"Aku tak menyangka kalau Riri juga diam-diam memperhatikan aku selama ini. Tahu gitu dari dulu aku ungkapkan perasaan ini sama dia. Dulu aku takut kecewa sih, Marvel saja yang jelas-jelas tampan dan keren tak mampu menggoyahkan hati Riri. Apalagi aku yang hanya orang biasa ... tak punya keahlian apapun. Tapi, ternyata dugaanku selama ini salah besar. Semangat Doni! Perjuangkan cintamu," gumam Doni tersenyum senang lalu segera menaiki motornya.
***
Di perjalanan, Andra mengajak ngobrol adiknya soal acara nanti malam. Ia menyerahkan paper bag pemberian anak buah Marvel tadi sambil tetap fokus mengendarai.
"Wah, teman kakak baik banget sampai kasih aku gaun segala," puji Riri tersenyum bahagia.
"Iya, dia bilang katanya suka sama kamu. Makanya dia membeli gaun itu khusus buat kamu," jelas Andra berbohong. Bibirnya tersenyum getir mengingat kebodohan yang sudah dilakukannya ini.
Walaupun sebenarnya apa yang diucapkannya barusan benar adanya kalau Marvel memang menyukai keunikan adiknya. Sayangnya, dia tak tahu sama sekali kalau si kadal buntung Marvel itu suka mengunjungi adiknya ketika tengah bekerja.
Riri sengaja tak pernah cerita masalah Marvel yang terus-terusan mencoba merayunya. Intinya ia malas membahas soal si kadal buntung itu sama siapapun. Hanya Doni saja yang tahu dan suka membahas soal si kadal buntung padanya.
"Kakak serius? Memang teman kakak yang mana sih? Kak Roni, Kak Dimas atau Kak siapa?" tanya Riri penasaran.
"Ada deh, kamu nanti bakalan tahu siapa orangnya. Makanya nanti malam kamu dandan yang cantik, sesuaikan sama gaunnya. Biar kamu enggak malu saat bertemu sama dia," jelas Andra sedih.
"Kakak tenang saja, walaupun adikmu ini tak pakai make up tetap cantik kok," jawab Riri PD.
"Iya Kakak tahu itu, tapi yang Kakak heran kenapa sampai detik ini kamu tetap jomblo sejati. Jangan-jangan kecantikanmu itu hanya bagi keluarga saja. Kalau bagi pria di luar sana, kamu tak ada daya tariknya sama sekali," ledek Andra mencoba menghibur diri.
"Idih, kata siapa enggak ada yang naksir aku, ada kok. Hanya saja Kakak tak tahu," sewot Riri.
"Siapa orangnya, Kakak tak pernah lihat kamu jalan sama pria lain kecuali kakakmu ini. Mungkin, kalau aku bukan kakakmu pasti aku juga enggak mau antar-jemput begini. Rugi buang-buang bensin saja," ledek Andra tertawa lepas. Sebelum adiknya tahu skandalnya. Dia ingin menikmati momen-momen seperti ini bersama adiknya.
"Ada kok, cuma akunya saja yang enggak mau. Aku kan mau ta'arufan saja kayak Ayah sama Ibu dulu. Memang Kak Andra yang suka gonta-ganti pasangan enggak jelas gitu. Kena AIDS baru tahu rasa." Bibir Riri mencebik.
"Eh, tunggu-tunggu! Bukannya, Kakak bilang kalau teman kakak saja mau ajak aku makan malam? Tadi juga Kakak bilang kalau dia menyukaiku. Berarti tadi Kakak bohong apa amnesia, hayo?" tanya Riri mengkerutkan bibirnya.
"Hehe, iya-iya. Adik kakak ini memang diam-diam banyak yang nge-fans," balas Andra mengalah.
"Siapa dulu? Riri gitu loh," puji Riri pada dirinya sendiri sambil terkekeh.
"Oh ya, amit-amit dah kalau Kakak sampai kena AIDS. Memang, kamu pikir kakakmu ini lelaki hidung belang apa? Kakak itu kalau pacaran cuma ajak jalan saja tak pernah lebih. Ada dulu pacar kakak yang mau nyosor langsung Kakak putusin. Gini-gini Kakak punya prinsip ya," jawab Andra tak mau kalah.
