Chereads / Chef Cobek / Chapter 25 - Tertarik oleh Wajah Seno yang Tampan

Chapter 25 - Tertarik oleh Wajah Seno yang Tampan

Ketika Naya menumis bumbu untuk ikan kakap tadi, Seno lanjut memotong bumbu-bumbu lain untuk kering tempe. Seperti bawang merah, bawang putih, dan lengkuas. Tentunya memotong bahan-bahan itu dibimbing oleh Naya.

Aroma bumbu saus kari semakin terasa saat bumbu yang ditumis oleh Naya ditambahkan dengan santan. Seno semakin tidak fokus memotong bumbu lain, padahal Naya mengerjakan itu dengan terburu-buru karena khawatir dengan Mauren di kosan.

"Seno!" panggil Naya saat mata Seno lama terpejam karena menikmati aroma dari saus kari.

Security, bi Nami, dan supir Seno yang masih mengintip di balik dinding hampir keceplosan tertawa saat Naya menyentak dan memanggil bosnya dengan panggilan 'Seno' saja. Beruntung mereka langsung bersembunyi dan pergi dari sana, kemudian mereka tertawa puas saat mengingat ekspresi bosnya yang sudah tidak ada harga dirinya di depan wanita polos seperti Naya.

"Ini udah selesai, cepetan motong bumbunya. Heuh tau gini mending aku aja yang motong," Naya mendengus kesal.

"Iya-iya." Seno nurut.

Terakhir, Naya mengambil saus kari itu dan hendak menuangkan ke atas kakap yang sudah disimpan di atas piring. Tapi tiba-tiba Seno menghentikan Naya dan meraih handphone-nya dari dalam saku celana.

"Bentar, ini momen yang harus diabadikan." ucap Seno sambil mem-video masakan Naya.

"Ayo lanjutkan, siram sekarang!" titahnya.

Karena enggan berdebat, Naya pun menyiramkan saus kari itu ke atas kakap yang sudah di simpan di atas piring tadi. Wajah Seno nampak gembira saat mengabadikan momen itu, hingga tak terasa pandangan Naya tertuju pada wajahnya yang tampan.

"Stop, Naya!!" Seno menghentikan aksi Naya yang malah terus menuangkan saus kari ke dalam piring hingga meluap.

"Astaghfirullah! Apa yang aku liat?! Tiba-tiba aku memerhatikan wajahnya sampai gagal fokus gini?! Astaghfirullah ... " batin Naya terus mengomel.

Wajah tampan Seno sudah mencuri perhatian Naya, hingga ia gagal fokus dan menyiram ikan kakap hingga saus karinya meluap. Beruntung Seno menghentikannya, jika tidak, saus kari itu akan habis dan Seno tidak akan mendapatkan jatah makan malam karena masakan Naya terbuang.

"Kamu kenapa sih, Nay?!" heran Seno.

Naya malah tergugup, "Lupakan!" pintanya yang langsung menyimpan ikan kakap di meja makan. Kemudian ia melanjutkan menumis bumbu kedua untuk kering tempe.

Setelah kejadian tadi, Seno jadi senyum-senyum sendiri. Ia merasa jika Naya tertarik dengan dirinya, hatinya terus berbunga-bunga menyadari itu.

"Sekarang aku kerja apa?!" tanya Seno.

"Udah beres ko, kamu tunggu aja di meja." ucap Naya tanpa melirik lagi wajahnya.

Akhirnya Seno pun kembali dan duduk di kursi makan. Netranya terus menatap Naya dari belakang, entah kenapa ia merasa Naya berbeda dengan wanita-wanita yang ia kenal sebelumnya. Terlebih para wanita sebelumnya itu tidak ada yang memakai hijab, kini ia dihadapkan dengan wanita berhijab.

Dulu, Seno men-judge wanita berhijab itu tak asik dan tak menarik. Tapi kini, Naya hadir dalam hidupnya dan menghancurkan perspektif Seno sebelumnya.

"Tunggu! Mau kemana?!" Seno menghentikan langkah Naya saat semua masakannya sudah selesai tersaji di meja makan.

"Mau pulang," Jawab Naya simple.

"Sudah aku bilang, kamu harus makan dulu bersamaku di sini. Atau tidak, aku akan menggenggam tanganmu lagi dengan paksa." ancamnya.

Dengan kesal Naya duduk dan menuangkan nasi di atas piring, lalu memberikannya kepada Seno. Seno keheranan, "What?!! Sempet-sempetnya dia nuangin nasi buat gue, padahal lagi kesel. Cewe aneh emang," batinnya.

