"Aku... ada trauma masa lalu sama cowok."
Sejujurnya tanpa Naraya memberitahu, Sakha sudah tahu dari jauh-jauh hari. Mungkin karena reaksi Naraya tiap kali Sakha sentuh seperti terkesan kaget atau menghindar meski memang lama-kelamaan Naraya mulai terbiasa hingga mereka bisa melangkah lebih jauh lagi dan bahkan mereka akan segera dikaruniai seorang anak.
Tapi Sakha tidak ingin menyela, karena dia ingin Naraya bercerita dengan panjang dan nyaman tanpa merasa kesal karena ceritanya dipotong.
Uap panas dari mi goreng di hadapan mereka perlahan menghilang. Cuaca di luar semakin gelap dan mungkin saja akan badai sehingga Sakha dan Naraya tidak akan bisa kemana-mana sementara waktu.
"Semuanya mulai dari..."
***
[Masa SMA Naraya]
"Aya lebih sering baca buku ya Ayah lihat akhir-akhir ini."
Naraya remaja melirik sang ayah malas. "Ayah, anaknya belajar disemangatin dong! Bukannya diledekin!" Wajah Naraya yang tadinya fokus kini berubah keruh.