Ini hari kelima Eliza di Jakarta, tidak banyak yang dilakukannya. Mengingat kedua orangtuanya masih aktif bekerja seharian, dan Eliza juga tidak terlalu banyak memiliki teman ketika di Jakarta, dia hanya menghabiskan waktunya di rumah.
Siang yang terik membuat Eliza hanya berdiam di kamar, duduk sambil membaca buku-buku kedokteran.
Drrrrtttt…. Drrrrttttt
Getaran telepon genggam Eliza membuyarkan konsentrasinya, Eliza melirik nomor yang tidak dikenal pada layar telepon genggam tersebut.
"Halo…"
"Halo, ini Eliza?" tanya seorang perempuan dari seberang.
"Iya, ini siapa ya?"
"Aku Mia Dek, kakaknya Eric. Ingat kan?"
"Oh iya Kak, kenapa Kak?"
"Itu Dek, Eric masuk rumah sakit dari kemarin malam. Dia dari tadi pagi minta ketemu kamu terus, kamu bisa ke sini gak Dek?" Mia terdengar panik.
"Apa? Eric masuk rumah sakit? Kenapa Kak?"
"Kemarin malam dia muntah darah, jadi kita larikan ke rumah sakit."
"Astagfirullahaladjim, kok bisa?"
"Ini masih diobservasi dulu, kamu bisa ke sini gak Dek?"
"Ehmm, aku lagi di Jakarta Kak. Tapi aku usahain pulang hari ini deh, paling nanti bisa ketemu malam Kak."
"Gak apa-apa Dek, maaf ya merepotkan."
"Iya Kak, ya sudah aku beres-beres dulu ya Kak."
"Iya Dek, makasih ya."
Eliza langsung bersiap kembali ke Jogjakarta, dia memilih menggunakan pesawat agar lebih cepat sampai di Jogja. Eliza hanya mengirimkan pesan singkat pada orangtuanya kalau dia akan kembali ke Jogja hari ini. Eliza benar-benar panik, belum pernah dia berada di posisi seperti ini.
Dugaannya beberapa hari lalu benar, batuk Eric itu bukan batuk biasa. Dan benar saja, Eliza hanya bisa berharap kalau ini bukan penyakit yang serius.
Untung saja, dia masih mendapat penerbangan siang walau harus membayar dengan harga yang lumayan mahal. Sepanjang perjalanan, Eliza sangat gelisah. Dia menyadari kalau dirinya benar-benar sangat mencintai Eric, di dalam hatinya Eliza juga membenarkan perkataan ibunya kalau tidak ada lagi laki-laki seperti Eric.
Jam 4 sore, Eliza sampai di bandara. Dari bandara Eliza langsung menuju rumah sakit. Jantungnya semakin berdegub kencang. Dia takut terjadi sesuatu pada Eric. Sekuat tenaga Eliza menahan air matanya.
"El, kamu sudah sampai?" tegur seorang wanita paruh baya.
"Tante… gimana keadaan Eric?"
"Sudah dipindahkan dari ruang ICU, sekarang sudah di ruang rawat inap. Tapi masih tidur."
Eliza sedikit lega mendengar penuturan wanita itu. Wanita itu adalah Ibu Eric, dia sudah cukup mengenal Eliza dari beberapa tahun lalu.
"Maaf ya El, sudah merepotkan kamu."
"Gak apa-apa Tante, aku juga gak akan bisa tenang kalau aku gak lihat Eric hari ini."
"Iya El, Eric juga mengigau panggil-panggil nama kamu terus, makanya Tante minta Mia hubungi kamu dan minta kamu datang ke sini. "
"Iya Tante."
"El, untunglah kamu sudah datang. Itu Eric sudah bangun, tapi dia tanya kamu terus. Bisa kamu temui gak sekarang?" Mia muncul dari ujung koridor rungan VVIP.
"Ya sudah Kak, aku ke sana sekarang ya."
Eliza bergegas menuju ruangan Eric. Begitu membuka pintu, hati Eliza hancur melihat wajah pucat Eric. Eliza belum pernah mendapati Eric dalam kondisi seperti ini. Eliza mendekat dan mengusap lembut wajah Eric. Eric langsung membuka matanya.
"El, kamu di sini?" ucap Eric lirih.
Eliza mengangguk, "kamu kenapa sih Ric? Kok sakit sih?" Eliza mencoba menahan tangisnya.
"Cuma sakit biasa kok El…"
"Biasa apanya? Kamu menyembunyikan sesuatu ya dari aku?"
"Enggak El, aku gak kenapa-kenapa kok."
"Enggak apanya? Kak Mia bilang kamu sampai muntah darah."
