Bugggg!
Suara tubuh Marvel menghantam lantai.
"Ck, kamu benar-benar menguji kesabaranku Riri!" Menatap Riri dengan mata merah menyala-nyala.
Dia segera bangkit dan langsung menghampiri Riri dengan wajah yang sangat merah. Riri langsung begidik ngeri. Ingin sekali pingsan lagi. Namun, tak bisa. Sepertinya, obat yang diberikan Dokter Rizal manjur.
Marvel bergerak cepat naik ke atas kasur lalu menimpa tubuh Riri, mengunci ke dua pergelangan tangan Riri agar tak bisa mendorongnya lagi.
"Aduh bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan agar dia tak jadi mengambil kesucianku?" batin Riri bingung sambil mengalihkan pandangannya ke samping. Nyalinya menciut, tak berani sedikitpun menatap raja singa yang sedang bersiap-siap menerkamnya.
"Bisa apa sekarang kamu? Kamu tak akan bisa mendorongku lagi," ucap Marvel tersenyum licik. Dia segera mendekatkan wajahnya ke ceruk leher Riri.
Berniat ingin memulai aksi liarnya. Namun, Riri segera menggoyangkan wajahnya ke kanan dan kiri untuk mencegah aksi Marvel tersebut.
"Ck, kamu!" Riri terdiam kembali. Suara berat Marvel begitu menyeramkan sekali.
Mendapatkan kesempatan emas, Marvel segera menempelkan bibirnya ke bibir Riri. Riri tetap diam saja. Marvel langsung melancarkan aksinya dengan lembut.
Berbeda jauh saat dia melakukan hal yang sama dengan wanita lain. Kerap kali teman kencannya itu meringis kesakitan karena bibirnya terluka.
Mendapatkan perlakuan selembut itu bukannya membuat Riri terbuai. Melainkan, dia menjerit hatinya. Lalu, meluruhkan air mata sebanyak mungkin.
Marvel menghentikan aksinya itu karena wajahnya terasa basah. Entah kenapa hatinya merasa tersayat melihat tetesan air mata Riri. Namun, sebisa mungkin dia tidak memperlihatkan kesedihannya itu agar Riri tidak memanfaatkannya.
"Baiklah. Kamu lebih memilih tinggal di jalanan berselimutkan angin dan beratapkan awan," ancam Marvel untuk menjaga image-nya di depan Riri.
"Ja-jangan! Bagaimana kalau kita menikah dulu? Barulah kamu boleh melakukan itu padaku. Aku tak mau memberikan kesucianku kalau bukan pada suamiku. Lagi pula bagaimana dengan hati ke dua orang tuaku kalau mereka sampai tahu," ucap Riri seberani mungkin. Ditemani derasnya aliran air mata yang kian membuncah.
Marvel terdiam sesaat mencerna permintaan Riri tersebut.
"Sepertinya, permintaannya malah sangat menguntungkan aku. Dengan begitu, dia tak akan pernah lepas dariku," batin Marvel senang.
"Oke, kalau begitu malam ini juga kita langsungkan pernikahan," balas Marvel tersenyum licik.
"Bukan sekarang tapi besok! Apa kamu ingin ke dua orang tuaku terkena serangan jantung mendadak. Anak gadisnya yang tak pernah pacaran tiba-tiba menikah usai ikut makan malam kakaknya," alasan Riri.
"Yah, biarlah mereka terkena serangan jantung. Itu bukan urusanku! Urusanku hanya sama kamu!" balas Marvel tersenyum licik.
"Kalau mereka bukan urusanmu kenapa kamu mengikut sertakan mereka dalam urusanmu dengan kakakku," jawab Riri kesal.
"Huh, pertanyaan yang merepotkan. Baiklah, besok kita langsungkan pernikahannya bukan malam ini," tegas Marvel mengalah.
Sedikit senyuman mengembang di bibir Riri. Akhirnya, dia bisa mengatasinya dengan caranya sendiri.
"Emm, kalau begitu tolong lepaskan tanganku sekarang. Kamu bangun dari atas tubuhku. Ingat kita kan belum menikah," ucap Riri tersenyum semanis mungkin. Walaupun sebenarnya dia merasa muak.
"Oke, tapi awas saja kalau kamu sampai membohongiku. Aku tidak segan-segan menghancurkanmu begitu pula dengan keluargamu," ancam Marvel sambil melepaskan tangan Riri. Kemudian, segera bangkit dari atas tubuh Riri.
"Huh, leganya," batin Riri sambil membuang nafas.
