"Yah, ternyata bukan dia orangnya," batin Riri kecewa. Otaknya, mulai berkelana ke mana-mana mendengar sebutan nama Marvel itu.
"Ayo Ri, kita segera ke sana!" ajak Andra mencoba tenang.
"I-iya Kak," balas Riri mengikuti langkah dua pria di depannya.
"Ya Allah, semoga saja pria yang disebut Tuan Marvel itu lebih tampan dari pria ini. Tapi kok namanya sama sih sama si Pria cap kadal buntung itu," batin Riri merasa ada yang aneh.
Kini langkah mereka sudah sampai di depan pintu apartement Marvel. Rafi segera mempersilakan mereka masuk.
"Silahkan masuk, itu Tuan Marvel sudah menunggu," ucap assisten pribadi Marvel tersenyum.
"Hemmm." Andra dengan perasaan campur aduknya melangkah masuk ke dalam.
Sementara, Riri terus mengekori langkah kakaknya sambil terus memperhatikan tubuh belakang pria yang tengah duduk di depan meja.
Terdapat tiga gelas minuman dan di hiasi pas bunga berisi bunga mawar merah. Ada juga piring-piring berukuran sedang berisi makanan.
Ketika kakaknya tengah sibuk menjabat tangan si pria tersebut. Pandangan Riri malah tertuju pada hidangan makanan mewah yang tersedia. Ia langsung tersenyum senang.
"Akhirnya, aku bisa menikmati makanan orang kaya juga, gumam Riri sangat lirih. Dia belum melihat siapa pria yang akan makan malam dengannya dan sang kakak.
Jujur Andra sedikit malu melihat tingkah adiknya yang bodoh itu. Berbeda dengan Marvel, ia malah tersenyum geli melihat Riri seperti itu. Dia yakin sekali kalau Riri pasti akan terpana dengan semua yang dia siapkan malam ini.
"Ri," ucap Andra sambil menepuk pelan pundak adiknya.
"Eh, iya Kak!" ucap Riri tersentak. Bayangan soal rasa makanan yang dihidangkan langsung lenyap seketika.
"Buruan kenalin ini teman kakak," ucap Andra mencoba tersenyum. Walaupun sebenarnya hatinya tengah bergejolak. Rasanya dia ingin sekali mengajak Riri untuk segera pulang.
"Perkenalkan aku__" ucapan Riri langsung terhentikan. Matanya melotot melihat siapa pria di hadapannya.
Gluk! Gluk!
Riri meneguk ludahnya.
"Ya Allah kenapa harus dia lagi sih?" batin Riri kesal. Pandangan tak suka terpancar jelas dari wajahnya.
"Ayo Kak, kita pulang saja. Aku tak sudi makan malam bersama si kadal buntung ini," ucap Riri penuh emosi. Lalu, menarik tangan kakaknya.
Hal itu membuat senyuman manis Marvel langsung pudar.
"Tapi, Ri." Andra berusaha menahan adiknya.
"Sudahlah Kak. Ayo kita pulang saja!" tarik Riri lagi.
"Enggak bisa Ri, Kakak sudah janji sama dia," tolak Andra.
"Ya sudah. Kalau begitu aku pulang sendiri kalau Kakak tetap ingin makan malam dengannya," ancam Riri kesal. Dia melepaskan genggaman tangannya. Lalu, melangkahkan kakinya hendak keluar.
Rafi yang masih stay di dekat pintu segera menghalanginya.
"Maaf Nona, Anda tak bisa keluar sebelum melaksanakan tugas dari Tuan Marvel." Langkah Riri dihadang sama assisten pribadi Marvel.
"Wahai pria tampan kenapa menghalangi langkahku? Buruan minggir sana!" bentak Riri kesal. Dia mencoba mengambil jalan pintas dengan melewati sisi pintu yang tersisa.
Marvel yang awalnya hanya tersenyum melihat perdebatan antara kakak dan adik itu. Kini emosinya mulai muncul mendengar Riri menyebut assisten pribadinya 'Pria Tampan'. Telinganya begitu panas, ada rasa cemburu menyelimuti hatinya.
"Sial, kenapa dia malah memuji Rafi. Sudah jelas kalau aku lebih dari segalanya yang dimiliki Rafi," umpat Marvel kesal dalam hati.