"Baguslah kalau Kakak tidak punya niatan merusak wanita. Tidak seperti si kadal buntung itu, kerjanya hanya PHP-in wanita. Untung aku tak tertarik sama sekali dengan senyum menggodanya itu. Rayuan mautnya yang bikin cewek pada kelepek-kelepek. Kalau sudah puas bermain hati, dengan mudahnya dia tinggalin tuh cewek. Entah berapa banyak korban yang masuk perangkapnya," jelas Riri penuh emosi. Dia begitu geram saat mengingat kelakuan Marvel itu.
"Memang, siapa si kadal buntung itu kalau Kakak boleh tahu?" tanya Andra penasaran.
"Ada deh, aku malas menyebutkan namanya," jawab Riri memasang wajah cemberut.
"Oh," balas Andra santai.
Dia tak tahu kalau pria yang dimaksud adiknya itu adalah Marvel. Begitu sampai di pekarangan rumah, dia segera menepikan kendaraannya tepat di terasnya.
"Assalamualaikum," teriak Riri sambil masuk ke rumah karena pintunya terbuka.
"Wa,alaikummussalam," balas Bu Fitri yang baru keluar dari kamar. Keningnya mengkerut saat melihat anak gadisnya itu membawa paper bag.
"Kamu bawa apaan tuh Ri?" tanya Bu Fitri penasaran.
"Ini gaun Bu. Tadi, aku dikasih sama teman Kak Andra. Nanti malam, aku sama Kak Andra mau dinner bersama," jelas Riri tersenyum senang.
"Oh, dalam rangka apa tuh kok pakai dikasih gaun segala?" tanya Bu Fitri sambil tersenyum menggoda.
"Idih, Ibu ini kenapa senyumnya begitu? Kata Kak Andra sih karena temannya itu mau merayakan kemenangannya," jelas Riri tersenyum.
"Kemenangan apa Ri?" tanya Bu Fitri penasaran.
"Kemenangannya ikut lomba melukis, Bu," sahut Andra yang baru muncul sambil merangkul pundak adiknya.
"Nah itu Bu, maksudku," tambah Riri lega.
"Oh. Ternyata, kamu punya teman yang hobinya melukis. Ibu kira kamu hanya berteman sama orang yang sukanya ugal-ugalan saja," sindir Bu Fitri memiringkan bibirnya.
"Hemmm, tentu tidaklah, Bu. Aku pun ada juga teman yang suka berdakwah," jawab Andra tersenyum.
"Oh ya, kalau soal gaun itu ... sebenarnya dia suka sama Riri. Makanya memberi hadiah gaun itu buat Riri," bohong Andra untuk meyakinkan adik dan ibunya.
"Kamu serius, Ndra? Berarti bentar lagi Ibu bakalan punya mantu dong?" tanya Bu Fitri tersenyum senang.
"Insha Allah kalau mereka berjodoh Bu," jawab Andra tersenyum getir. Dia segera melangkah masuk ke dalam meninggalkan adik dan ibunya.
"Ya Allah, kenapa Ibu kepikiran sampai situ? Semoga saja yang diucapkan Ibu barusan terkabul. Aku kasihan dengan Riri yang sudah direnggut kesuciannya sama pria gila itu kemudian dicampakkan. Kalau mereka menikahkan setidaknya status hilangnya kesucian Riri karena sudah menyandang status janda," batin Andra sedih.
***
Tepat pukul delapan belas lewat tiga puluh menit, Andra bersama Riri sudah berada di depan apartemen milik Marvel. Mereka segera masuk ke loby apartemen tersebut. Andra terus sibuk mengutak-atik hp yang tengah ia pegang.
Tak lama munculah seorang pria tampan dengan tinggi seratus tujuh puluh centi meter mendekati mereka berdua. Riri tersenyum polos sambil terus memperhatikan wajah tampan pria itu.
"Ya Allah, apa ini teman mas Andra." Mata Riri tidak berkedip sedikitpun menikmati ciptahan Tuhan yang begitu sempurna ini.
"Subhannallah, semakin dilihat wajahnya semakin terlihat rupawan. Sumpah, aku mau banget menikah dengannya. Semoga dia benar-benar tertarik denganku. Aamiin," batin Riri senang.
"Ayo saya antarkan ke ruangan Tuan Marvel!" ucap asistent pribadi Marvel sambil tersenyum.