Chereads / Secret Love for Secret Admirer / Chapter 32 - Unexpected

Chapter 32 - Unexpected

Fauzan menjemput Nadia di kosnya. Ia yang baru sampai, mengirimi pesan pada Nadia, memberitahu kalau dia sudah ada di depan. Fauzan hanya tinggal menunggu Nadia keluar dari kosnya.

Selang sekian menit, Nadia keluar juga. Nadia yang sudah tampil cantik, tersenyum dan berjalan ke arah Fauzan. Fauzan segera menyambutnya.

"Apa, kamu yakin mau mengajakku malam ini?" tanya Nadia.

"Tentu saja," jawab Fauzan. "Kamu sudah lama tidak melihat aku latihan bukan?" tanya Fauzan. Nadia tersenyum merapatkan kedua bibirnya dan mengangguk kencang. Tanda bahwa ia sangat antusias. Fauzan tersenyum melihatnya.

"Apa, kamu sendiri juga ingin latihan?" tanya Fauzan pada Nadia lagi.

"Sebenarnya aku ingin, tapi lebih baik malam ini aku melihatmu latihan saja. Lagipula, kamu harus konsentrasi untuk turnamen judomu yang sudah semakin dekat," tutur Nadia.

"Terima kasih," jawab Fauzan. Fauzan memandangi Nadia dengan ekspresi nada tanya. "Nanti, saat aku melakukan pertandingan, apa kamu mau datang melihatku?" tanya Fauzan.

"Apa yang kamu bicarakan?! Tentu saja aku yang akan datang pertama kali!" seru Nadia senang. Fauzan benar-benar tidak menyangka jika Nadia akan seantusias itu. Fauzan juga sedikit terkejut melihat ekspresi Nadia seperti itu. Kemudian, Fauzan tersenyum melihat tingkah Nadia.

"Terima kasih," kata Fauzan sembari mengusap kepala Nadia pelan.

Nadia tiba-tiba saja tercekat begitu Fauzan menepuk kepalanya. Debaran jantungnya tergetar tidak beraturan. Nadia mengerjap, dan tidak bisa merespon cepat.

Fauzan melepaskan tangan dari kepala Nadia. Tapi, Nadia masih merasa sedikit salah tingkah. Ia melihat Fauzan yang masih tersenyum padanya. Kemudian, ia hanya ikut tersenyum senang.

"Jadi, kita berangkat sekarang?" tanya Fauzan. Nadia kembali hanya menganggukkan kepalanya beberapa kali, tanda setuju. Mereka kemudian berangkat ke tempat latihan judo, menggunakan sepeda motor Fauzan.

***

Fauzan memarkir motornya. Nadia melepas pegangannya dari pinggang Fauzan. Kemudian, Nadia turun dari motor Fauzan, dan melepaskan helmnya. Nadia memperhatikan tempat latihan yang sepi.

"Kemana para judoka?" tanya Nadia.

"Nanti, di dalam hanya ada Dicky," jelas Fauzan. Nadia memutar kepala dan melihat ke arah Fauzan cepat.

"Jadi, Dicky yang melatih para judoka sekarang?" tanya Nadia tidak mengerti.

"Bukan. Hari ini hanya ada Dicky di dalam," ujar Fauzan. "Para judoka masih libur, karena mereka menghadapi ujian sekolah," terang Fauzan. Nadia mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti.

"Ayo kita masuk," ajak Fauzan. Nadia kembali hanya menganggukkan kepala sambil tersenyum.

Mereka memasuki ruangan latihan. Benar kata Fauzan. Di dalam hanya ada Dicky yang sedang menyiapkan beberapa alat untuk latihan Fauzan. Nadia dan Fauzan berjalan mendekatinya.

"Hai, Nadia?" sapa Dicky pada Nadia. Nadia hanya tersenyum membalasnya.

"Sudah siap, Dick?" tanya Fauzan.

"Seperti yang kamu lihat." Dicky menunjukkan beberapa alat yang akan digunakan Fauzan. Fauzan tampak mengerti. Kemudian, Fauzan tersenyum dan mengangguk memberi isyarat terima kasih pada Dicky. Setelah itu, Fauzan melihat ke arah Nadia.

"Nadia, aku akan mulai latihan," kata Fauzan. Nadia mengangguk kembali. Ia lalu berjalan ke arah bangku panjang yang ada di sudut seperti biasanya.

Fauzan lalu mempersiapkan dirinya. Ia mulai untuk melakukan latihan. Nadia hanya melihat dan mempelajari semua gerakannya. Nadia merasa terkesan melihat Fauzan.

