Kania duduk di halte depan kampus menunggu jemputan Devan yang kini sedang dalam perjalanan. Lalu lalang mahasiswa menjadi pemandangan bagi Kania untuk menghilangkan kejenuhan yang mulai melanda. Namun Kania berusaha untuk menghilangkan rasa jenuh itu.
Di sisi lain Devan mengumpat kes akibat sang adik yang bertahan dalam waktu cukup lama di kantor sehingga membuat dirinya terlambat menjemput calon istrinya sore ini. Beruntung jalanan ibu kota tidak terlalu padat sore ini karena para pencari kerja belum keluar dari tempat kerja mereka masing-masing. Devan menambah kecepatan kamu mobilnya agar cepat sampai di kampus tempat Kania menempuh pendidikan.
Devan mengurangi kecepatan mobilnya saat telah sampai di depan kampus Kania. Devan dapat melihat Kania yang sedang duduk di halte depan kampusnya sembari menatap ke depan dimana mahasiswa sedang berlalu lalang dengan kegiatan mereka saat ini. Devan menghentikan mobilnya lalu membunyikan klakson mobil sebelum membuka kaca mobil bagian kiri.
Kania terhenyak saat mendengar suara klakson mobil. Tatapan mata Kania tertuju kepada sebuah mobil sport mewah keluaran terbaru berwarna hitam yang kini telah berhenti di depan dirinya. Kania memicingkan mata menajamkan indera penglihatan melihat siapa yang berada di balik kemudi mobil saat ini. Entah kenapa perasaan Kania seketika tenang setelah melihat siapa orang yang berada di balik kemudi mobil sport mewah itu, Devan.
Devan kembali membunyikan klakson mobil miliknya saat melihat Kania belum beranjak dari duduknya. Tak ingin membuat Devan menunggu lama setelah meyakinkan diri jika orang yang berada di balik kemudi mobil itu Devan, orang yang dikenal oleh Kania, apalagi Devan kembali menyembunyikan klakson mobil untuk kedua kalinya, sontak Kania berjalan menghampiri mobil Devan.
"Aku minta maaf telat menjemput di hari pertama kuliah kamu. Tadi ada sedikit gangguan di perusahaan." Devan mengucapkan permintaan maaf dengan tulus kamu menoleh ke arah Kanaya yang sedang merajuk atapurus ke depan itu.
Mendengar suara bariton Devan sontak Kanaya mengalihkan perhatian ke arah Devan yang kini telah kembali fokus ke jalanan di hadapan dirinya.
"Iya Pak Devan. Tidak apa-apa Pak Devan. Saya dapat mengerti Pak Devan. Jika Pak Devan banyak pekerjaan, Pak Devan tidak usah repot-repot menjemput saya. Insha Allah saya bisa pulang sendiri ke apartemen Pak Devan," balas Kania.
Devan tersenyum tipis ke arah Kania. "Tidak ada yang repot untuk calon istri."
Deg..
Ada yang berdebar dalam hati Kania mendengar apa yang diucapkan okeh Devan. Bagaikan ada kupu-kupu yang terbang dan menari di dalam hati Kania saat ini. Apa yang diucapkan oleh Devan sangat manis. Bahkan semua wanita pasti menyukainya.
"Apa kamu mau mampir ke satu tempat terlebih dahulu Kania?" tanya Devan.
Kania kembali berusaha bersikap tenang saat suara bariton yang tidak asing di gendang telinga itu terdengar dengan merdu. Sontak Kania menoleh ke arah Devan.
"Kania ingin langsung pulang saja Pak Devan. Kania ingin istirahat Pak Devan," balas Kania.
"Iya Kania. Kita langsung pulang sekarang. Kita kan besok akan menikah. Kamu harus beristirahat buat besok iya Kania," tukas Devan.
Kania menatap ke arah Devan dengan tatapan yang sulit untuk diartikan setelah mendengar apa yang diucapkan oleh laki-laki tampan yang kini berada di sampingnya. Apa yang diucapkan oleh Devan bagai duri dalam daging. Ada bahagia dan ada rasa sakit. Ah.. Entahlah. Kania tidak tahu apa yang kini sedang ada dalam benaknya. Kania hanya ingin mengikuti jalan takdir yang telah oleh Tuhan. Kania hanya memiliki keinginan untuk menyelesaikan kuliah tepat waktu.
***
Devan dan Kania terkesiap saat tiba di apartemen melihat ayah, papa dan mamanya telah berada di sana dengan mengulas senyuman hangat di wajah orang tuanya. Tampak satu buah kotak berukuran besar di samping sang mama saat ini.
"Ayah. Papa. Mama." Devan lalu mengecup punggung tangan orang tuanya dapat mengontrol dirinya.
"Kalian baru pulang?" tanya mama Kayra.
"Ayah, papa dan mama sejak kapan ada di sini?" bukan menjawab pertanyaan sang mama, namun Devan bertanya balik kepada sang mama.
Mama Karya berdecak kesal dengan pertanyaan Devan. "Kamu ini iya memang benar-benar duplikat ayah kamu. Kalau ada orang nanya bukannya dijawab eh kamu nanya balik."