"Enggaklah, itu bisa-bisanya Kak Mia saja." Eric masih mencoba mengelak.
"Ric, kamu kenapa gak terbuka sama aku sih?"
"Ehmmm, cuma batuk terus ada bercak darah doang El. Bukan muntah darah…"
Eliza menghela nafasnya, dia tahu kondisi Eric serius.
"El, jangan diam saja dong. Gimana di Jakarta?" tanya Eric mengalihkan topik pembicaraan.
Eliza tidak menjawab, wajahnya masih merengut.
"El…" panggil Eric lagi.
Tangis Eliza pecah, "kamu gak boleh sakit Ric, kamu jangan sakit…" ucap Eliza disela-sela tangisnya.
Eric menggenggam tangan Eliza, " namanya manusia pasti bisa sakit dong El, kalau gak ada yang sakit nanti dokter gak punya kerjaan dong," canda Eric menghibur Eliza.
"Tapi jangan kamu, kalau kamu sakit aku gimana?"
"Sudah, paling juga besok aku sudah baikan. Dokter cintaku sudah ada di sini, aku pasti sembuh kok."
"Kamu ih, bercanda terus…"
"Sudah… sudah…" Eric mengusap tangan Eliza.
Eliza diminta tidur di rumah sakit bersama Ibu Eric malam ini, Eliza pun menyetujui. Karena beberapa hari lagi dia akan mulai sibuk sehingga tidak akan sempat menjenguk dan menjaga Eric.
Semua sudah tertidur, tapi Eliza masih terjaga. Dia tidak begitu nyaman tidur di samping Ibu Eric, karena belum terbiasa dan masih merasa asing.
"El, belum tidur?" tegur Ibu Eric.
"Eh Tante, kenapa bangun Tante?"
"Tante haus, mau minum dulu. Kamu sendiri kenapa belum tidur?"
"Ehmm, aku belum ngantuk Tante."
"Ooh padahal ini sudah larut loh El," ujar Ibu Eric sambil mengambil air mineral yang ada di sampingnya.
"Iya Tante."
"El, katanya kamu minggu depan akan mulai masa internship ya?"
"Iya Tante."
"Di mana?"
"Di Magelang Tante, di puskesmas."
"Ooh, gak terlalu jauh juga ya. Terus kamu sudah dapat tempat di sana? Maksudnya tempat tinggal selama internship nanti."
"Belum Tante, rencananya lusa mau ke sana dulu."
"Gimana kalau kamu tinggal di rumah Tante yang ada di Magelang, di daerah Muntilan."
"Aduh Tante gak usah, saya kos saja nanti. Gak enak merepotkan…"
"Repot gimana? Kamu jangan sungkan-sungkan sama saya dong El, rumah itu juga nanti akan jadi milik Eric, ya jadi milik kamu juga kan nantinya."
"Ehmm tapi Tante…"
"Sudah disitu saja ya, kamu gak perlu repot mikir perabotan. Di sana sudah lengkap, rumahnya juga rutin dibersihin kok. Pasti kamu nyaman tinggal di sana."
Eliza tersenyum. Memang ini tawaran yang sangat baik, apalagi Eliza belum pernah tinggal di Magelang dia belum pernah tinggal di sana sama sekali. Tapi dia masih sungkan menerima tawaran Ibu Eric begitu saja.
"El…" panggil Ibu Eric.
"Iya Tante…"
"Ehmm Tante mau kamu yang jadi menantu Tante ya," ujar Ibu Eric dengan lembut.
"Hah?" Eliza terkejut.
"Tante merasa cocok sama kamu, dan Tante lihat hubunganmu dan Eric itu sehat. Kalian saling mengisi dan mendukung, Tante rasa kalian sudah cocok."
"Ehmmm, tapi Tante aku belum siap untuk menikah dalam waktu dekat ini…"
"Tante juga gak mengharuskan kalian menikah dalam waktu dekat ini kok, santai saja. Eric juga mungkin masih dalam pemulihan, kita gak tahu dia sakit apa sebenarnya kan? Mungkin harus benar-benar istirahat atau gimanan kedepannya. Kamu juga masih menjalani masa internship kan? Jadi masih waktu kok."
"Iya Tante…"
"Yang penting kamu tahu, kalau kamu itu milik Eric, begitu juga dengan Eric. Kapan kalian siap untuk menikah, kami juga siap."
"Iya Tante."
"Sekali lagi, Tante mau bilang kalau kamu itu harus jadi menantu Tante ya…"
Eliza tersenyum, dia merasa tersanjung diminta menjadi menantu oleh Ibu Eric.