Kania melangkahkan kaki melewati koridor kampus menuju ke kelas. Ya. Walaupun Kania baru pertama kali menginjakan kaki di kampus tempat dirinya akan mencari ilmu. Namun Devan telah memberi tahu di mana kelas Kania. Devan telah meminta ijin kepada pihak kampus untuk Kania agar tidak mengikuti kegiatan masa orientasi mahasiswa baru beberapa hari yang lalu. Devan yang memiliki kekuasaan dengan mudah mendapatkan ijin dari pihak kampus untuk Kania yang sedang sakit akibat kesalahan Devan itu. Devan ingin mengantarkan Kania ke kelasnya, namun Kania menolak dengan halus dan alasan yang tepat sehingga Devan tidak ingin berdebat dengan Kania.
Brak!
Tanpa sengaja menabrak seorang laki-laki yang sedang berjalan berlawanan arah dengan dirinya sembari menelepon itu.
"Kalau jalan hati-hati dong! Mata dipakai buat jalan! Bukan ditaruh di kaki!" ucap laki-laki itu dengan ketus.
Kania menautkan kedua alis saat mendengar ucapan laki-laki itu. "Saya yang harusnya bilang seperti itu ke kamu. Kalau jalan hati-hati dan pakai mata. Jangan menelepon terus. Kamu yang salah kok main seenaknya saja nyalahin orang lain," balas Kania dengan tidak kalah ketus lalu pergi meninggalkan laki-laki itu setelah merasa puas membalas ucapan laki-laki yang menabrak dirinya tadi.
Sementara itu laki-laki yang menabrak Kania masih bergeming di tempat sembari menatap ke arah Kania yang sedang berjalan menuju ke kelasnya di lantai tiga gedung A Fakultas Ekonomi. Laki-laki itu tertegun melihat wanita yang ditabrak oleh dirinya tanpa sengaja itu berani melawan dirinya. Satu-satunya wanita yang berani melawan dirinya di kampus ini yang ditemui oleh seorang laki-laki yang bernama Bagas salah satu mahasiswa hukum yang terkenal laki-laki es itu. Satu senyuman tipis terbit di wajah tampan laki-laki itu setelah Kania menghilang dari pandangannya saat ini. Laki-laki itu lantas meneruskan langkah kakinya menuju ke kelas yang berada di paling ujung gedung B di kampus itu.
Kania memilih tempat duduk di bagian depan setelah tiba di kelas untuk mengikuti kuliah jam pertama pagi ini. Tak lama kemudian dosen masuk ke kelas Kania dan memulai mata kuliah pagi ini. Kania mengikuti mata kuliah pagi ini dengan serius demi masa depannya nanti.
***
"Kamu serius mau menikah dengan wanita itu? Ah.. Aku lupa siapa namanya," ucap Adi setelah mereka tiba di perusahaan dari KUA untuk mengurus keperluan pernikahan Devan dan Kania besok pagi.
"Kania. Iya. Aku serius besok akan menikah dengan Kania. Memangnya kenapa? Ada yang salahkah?" balas Devan sembari mengajukan pertanyaan.
"Daebak." Adi bertepuk tangan setelah Devan menjawab ucapannya. "Aku tidak percaya seorang Devan akhirnya menikah dan bertekuk lutut kepada gadis kampus yang sederhana. Padahal banyak wanita kota yang modus yang mengejar dirinya saat ini. Namun CEO muda sahabat baik aku ini lebih memilih gadis kampung yang sederhana itu." Adi dengan sengaja meledek sahabat baik sekaligus atasannya itu.
Devan berdecak kesal dengan apa yang diucapkan oleh Adi. "Serba salah iya jadi aku di mata kamu. Menikah salah. Tidak menikah salah." Devan menjawab ucapan Adi dengan nada kesal.
Adi tergelak kencang melihat wajah Devan yang tampak kesal itu. Devan menautkan kedua alis melihat sahabatnya sedang menertawakan dirinya.
Tok..
Tok..
Tok..
Suara ketukan pintu menginterupsi perbincangan di antara Devan dan Adi siang ini di ruangan sang CEO muda itu. Devan dan Adi saling menatap dengan penuh tanda tanya karena mereka tidak mengadakan janji bertemu dengan rekan bisnis pagi ini.
Adi menyerukan orang yang berada di balik pintu untuk masuk ke dalam ruangannya.
