Chereads / Chef Cobek / Chapter 22 - SENO

Chapter 22 - SENO

"Seno memang belum menikah bi, tapi wanitanya berhamburan di mana-mana." Jawab Naya polos.

Bi Nemi memang mengakui itu semua, tapi di dalam hatinya entak kenapa Naya sangat cocok sekali dengan bosnya. Bi Nemi akan mendukung Seno untuk menjadikan Naya sebagai pendamping, karena Naya terlihat begitu sempurna jika menjadi istri Seno.

Lama berbincang, Naya pamit untuk kembali bekerja. Ia harus membereskan halaman dan membersihkan debu-debu di ruang tamu yang sangat luas. Tapi bi Nemi melarangnya, ia langsung mengajak Naya untuk naik ke atas dan menyuruhnya beristirahat di kamar yang sudah disediakan.

Beberapa kali Naya menolak, tapi bi Nemi selalu membantah dan tetap mengajak Naya naik ke atas.

Saat Naya sampai di lantai dua, matanya sungguh dimanjakan dengan hiasan rumah yang sangat elegan. Sepertinya rumah itu adalah rumah impian Naya selama ini, ia cukup merasa tenang bisa ada di dalamnya meski hanya sekejap.

Naya memang baru menikmati rumah yang indah itu sekarang, kemarin ketika Naya diajak paksa oleh Seno, Naya tak memperdulikan semua keindahan yang ada di dalam rumah Seno. Ia hanya fokus pada tujuannya untuk mengambil cobek.

"Jika neng tidak mau melihat bibi dimarahi oleh pak Seno, sebaiknya neng ikuti ucapan bibi, ya, neng. Neng tidak boleh terlalu cape, sekarang neng masuk dan beristirahatlah di sini." ucap bi Nemi ketika membuka pintu kamar untuk Naya.

Kamarnya begitu luas, sepertinya ukurannya lebih dari satu kosan di kosan Naya. Naya senang, tapi di sisi lain ia pun berhati-hati. Naya tidak mau dibodohi, ia takut jika Seno baik karena ingin mengambil cobeknya lagi. Tapi tak lama, Bi Nemi membantah itu semua. Tidak ada niat jahat pada Naya.

"Baiklah bi. Tapi jika Seno sudah datang, tolong beritahu Naya ya, bi." pinta Naya yang langsung diangguki oleh bi Nemi.

Naya pun masuk, ia berjalan melihat semua pernak-pernik yang tertempel di dinding. Ia pun melihat pemandangan dari jendela kamarnya. Ruangannya sangat bagus sekali, kamar mandinya pun begitu lengkap dengan perlengkapan mandi sesuai kebutuhan.

"Semoga suatu saat nanti aku bisa membangun rumah seperti ini, bisa menjadi tempat yang teduh bagi aku dan Mauren!" gumam Naya dengan sendu.

Karena Mauren rewel, Naya pun menimangnya dan memberikannya dot agar cepat tidur. Tak hanya itu, ia membaringkannya di atas kasur yang berukuran besar lagi empuk.

"Aduh, bisa-bisa aku tidur juga ini. Kasurnya empuk banget," gerutu Naya.

Dan ternyata benar, Naya ikut terlelap bersama Mauren. Ia tidur hingga hari pun sudah sing, Naya tidak mendengar adzan ataupun Seno yang sudah pulang dari kantornya.

"Kenapa ya gue ngerasa adem banget kalau deket Naya. Dia sabar banget ngurusin adiknya, jahat banget emang si Daris. Bisa-bisanya ngusir wanita secantik ini," Seno menatap lekat wajah Naya yang sedang tidur.

Lamunannya sudah jauh, ia berharap bisa satu atap bersama Naya. Menjalani hari berdua dan melakukan kegiatan bersama.

Seno pun berpindah tempat, ia duduk di sofa sambil tetap menatap Naya.

"Seno?! Ngapain di sini?" kejut Naya saat mengetahui Seno memperhatikannya.

Seno pun ikut terkejut, ia beralasan hanya untuk mengecek Naya saja. Saat Naya melihat jam dinding, ia semakin terkejut. Karena jamnya menunjuk ke arah setengah dua, sedangkan Naya belum shalat Dzuhur.

"Titip Mauren sebentar!" Naya lari setelah turun dari kasur. Lalu ia masuk ke kamar mandi.

Ketika keluar dari kamar mandi, Naya melihat Seno sedang menggendong Mauren. Mauren menangis karena keributan Naya saat turun dari kasur. Langkahnya semakin lambat saat Seno terus menimang Mauren dengan lembut. Ia kira Seno tak punya hati, tapi ternyata Seno baik juga.