Devan mendengus sebal dengan ucapan sang mama. "Mama juga kebiasaan iya setelah tahu kode akses masuk apartemen Devan terus kalau datang ke apartemen Devan tidak memberi tahu dulu ke Devan."
Mama Kayraa menggaruk kening yang tidak gatal mendengar ucapan ah lebih tepatnya curahan hati sang putra kesayangan bersama Daren itu. Ya. Mama Kayra menyadari jika dirinya juga bersalah dalam hal ini. Apa yang diucapkan oekh sang putra tidak ada yang salah. Semua benar adanya jika mama Kayra tidak pernah memberi tahu kepada sang putra jika ingin berkunjung ke apartemen yang dibeli dari hasil jerih patang putra kesayangannya itu.
Mama Kayra meringis menunjukan deretan gigi yang putih sembari menatap ke arah Devan. "Iya sayang. Mama Minta maaf iya tidak pernah memberi tahu ke Devan dulu jika ingin berkunjung ke apartemen kamu, sayang."
"Iya mama. Devan tinggal ganti kode akses apartemen Devan nanti biar mama dan semuanya tidak ada yang bisa masuk ke dalam apartemen Devan lagi. Gampang kan ma?" balas Devan dengan sikap tenangnya.
"Devan!" ucap ayah Daren dan papa Damian dengan kompak.
"Tenang ayah, papa dan mama. Devan tidak akan pernah bisa menyembunyikan kode akses masuk apartemennya selama Samuel masih berada di Indonesia," sahut Samuel sembari melangkahkan kaki masuk ke dalam apartemen Devan dengan memasukan tangan ke dalam saku celana yang dikenakannya saat ini.
Semua orang yang sedang berada di dalam apartemen Devan tercengang saat mendengar suara bariton yangtidak asing masuk ke gendang telinga mereka saat ini. Semua orang itu sontak mengalihkan perhatian kepada sumber suara yang kini telah berada di samping mereka.
Devan berdecak kesal melihat si biang onar yang merupakan adik sambung Devan putra dari mamanya dan papa Damian kini telah berada di dalam apartemennya. Sementara itu ayah Daren, papa Damian dan mama Kayra mengulas senyuman manis ke arah Samuel yang telah duduk di hadapan sang mama saat ini.
"Jadi ini wanita yang telah mampu mencuri hati kakak aku si manusia kutub itu," ucap Samuel saat melihat Kania yang berdiri di samping Devan.
"Berisik kamu. Dasar adik tidak ada akhlak kamu iya Samuel. Main duduk saja. Tuan rumah juga belum mempersilahkan tamunya duduk," balas Devan dengan nada kesal.
"Apa masalahnya coba. Ini kan juga apartemen milik kita sebagai keluarga. Iya tidak ayah, papa dan mama?" sambung Samuel dengan gaya santai.
"Sudah. Kalian jangan berantem terus iya Devan dan Samuel. Mama pusing kali melihat kalian berantem terus sejak kecil. Kalian itu sudah dewasa. Bukan anak kecil lagi iya Devan dan Samuel. Apa kalian tidak malu sama Kania? Hem?" sahut mama Kayra mencoba menjadi penengah di antara kakak dan adik itu.
"Iya ma. Devan kali ini berdamai dengan adik Devan yang tidak ada akhlak ini," balas Devan.
"Samuel juga mau berdamai dengan kakak Samuel si manusia kutub ini ma," sahut Samuel.
Setelah Devan dan Samuel bersama kedua orang tua mereka membicarakan tentang acara pernikahan Devan dan Kania yang akan dilaksanakan besok pagi. Bahkan mama Kayra telah membawa gaun pengantin yang telah dipesan oleh Devan dan Kania di butik langganan keluarga besar mereka itu.
Mama Nayra mengajak Kania untuk emnciba gaun pengantin sederhana namun terkesan mewah itu di dalam kamar yang ditempati oleh Kania selama tinggal di apartemen Devan.
Tak lama kemudian, mama Kayra turun ke lantai satu bersama dengan Kayra yang telah mengenakan gaun pengantin nya itu. Empat laki-laki dewasa berbeda generasi itu terkesima melihat penampilan Kania yang sangat cantik mengenakan gaun pengantin walaupun tanpa polesan make up sore ini.
"Cantik," ucap Devan dan Samuel bersamaan.
Kedua orang tua mereka menautkan kedua alis saat mendengar Devan dan Samuel memuji kecantikan Kania secara bersamaan. Devan yang telah sadar dari rasa terkejutnya sontak menatap ke arah Samuel yang masih menatap ke arah Kania calon istrinya.
"Woi.. Kedip.. Itu calon istri aku, Samuel," ucap Devan dengan berteriak kepada Samuel.
"Cantik. Kalau buat calon istri aku saja bagaimana kak Devan?" jawab Samuel dengan gaya santainya tanpa merasa berdosa dengan apa yang diucapkan oleh dirinya saat ini.
Plak!