Chereads / Dokter Tampanku / Chapter 3 - Penawaran Mimpi

Chapter 3 - Penawaran Mimpi

Setelah permasalahan Leandra dengan Adrian selesai, hidup Leandra benar-benar menyendiri tanpa seorang kekasih. Ia memilih fokus pada ujian nasionalnya yang saat ini akan berlangsung hingga empat hari ke depan.

4 hari ujian nasional tersebut sudah berakhir dengan damai. Leandra, Alcie dan Renza merasa lega karena setelah itu mereka hannya menunggu hasilnya saja. Akan tetapi bagi Leandra setelah ujian nasional hidupnya semakin tidak tenang.

"Hari ini enggak ada ke sekolah 'kan nak?" tanya Ibu pada Leandra setelah mengambil minuman dari lemari pendingin.

"Enggak, Bu."

"Temui Ayahmu dulu ya, Ayah di depan."

Deg!

Jantung Leandra berdegup tidak karuan, ia sudah membayangkan akan berdebat dengan Ayahnya kembali.

"Ayah mau bilang apa?" tanya Leandra seraya duduk di depan Ayahnya.

Pagi itu sebenarnya masih sangat sejuk tetapi terasa sesak bagi Leandra.

"Ujian nasional sudah selesai 'kan? Masih ingat dengan perkataan Ayah?"

Leandra menganggukkan kepalanya.

"Sekarang kamu tinggal memutuskan kamu memilih lanjut kuliah kedokteran dan menikah dengan laki-laki putra rekan Ayah atau hidup menderita?"

Amarah Leandra seolah bergemuruh sekali ingin marah dan berdebat.

"Apa Lea boleh minta satu permohonan?"

"Silakan."

"Selama ini 'kan Lea juga belum tahu orang itu siapa dan Ayah bilang setelah ujian ini akan ada pertemuan. Nah apa boleh Lea minta pertemuan diundur setelah Lea ujian ke universitas Yah?"

"Berarti kamu setuju?"

"Belum sepenuhnya, Ayah."

"Oke, Ayah beri waktu sampai kamu ujian ke universitas dan setelah itu enggak ada lagi pengunduran waktu untuk pertemuan keluarga."

Leandra mengangguk-anggukkan kepalanya perlahan. Setelah itu Leandra masuk ke kamarnya dengan hati yang sudah tidak tertata rapi.

*****

2 hari kemudian.

Hari yang dinantikan ujian itu telah tiba. Perasaan Leandra tidak menentu. Setelah ia siap ia segera keluar dari kamarnya.

Tok! Tok! Tok!

Leandra mengetuk pintu kamar Leonal. Tidak lama kemudian Leonal keluar dengan mengenakan celana jeans cream, kaos pendek berwarna hitam dibalut jaket jeans berwarna hitam.

Leandra memperhatikan Leonal dari atas hingga bawah.

"Apa sih yang kakak lihat?"

"Sumpah ya berbeda banget hari ini."

"Enggak usah takjub begitu lihatnya, aku memang ganteng banget 'kan?"

"Okay, okay yang penting kamu bahagia deh. Sudahlah ayok."

Setelah itu Leandra segera pergi ke tempat ujiannya. Ia berkendara menggunakan sepeda motor milik Leonal. Sepanjang perjalanan Leandra tidak bersuara sedikitpun.

"Tumben senyap banget kak."

"Lagi malas mau ngomong, kalut banget."

"Sekarang pikirkan ujian dulu kak."

Leandra kembali terdiam dan tidak lama kemudian mereka sampai di universitas.

"Hai, Lea," sapa Alcie yang sudah berada di sana.

"Eh hai, sudah lama?"

"Belum kok. Renza sudah masuk duluan karena ruangannya berbeda sama kita."

"Oh okay enggak apa-apa. Eh Leonal kamu langsung pulang 'kan?"

"Aku ada urusan kak, kalau mau balik telepon saja."

"Okay, thank you."

Leonal segera pergi dari universitas tersebut. Sedangkan Leandra dan Alcie segera memasuki ruangan ujiannya.

Mereka memulai ujian tes tertulis kedokteran tersebut hingga selesai. Jika mereka dinyatakan lulus tes tertulis maka akan dilanjutkan dengan tes kesehatan pada universitas tersebut.

Sore itu Leandra pulang bersama Leonal.

"Kenapa mampir?" tanya Leandra karena Leonal mampir ke sebuah tempat perbelanjaan.

"Mau beli makanan kagak?"

"Enggak ah," seraya menghela napasnya.

"Ya sudah tunggu di sini."

