingsan. Perlahan tapi pasti tanda tersebut menghilang. "Hebat, sudah lama Aku mengetahuinya tapi masih saja terlihat aneh melihatnya", kata Chen sambil bertepuk tangan. "huh, kau niat memuji atau mengejek?", tanyaku. "Sampai sekarang, Aku sendiri tidak ingat bagaimana Aku bisa melakukannya" tambahku. "hal ini termasuk kejadian aneh. Mungkin dia dulu dukun bukan dokter", tanggap Pak Alvin. "Terserah", tanggapku dengan bosan. "Ambilkan Aku baskom berisi kain dan dua kain", Kataku. Chen segera mengambil baskom, air, dan kain di kamar mandi lantai satu. Aku segera membersihkan lukanya dengan kain yang sudah di basahi dan membalutkan kain kering ke luka anak tersebut agar tidak terjadi infeksi. "Sudah Aku bilang apa, pasti akan terjadi hal aneh karena orang tersebut.", kata Pak Alvin. "Yang penting kita sudah menyelamatkan nyawa anak tersebut untuk sementara waktu", jawabku.

Aku membereskan semua peralatan yang telah digunakan untuk mengurus luka dan perlahan menuju pintu kamar untuk keluar. "Baiklah, kira urus anak ini nanti, biarkan dia istirahat dahulu. Mungkin karena capek anak tersebut tidak akan tersadar hari ini. Kau bisa segera istirahat dan Pak Alvin mungkin bisa segera pulang. Setelah semua ketegangan berakhir, Aku dan Chen segera mengantar Pak Alvin ke depan pintu dan menutup Kembali restoran setelah itu lanjut menuju lantai dua untuk beristirahat.