Ceklek..
Suara knop pintu yang diputar sedikit kasar mengalihkan perhatian Devan dan Adi. Tatapan mereka tertuju ke arah pintu ruangan Devan yang sedang dibuka oleh seseorang siang ini.
"Woy.. Kenapa pada serius banget sih kalian lihatin aku? Memangnya kamu pikir aku ini siapa?" ucap laki-laki tampang dengan postur menjulang tinggi yang sedang berjalan ke arah dimana Devan dan Adi kini berada.
Devan berdecak kesal, sedangkan Adi memutar bola mata malas melihat siapa yang datang ke perusahaan yang dikelola oleh Devan siang ini.
Si Biang Kerok..
Ya. Laki-laki tampan yang kini telah berada di ruangan Devan siang ini yaitu Samuel adik Devan. Ah.. Lebih tepatnya adik tiri Devan putra dari mama Kayra bersama dengan papa Damian.
Samuel duduk di samping Adi yang masih menatap dengan tatapan tidak percaya saat melihat keberadaan Samuel di antara dirinya dan Devan siang ini. Devan juga menatap ke arah Samuel dengan tatapan penuh tanda tanya dengan keberadaan Samuel di perusahaan siang ini. Ah.. Lebih tepatnya di Indonesia. Samuel yang lebih memilih tinggal di London dan mengelola perusahaan yang berada di sana memutuskan kembali ke Jakarta setelah sang papa memberi tahu jika sang kakak akan menikah besok. Samuel merasa penasaran dengan wanita yang telah berhasil meluluhkan hati si kutub atau sang kakak tercintanya itu.
"Kamu kenapa ada disini?" tanya Devan dengan polos.
Samuel berdecak kesal dengan ucapan sang kakak. "Memangnya aku tidak boleh pulang iya? Rumah aku kan juga di Jakarta Indonesia tercinta. Walaupun aku tinggal di luar negeri, tapi aku tidak pernah melupakan Indonesia."
Devan mendengus kesal dengan jawaban dari Samuel. "Lebay. Aku nanya serius kenapa kamu pulang? Bukannya kamu belum waktunya pulang ke Indonesia? Kamu kan yang bilang sendiri seperti itu ke mama minggu lalu?" Devan mulai tersulut emosi dengan apa yang diucapkan oleh Samuel.
"Santai kakak aku tercinta. Aku pulang karena ingin tahu wanita mana yang telah meluluhkan hati kakak aku si kutub ini. Masa kakaknya mau menikah aku tidak pulang. Lebih parah lagi kakak aku si kutub ini tidak memberi tahu ke adiknya yang tampan dan mempesona jika besok akan menikah. Parah kan kakak aku si kutub ini," balas Samuel dengan penuh percaya diri.
Tak..
Satu jitakan mendarat di lengan Samuel dari sang kakak. Samuel meringis saat sang kakak menjitak lengannya.
"Kebiasaan lama iya tidak berubah. Sudah jadi CEO sukses juga masih saja hobi main jitak sembarang ke adiknya," gerutu Samuel.
"Pasti papa iya yang memberi tahu kamu tentang pernikahan aku?" Devan mengacuhkan ucapan Samuel dan lebih memilih melontarkan pertanyaan kepada sang adik itu.
Samuel mengulas senyuman di wajah tampannya. "Kakak tercinta aku ini memang sudah cerdas dari lahir iya. Pantas saja perusahaan maju. Iya kak. Papa yang memberi tahu aku jika kakak akan menikah besok. Aku sempat tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh papa. Tapi mama membenarkan apa yang diucapkan oleh papa. Jadi aku mutusin pulang ke Indonesia. Aku ingin tahu wanita mana yang telah berhasil mencuri hati kakak tercinta aku ini."
Devan tidak menanggapi apa yang diucapkan oleh sang adik. Devan diam seribu bahasa. Dalam benak Devan memikirkan tentang sang papa yang pasti akan memberi tahu sang adik tentang pernikahan dirinya dan Kania besok. Ah.. Papanya memang begitu, selalu tidak bisa menjaga rahasia anak-anaknya. Sang papa hanya akan menjaga rahasia jika itu berhubungan dengan pekerjaan atau bisnis saja. Rahasia keluarga juga akan dijaga oleh sang papa dari konsumsi publik. Tapi tidak dengan sesama anggota keluarganya. Mengesalkan bukan papa Damian.