Leonal segera masuk dan setelah 10 menit ia kembali keluar membawa satu kantong plastik belanjaan.

"Nih," Leonal memberikan kantong plastik tersebut pada Leandra.

Leandra mengernyitkan dahinya lalu membuka kantong plastik tersebut, di dalamnya berisi makanan ringan dan minuman lainnya. Senyuman manis mulai terlukis pada bibir Leandra.

"Terima kasih," ucap Leandra seraya menatap Leonal.

"Apaan sih kak."

"Yee 'kan bilang terima kasih. Kamu kok baik sih?"

"Yoi kak, habiskan itu kak besok aku belikan lagi."

"Dapat duit dari mana kamu?"

"Job orang ganteng itu banyak kak."

"Terserah deh asal kagak macam-macam."

Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan ke rumahnya. Sesampainya di rumah Leandra bergegas masuk ke kamarnya dan menguncinya. Ia membersihkan dirinya dan benar-benar ingin di dalam kamar saja tanpa bertemu Ayah dan Ibunya. Hingga 1 bulan kemudian Leandra dinyatakan lulus karena jalur prestasi dan tes kesehatannya yang sangat baik.

Glek!

Suara gagang pintu dibuka oleh Ibu Leandra.

"Lea, kamu di dalam 'kan?"

Leandra membuka pintu kamarnya seraya berkata

"Masuk saja, Bu," dan menutup pintunya kembali.

"Mumpung ini masih pagi Ibu mau kasih tahu kalau nanti malam aka nada pertemuan keluarga."

"Ayah di mana?"

"Di ruang kerja, kenapa?"

Leandra tidak menjawab pertanyaan Ibunya, ia segera berjalan menuju ruangan kerja Ayahnya.

Tok! Tok! Tok!

"Permisi, Yah."

"Masuk."

"Ayah, Lea mau…" kalimatnya terhenti.

"Kamu mau apa?"

"Lea 'kan belum kuliah pertama, apa boleh kalau pertemuannya diundur lagi?"

Ayah Leandra menatap Leandra dengan sorot mata tajamnya, semula ia masih berfokus pada layar monitor laptop kini pada wajah putrinya.

"Sudah berapa kali kamu mengundur ini? Kamu minta setelah lulus SMA, setelah tes sampai kamu dinyatakan lulus dan sekarang waktu kamu untuk mengundurkan pertemuan itu tidak ada lagi."

"Tetapi Ayah."

"Ayah tidak menerima penolakan lagi, nanti malam tetap nanti malam."

Leandra ingin menjawab perkataan Ayahnya kembali namun sang Ayah tidak membrikan waktu.

"Silakan keluar dari ruangan Ayah."

Rasa kesal dan marah bersatu dalam diri Leandra. Seberapa kuat pun usahanya akan tetap kalah jika dengan Ayahnya. Ia kembali ke kamar dan Ibunya tetap berada di sana.

"Bu, Ayah kenapa keras kepala sekali sih?"

"Dengarkan Ibu dulu, kamu temui dulu keluarganya, mereka keluar baik kok. Enggak ada salahnya bertemu dahulu."

Leandra terdiam dan tidak mau menjawab apapun karena ia berdebatt sendiri dengan pemikirannya. Hingga akhirnya Ibu Leandra keluar dari kamarnya.

Meskipun masih nanti malam tetapi Leandra sudah tidak tenang, kalaupun ia berusaha kabur dari rumah itu tidak akan berhasil. Mengingat kenalan Ayahnya yang begitu luas. Leandra pernah kabur saat itu akan tetapi ia bertemu dengan rekan kerja Ayahnya dan dikembalikan ke rumah.

Pukul 19.00 WIB

'sial! Kenapa sudah pukul segini sih!'

Gerutu Leandra seorang diri yang melihat jam pada tangan dan dinding kamarnya sudah menujukkan pukul tujuh malam. Itu artinya keluarga rekan Ayahnya akan tiba sebentar lagi.

Saat itu Leandra hanya mengenakan kaos lengan pendek berwarna hitam dan celana sampai lututnya. Ia sengaja tidak mau mempersiapkan apapun.

"Lea, kamu sudah siap?" panggil Ibunya.

Tidak ada jawaban apapun dari Leandra.

"Leandra! Buka pintunya."

Hingga pada akhirnya ia kalah dan membukakan pintu kamarnya.

"Astaga, kamu kenapa masih pakai kaos begini?"

"Terus aku harus bagaimana, Bu?"

"Ganti bajumu sekarang!"

"Bu, Lea enggak mau dijodohkan!"