"Buruan kamu berikan kertas perjanjian itu sama dia. Aku mau lihat! Apa dia masih bersikeras untuk keluar dari ruangan ini!" teriak Marvel emosi.
"Baik, Tuan!" Rafi mengangguk patuh. Tangannya segera mengambil map berisi kertas perjanjian antara Andra dan bosnya di meja dekatnya berdiri.
"Sebelum Nona keluar, silahkan baca ini dulu!" perintah Rafi sambil memberikan map tersebut kepada Riri.
"Aku enggak mau baca itu! Sudah buruan minggir!" teriak Riri kesal.
"Kalau Nona tetap bersikeras pergi? Maka malam ini juga Nona beserta keluarga silahkan keluar dari kediaman kalian selama ini," ancam Rafi tetap menghadangi Riri.
"Apa hak kalian mengusir kami dari rumah kami sendiri. Presiden saja tak punya hak akan hal itu. Apalagi kalian yang hanya orang biasa," balas Riri sengit.
"Tentu kami punya hak Nona, karena kakakmu sudah kalah dari balapan kemarin malam. Maka, dia harus menerima konsekuensi dari surat perjanjian yang sudah ditanda tanganinya," balas Rafi tak kalah sengit sambil menundukkan pandangannya hingga sejajar dengan Riri.
Tentu saja kondisi seperti ini membuat jantung Riri berpacu sangat cepat. Pria bak pangeran di film Frozen ini begitu dekat dengannya.
"Ya Allah, kenapa nih pria malah begitu dekat dengan aku. Bahkan, aroma nafas segarnya langsung masuk ke hidungku. Ya Allah, tolong kuatkan imanku," batin Riri deg-degkan. Tubuhnya bergetar hebat. Dia benar-benar dibuat mabuk kepayang dengan pesona yang dimiliki Rafi.
Mata Marvel semakin melotot seperti ingin keluar melihat aksi assisten pribadinya itu. Baginya aksi Rafi sudah bertindak di luar batas pekerjaannya. Apalagi wanita yang berada tepat di depan wajahnya adalah wanita yang begitu dikaguminya.
"Dasar sekertaris bodoh," umpat Marvel kesal dalam hati. Dia langsung berdiri hendak menghampiri mereka tapi tak jadi.
"Kalau aku menghampiri mereka yang ada akan menurunkan image-ku di depan Andra. Lebih baik, aku memperingatinya dengan ini, " imbuh Marvel dalam hati sambil mengetikkan pesan untuk Rafi, lalu segera mengirimnya.
Dreettt!
Hp Rafi bergetar.
"Huh, siapa lagi yang mengirim pesan? Mengganggu saja," gumam Rafi lalu segera mengambil hp di saku celananya.
Ia segera membaca pesan itu, matanya langsung membelalak. Pandangannya langsung melihat ke arah bosnya yang tengah memandanginya dengan mata tajam. Ia segera memundurkan tubuhnya, memberi jarak dengan wanita di depannya.
"Hampir saja aku kehilangan pekerjaanku gara-gara wanita aneh ini. Bisa-bisanya Bos menyukai wanita aneh seperti dia. Bukannya Nona Alena lebih cantik dan menarik dari pada wanita ini," batin Rafi.
"Tunggu-tunggu, barusan aku mengatai Bos. Tapi, kok aku bisa ya berperilaku seperti tadi. Padahal aku saja tak pernah berbuat demikian pada wanita lain yang pernah dekat dengan Bos," batin Rafi bingung.
Riri yang melihat ekspresi Rafi jadi merasa aneh.
"Kenapa wajah coolnya tadi jadi berubah panik, jangan-jangan kekasihnya atau istrinya yang mengirim pesan," batin Riri penasran.
"Buruan Nona baca ini sebelum Anda benar-benar menyesal!" perintah Rafi sambil menyodorkan map yang dipegangnya.
"Sudah kubilang aku tak mau! Minggir!" tolak Riri sambil menyenggol tubuh Rafi agar menggeser. Bukannya tergeser yang ada malah tubuh Riri mental dan hampir terjatuh kalau tidak langsung ditangkap Rafi.
Kali ini posisi mereka berdua terlihat seperti Romeo and Juliet. Tangan Rafi menyangga tubuh Riri yang nyaris ambruk ke lantai. Pandangan mereka saling beradu. Sepertinya, Rafi mulai termakan oleh omongannya sendiri.