"Kalau begitu kamu pulang sekarang bersama kakakmu. Aku akan mengikutimu dari belakang untuk langsung melamarmu malam ini," perintah Marvel.
"Ba-baik!" Riri segera turun dari kasur.
Riri melangkahkan kakinya menuju pintu lalu segera membukanya. Rafi dan juga Andra melihat ke arah pintu yang terbuka. Pandangan mereka sangat berbeda, kalau Rafi tampak aneh. Sementara Andra, ia begitu senang melihat adiknya keluar dari kamar Marvel.
Terlihat jelas kalau adiknya belum diapa-apakan oleh Marvel dari penampilan Riri yang terlihat masih sangat rapih. Riri melangkahkan kakinya menuju sang kakak.
"Ayo Kak kita pulang!" ajak Riri dingin. Dia masih sangat kesal dengan kakaknya yang bodoh itu.
"Serius Dek, kita pulang sekarang? Sepertinya, kamu belum diapa-apakan sama si Marvel?" tanya Andra tersenyum senang.
"Hemmm, ayo kita harus segera pulang ke rumah karena bentar lagi akan ada tamu penting," sewot Riri.
"Tamu penting? Siapa Ri?" tanya Andra penasaran.
"Aku tamunya, buruan sana kalian pulang!" sahut Marvel yang baru keluar.
Andra langsung terbengong mendengarnya. Dia begitu terkejut mengetahuinya.
"Ayo Kak, kita pulang sekarang!" tarik Riri.
Andra pasrah saja ditarik-tarik adiknya. Dia diam memikirkan hal apalagi yang akan menimpa keluarganya.
"Ri, buat apa dia ke rumah kita? Apa dia akan mengusir kita?" tanya Andra panik saat sudah sampai di dekat motornya.
"Itu tidak akan terjadi Kak," jawab Riri malas. Raut wajah kesal terlihat jelas dari cara dia berbicara pada Andra sejak tadi.
"Lalu buat apa Ri?" tanya Andra bingung.
"Melamarku. Puas kau sudah menggadaikan adikmu ini," jawab Riri semakin kesal.
"What? Melamarmu Ri? Ini seriuskan? Baguslah doa Kakak terkabulkan kalau begitu," ucap Andra enteng lalu tersenyum.
"Hey, kenapa doa Kakak begitu buruk terhadapku?" tanya Riri kesal.
"Em, daripada kamu harus melayani dia tanpa status pernikahan. Lagi pula, statusmu akan berubah menjadi Riri Sanjaya. Kan itu sangat keren," jawab Andra enteng.
"Ya Allah, kau benar-benar Kakak menyebalkan sepanjang hidupku. Sudah mengorbankan adiknya untuk sebuah ambisi. Diam-diam mendoakan adiknya agar menikah dengan pria tukang PHP itu. Doakan saja biar adikmu ini cepat mati sekalian agar kau puas!" sungut Riri lalu membalikkan tubuhnya membelakangi Andra.
"Hey, jangan marah gitu dong, Dek!" Andra menghadapkan Riri ke arahnya.
"Kakak minta maaf karena sudah banyak mengorbankanmu. Nanti, kita cari cara agar dia tidak bisa menyentuhmu. Ayo kita pulang ke rumah sekarang," rayu Andra.
"Tidak mau! Aku ingin mati saja," ucap Riri segera melepaskan pegangan Andra. Lalu berlari kencang hendak menuju jalan raya.
"Ri, jangan!" Andra segera mengejar adiknya itu. Perasaan defresi kembali menyerang jiwanya.
Di saat Riri hendak melanjutkan larinya ke jalan, tiba-tiba terdengar suara klakson mobil keras. Andra segera menangkap tubuh adiknya.
Tin! Tin!
Ciiiitttt!
Mobil tersebut langsung berhenti mendadak. Sang pengendara pun langsung ngomel-ngomel sama Riri dan Andra.
"Woy, kalau punya masalah itu tolong selesaikan dengan baik-baik. Jangan rugikan kami para pengendara!" cerca pengendara.
"Iya Mas, maafkan kelalaian adikku," balas Andra sesopan mungkin.
"Huh, dasar!" Napas pengendara itu kembang kempis. Mobil tersebut langsung tancap gas melanjutkan perjalanannya kembali.
"Maafkan Kakak, Ri?" ucap Andra lalu memeluk erat adiknya.
Riri menangis sesenggukkan. Dia tidak menjawab permintaan maaf Andra.
"Kamu tenang saja. Jangan putus asa begini. Kakak punya rencana agar ketika kamu sudah sah menjadi istrinya." Andra mengusap lembut bahu Riri untuk menguatkannya.