"Buat siapa?!" tanya Seno basa-basi.

"Buat siapa lagi?!" ketus Naya.

Mereka pun mulai makan bersama, lagi-lagi Seno membayangkan Naya adalah istri sahnya. Sesekali tatapan itu tertuju pada wajah Naya yang imut, ia pun menyuap nasi dengan tersenyum.

"Ngapain sih?!" risih Naya.

Seno langsung menunduk dan menggeleng. Dari sana Naya benar-benar merasa ada yang beda dengan tingkah Seno. Tidak hanya itu, kondisi hatinya pun terasa beda ketika ada di dekat Seno. Padahal Seno adalah pria yang paling menyebalkan untuk Naya, dan ia pun sering membuat Naya geram.

Seno mengalihkan suasana yang canggung itu ke pertanyaan baru"Kenapa tadi gak pake cobek baru punyaku?!"

Naya hanya menggeleng polos, kemudian ia bangkit dan berjalan mendekati wastaple.

Sedangkan di kosan Naya, Dito terus menggendong Mauren. Beberapa kali Mauren nangis dan Dito langsung membuatkan susu untuk adik sahabatnya itu.

"Ya ampun, cuma beberapa jam aja gue ngejagain Mauren udah kesel banget. Apalagi Naya yang tiap hari, rasanya gue mau muntah saking pusingnya diemin Mauren yang nangis terus." gerutu Dito sambil terus menimang Mauren dengan kain gendongan.

Dito benar-benar kewalahan, ia hendak menelpon Naya tapi handphone-nya tertinggal di kosan. Dengan lemas ia duduk dan bersandar.

Di rumah Seno, Naya meminta agar dirinya segera pulang. Tapi Seno kekeh enggan memberikan izin, bahkan sudah hampir setengah jam mereka berdebat.

Kesal dengan sikap Seno, akhirnya Naya pergi keluar rumah begitu saja. Seno terus memanggil Naya dan berusaha menahannya.

"Naya!! Oke, oke, Lo gue izinin Lo pulang dan gue anter sekarang juga. Tapi plis Lo harus tepatin kesepakatan yang telah kita buat!" pinta Seno.

Merasa tak ada pilihan lain, akhirnya Naya menerima permintaan Seno dan Seno membuang nafas lega. Sangat sulit baginya membujuk Naya yang keras kepala dan pemberani itu. Beruntung perasaannya terhadap Naya telah menjaga emosinya, jika tidak, mungkin Naya sudah babak belur karena tamparannya.

"Dito?! Ya ampun kasian banget sih," sedih Naya saat melihat Dito ketiduran di kursi sambil menggendong Mauren. Ia pun menggendong Mauren dan menyuruh Dito untuk kembali tidur.

Dalam kesadarannya Dito melihat Seno di dekat pintu, ia menggunakan kesempatan itu untuk memanas-manasi hati Seno. Ia meminta Naya untuk mengambilkan bantal atau guling, dan dengan cepat Naya mengambilnya sambil menggendong.

Naya melayani Dito dengan sangat antusias, hingga Dito membuka sebelah matanya dan menaikkan alis sebelah kanannya untuk Seno. Hati Seno benar-benar panas, Dito berhasil membuatnya geram. Jika tidak ada Naya mungkin Dito habis di tangannya.

"Kapan gue dilayani seperti itu, ya?!" batin Seno sedih.

"Lo harus istirahat dulu sebelum lanjut kerja, nanti gue bangunin!" ucap Naya yang langsung membuat kedua mata Seno melotot.

"Enak banget si tengil, dapet perhatian Naya tanpa harus bersusah payah membujuknya." batin Seno lagi-lagi sirik.

Seno tidak tau saja jika Dito selalu ada untuk Naya, dengan itu Naya memperlakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh sahabat.

"Bisa gak enggak seperhatian itu?!" tanya Seno pada Naya kesal.

"Dan Lo, Dito! Bisa gak Lo itu jangan so lelah gitu?! Geli gue liatnya." lanjutnya.

Dito tak merespon, ia masih terus memejamkan matanya. Padahal ia ingin tertawa puas meledek Seno yang ternyata tidak ada apa-apanya di hadapan Naya.

Naya juga tak merespon ocehan Seno, ia duduk menggendong Mauren sambil bermain handphone.

"Coba kalau cobek milik Naya itu masih ada di tangan gue, udah pasti nurut tuh cewe!" batinnya berandai-andai.