Chereads / Chef Cobek / Chapter 39 - SIKSAAN CLARA

Chapter 39 - SIKSAAN CLARA

Tubuh dan wajah Naya sudah sangat perih. Tapi ia tidak mampu membalas atau kabur dari sana. Tali yang mengikatnya sangat kuat dan akan membuat kedua tangannya sakit jika dipaksakan.

"Berminggu-minggu gue nyari Lo. Perlakuan Seno ke gue itu bener-bener beda banget. Ternyata … Lo penyebabnya. Wanita berhijab yang memiliki tujuan busuk!" Clara terus memukuli Naya. Tatapannya terlihat sangat jiji, sampai-sampai ia meludahi wajah Naya tanpa rasa malu.

Nafas Naya semakin terasa sesak. Ia geram, namun tertahan. Ia kesal, namun terjejal. Sabar itulah yang menahan dan menjejal amarahnya.

"Menangis lah, Naya! Selama ini lo terlihat sangat bahagia di atas penderitaan gue. Dan gue … " Clara mencengkram dagu Naya dengan kuat. "Gue gak suka liat Lo bahagia!" Lanjutnya yang melempar dagu manis itu dengan sembarang.

"I-b-u … Naya rindu … " hanya itu yang ada di benak Naya.

Berbeda dengan Naya yang sedang menangis terluka, Seno terus melirik jam tangannya bolak-balik. Jam tiga pagi sebentar lagi, dan ia masih belum menemukan Naya yang hilang.

"Sial! Bajingan banget gue. Ngeluarin 10 mobil yang terisi bodyguard, tapi hasilnya NOL!!" Seno mendengus kesal. Ia benar-benar tidak suka dengan caranya bekerja.

Kedua matanya beralih ke arah perumahan yang sangat sepi. Pengisinya sudah terlelap tidur. Lalu ia meminta supirnya untuk kembali lagi ke tempat kumpul semula bersama para bodyguard-nya. 

"Pencarian dilanjut besok. Tapi ingat! Gue gak mau tau, besok malam terakhir Naya ditemukan!" Seru Seno yang langsung kembali lagi ke dalam mobil.

Semua bodyguard-nya mengangguk. Mereka sudah tau, jika Seno sudah berkata seperti itu, mereka tidak bisa membantah ataupun melarangnya. Dengan itu mereka berdiskusi agar teman-teman mereka yang ada di rumah atau pun nanti pagi ada di ladang, bisa membantunya mencarikan keberadaan Naya. 

Mereka semua mengirimkan foto Naya yang dikirim tadi oleh Seno. Mereka pun mengingatkan kepada teman-temannya jika tidak menyalahgunakan foto wanita yang sangat dicintai Seno itu.

"Yah, gak aktif si Dadang. Sepertinya dia masih tidur." Keluh salah satu bodyguard yang memiliki kumis tebal.

"Yaiyalah masih tidur, gak liat apa jam berapa sekarang. Gak papa, asal kita udah minta bantuan sama temen-temen. Nanti kita semua selamat!" Jawab pria bertopi hitam dengan antusias.

Mereka pun mengangguk setuju.

Di jam tiga pagi ini, kedua mata Dito masih terbuka sempurna. Ia memainkan handphone Naya dan terus menempelkannya di pipinya.

"Padahal sebentar lagi Naya lomba masak, seharusnya dia gak boleh banyak pikiran." Keluhnya.

Kedua orang tua Dito sudah terlelap, Dito pun melihat dengan mata kepalanya sendiri jika orang-orang yang disayanginya itu sudah pergi ke alam mimpi.

Lamunan Dito buyar saat handphone-nya berdering. 

"Seno?!" Panggil Dito antusias.

Sebelumnya Seno memang nelepon ke nomor Naya, tapi Dito enggan menjawabnya karena ia merasa kesal melihat itu.

"Gimana?!" Tanya Dito tanpa basa-basi.

"Di kosan, Naya dan Mauren bener gak ada. Terus gue udah nyari ke mana-mana tetep gak nemuin dia." Suara Seno terdengar jelas di handphone Dito.