"Ah, kalau mau shalat mukenanya di sana." Seno menunjuk ke arah lemari.

Mukenanya wangi dan rapi, "Ini mukena suka dipake sama siapa?" tanya Naya.

"Baru kamu," Jawab Seno simple.

Naya pun mengangguk dan melanjutkan shalatnya. Sepanjang shalat, Seno terus memerhatikan Naya. Sesekali ia tersenyum dan membuang nafas dengan penuh kedamaian.

Tiba-tiba handphone Naya berdering, Dito memanggilnya. Seno langsung mengangkatnya begitu saja, "Hallo!" ucapnya.

Dito terkejut, ko bisa handphone Naya ada di tangan Seno?

"Di mana ini?! Ko bisa handphone Naya ada di tangan Lo?" tanya Dito dengan nada tinggi.

"Di kamar, kenapa?"

Sesaat emosi Dito naik, ia benar-benar ingin melabrak Seno di lantai dua. Tapi semua bodyguard Seno sudah menahannya lebih dulu.

"Gue mau ngomong sama Naya!" pinta Dito.

Namun permintaannya itu malah diabaikan oleh Seno, ia mematikan sambungan teleponnya dan mematikan datanya.

Dito marah dan tak bisa berpikir dengan jernih lagi. Ia memilih pulang dan membiarkan Naya bersama Seno. Dito kecewa berat, ia benar-benar menyayangkan sikap Naya yang dengan cepatnya berubah.

"Heh, ngapain sih ngangkat telepon orang sembarangan?! Gak sopan!" Naya menarik handphone-nya dari tangan Seno.

Seno tersenyum licik dan berjalan sambil menggendong Mauren.

Naya semakin geram saat nomor Dito dihapus oleh Seno, semua percakapannya pun dihapus tak tersisa.

"Seno! Ngapain sih main hapus-hapus nomor orang?! Gak ada kerjaan apa?"

Seno masih terdiam, ia malah terus mengajak Mauren mengelilingi ranjangnya. Naya sangat kesusahan menghubungi Dito, terlebih ia tidak hafal nomornya. Beruntung di notes ia simpan nomor-nomor penting, Naya langsung menghubungi Dito.

"Gak diangkat lagi, pasti Dito salah paham." gerutunya.

"Kenapa sih Lo jawab di kamar?! Jadi Dito salah paham, 'kan." kesal Naya.

"Emang kenapa kalau salah paham?! Dia siapa kamu? Pacar?! Bukan 'kan?!" Jawab Seno.

"Dia emang bukan pacar gue, tapi dia sangat berharga di hidup gue."

Jawaban Naya sangat membuat hati Seno sakit, ternyata Naya menganggap Dito lebih dari apapun. Dari sana, Naya mengambil alih Mauren. Ia akan pulang dan berhenti bekerja untuk selamanya.

Tapi Seno menahan Naya, ia meminta agar Naya tetap bekerja di rumahnya. Naya menatap tajam tangan Seno yang memegang tangannya, tak lama Seno pun langsung melepaskannya.

"Tapi bener kan tadi kita emang lagi di kamar, cuma dia nya aja yang langsung baper. Seharusnya dia nanya dulu lagi ngapain, gak langsung marah kek gitu." kesal Seno.

Naya tak menjawab, ia melengos pergi tanpa kata. Dan lagi-lagi Seno menahannya dengan menarik sedikit kain baju Naya, "Gue gak mau tau Lo harus tetep kerja di sini!" titahnya.

"Apaan sih?!" sewot Naya yang langsung pergi.

Seno menyuruh agar supirnya menyusul Naya dan mengantarnya hingga kosan, ia tidak mau Naya kecapean dan terjadi sesuatu di jalan.

Ketika supir Seno datang, Naya menolaknya. Ia lebih memilih untuk jalan kaki hingga kosannya. Meskipun entah sampai kapan ia sampai. Naya tak punya uang sepeserpun, untuk makan saja selalu diberi oleh Dito.

"Plis neng, jika tidak tuan akan marah dan memecat saya." ucap sang supir dengan memohon.

Karena kasihan, akhirnya Naya pun menerima tumpangannya. Selama di dalam mobil, sang supir banyak menceritakan tentang Seno majikannya. Ceritanya sangat mirip dengan cerita yang disampaikan oleh bi Nemi.

"Sepertinya Tuan Seno mencintai neng deh, semoga saja dengan cintanya Neng, tuan Seno perlahan bisa berubah." ungkap sang supir.