"Jadi Naya bener ilang?!" Kejut Dito. 

"Iya!!! Lo apain si Naya sih, hah?! Sampe ilang gini. Tau gini gue yang jagain dia!" Celetukan Seno diiringi dengan rasa kesal.

Kedua alis Dito mengerut sempurna. Ia tidak suka dengan apa yang diucapkan Seno. Membuatnya kepanasan dan emosinya terpancing.

"Gak papa! Lagian Lo juga gak akan becus kalau ngurusin cewe yang udah mandiri kek Naya." Dito balik meledek.

"Ayss … " geram Seno yang langsung mematikan sambungan teleponnya sepihak.

Dito pun langsung melempar handphone-nya sembarang. Kemudian ia menyimpan handphone Naya di bawah bantal, dan membiarkannya di tempat itu.

Di pagi harinya, matahari menyilaukan kedua mata Clara yang sedang terpejam. Pembantunya sudah sejak tadi membangunkan Clara dan membuka gordennya dengan perlahan, tapi Clara tidak bisa bangun dengan cepat.

"Ahhh, tubuhku terasa ngilu." Teriaknya saat menggeliat.

Clara tidak memikirkan Naya yang justru tubuhnya lebih ngilu dan sakit karena siksaan darinya. Semalaman Naya disiksa dan dengan bebasnya Clara menyayat tangan Naya dengan pecahan kaca yang berserakan di rumah kosong.

"Darah itu … " gumam Clara yang mengingat darah segar yang keluar dari kulit Naya yang disayat kasar.

"Aku merindukannya lagi. Merindukan Naya untuk bahan siksaan!" Lanjutnya. 

Dengan cepat ia bangkit dan masuk ke kamar mandi. Ia bersihkan dan rendam kan tubuhnya sebentar di dalam air hangat. Berbeda dengan Naya yang kedinginan karena tubuhnya tidak diselimuti oleh apapun. Hanya pakaiannya saja yang masih melindunginya dari angin pagi.

Di sana Naya menunduk lemah, merasa sangat lapar dan pusing. Terlebih ia menderita karena Mauren tidak ada di pelukannya. 

"Mauren pasti ingin minum susu. Aku takut dia kelaparan, dan … " ucapannya menggantung saat pikirannya berlayar kemana-mana.

Hanga menangis yang ia bisa saat ini, ia benar-benar menjadi boneka Clara yang bebas dimainkan kapan saja. Dilempar ketika kesal, dan ditampar ketika melihat wajahnya.

"Ibu … " lirihnya lagi.

Beberapa menit kemudian, Clara masuk dengan parfume yang semerbak. Mencuri perhatian Naya, dan membuat jantungnya berdegup kencang karena amarah yang mulai bergejolak lagi.

"Mana MAUREN?!!" Tanya Naya dengan bentakannya. Ia sudah tak sabar lagi berdiam diri dan menerima semua kepedihan.

Clara sempat terkejut dalam langkahnya, tapi kemudian ia kembali melangkah dan mencengkram kuat wajah Naya lagi.

"Jangan berbicara seperti itu kepadaku!" Clara menampar pipi Naya bolak-balik. 

Wajahnya sudah sangat lebam, tapi bagi Clara itu baru pemanasan.

"Sampai kapan pun Lo gak akan pernah hidup bahagia!" Ancam Clara dengan penuh amarah.

"Aku akan mempermalukanmu! Sekarang juga!" Teriaknya lagi.

Di sana Clara langsung menarik kerudung Naya dan membuat rambutnya terurai. Beberapa kali Naya memberontak, tapi itu tidak merubah niat Clara untuk mengampuninya.

Air mata Naya semakin berjatuhan. Ia menangis dengan histeris. Selama ini ia sudah menjaga dirinya dan menuruti perintah-Nya dengan menutup aurat. Tapi Clara membukanya dengan santai dan penuh kebahagiaan.

"Aku mohon jangan lepaskan kerudungku." Naya memohon dalam isak tangisnya.

"Diam!" Clara terus menampar Naya lagi. Kemudia ia membungkam mulutnya dengan kain ciputnya.