Latihan Fauzan, dilakukan selama kurang lebih tiga puluh lima menit saja. Agar malam ini Nadia tidak terlalu malam juga pulangnya. Fauzan menyudahi latihannya.

Fauzan yang sudah selesai itu, berjalan ke arah Nadia. Nadia langsung memberikan satu botol air mineral pada Fauzan. Fauzan menerimanya.

"Terima kasih," kata Fauzan. Fauzan lalu duduk di sebelah Nadia dan meminum air dari Nadia itu.

"Gerakan judomu semakin bagus," puji Nadia sambil melihat ke arah Fauzan.

"Benarkah?" tanya Fauzan. Nadia mengangguk.

"Kamu, benar-benar berlatih dengan sungguh-sungguh ya?"

"Aku benar-benar berharap kalau aku akan menang. Aku juga berharap, selama menuju turnamen, semua akan baik-baik saja tanpa ada halangan apapun."

Nadia melihat Fauzan yang menghadap ke depan. Nadia bisa melihat bahwa Fauzan menaruh harapannya yang sangat tinggi di pertandingan itu.

"Aku yakin, semuanya pasti akan berjalan lancar," ujar Nadia. "Jadi, kamu hanya harus fokus latihan dan memenangkan turnamen itu," lanjutnya. Fauzan diam melihat ke arah Nadia. Ia kemudian tersenyum.

"Terima kasih, sudah menyemangatiku," balas Fauzan. "Aku tidak akan mengecewakanmu," tambahnya.

Mereka berdua saling tersenyum. Kemudian, mereka saling tatap agak lama. Fauzan mengamati wajah Nadia yang cantik. Nadia juga tidak melepaskan pandangannyaa dari Fauzan. Suasana malam yang sangat mendukung. Di dalam ruangan itu, kini hanya ada mereka berdua yang saling duduk berdekatan. Perasaan saling suka di antaranya membuat sebuah naluri kemanusiaan muncul.

Nadia masih menatap Fauzan lekat-lekat sambil terus tersenyum manis. Fauzan kemudian, perlahan mengusap rambut poni Nadia yang ada di keningnya.

Tiba-tiba saja, jantung Nadia terasa berdebar amat hebat. Nadia mendadak tidak bisa mengontrol pergerakannya dengan bebas. Wajah mereka juga sangat dekat. Tangan Fauzan yang ada di kening Nadia, turun sampai ke pipi Nadia. Nadia masih sama. Tidak bisa bergerak.

Perlahan, Fauzan mendekatkan wajahnya ke wajah Nadia. Nadia merasa gemuruh yang ada di dadanya, terasa semakin kencang. Mereka saling tatap. Semakin dekat dan dekat. Sampai...

"Zan!" Suara Dicky tiba-tiba saja muncul di sekitar mereka.

Nadia segera mengalihkan pandangannya dari Fauzan. Fauzan juga dengan cepat melepaskan tangannya dari pipi Nadia. Mereka terlihat salah tingkah dan saling kikuk.

Dicky yang baru saja datang, melihat Fauzan dan Nadia salah tingkah. Ia sadar bahwa ada yang sudah terjadi di antara mereka. Dicky memperhatikan mereka dengan aneh.

"Ee... apa aku sedang mengganggu?" tanya Dicky ragu.

"Ada apa tiba-tiba saja muncul seperti hantu?!" tanya Fauzan dengan nada sedikit kesal. Nadia yang ada di sampingnya, menundukkan kepala dan tersenyum geli.

"Aku, minta tolong antarkan aku membeli sesuatu. Untuk perlengkapan turnamen nanti," kata Dicky.

"Kenapa kau tidak membawa motorku saja?" tanya Fauzan.

"Alatnya cukup besar. Aku tidak yakin bisa membawanya sendiri," kata Dicky. Fauzan nampak berpikir sejenak.

"Nadia, apa kamu tidak apa-apa aku tinggal di sini sebentar?" tanya Fauzan. Nadia mengangguk kencang sambil tersenyum. Fauzan mengerti. Kemudian, ia melihat ke arah Dicky untuk setuju mengantarnya.

Setelah itu, Fauzan dan Dicky sudah pergi meninggalkan Nadia. Sementara Nadia melihat punggung keduanya yang semakin menjauhinya. Setelah mereka sudah tak terlihat, Nadia menghela nafas lega.

Lalu, ia memegangi kedua pipinya dengan merasa malu. Apa, baru saja Fauzan ingin menciumnya? Pikir Nadia. Nadia lalu menunduk. Tersenyum tersipu.

Selagi menunggu, Nadia lalu mengambil ponsel di dalam tasnya. Ia menundukkan kepala melihat-lihat ponselnya. Ia melihat-lihat kembali makalah skripsinya. Sambil mempelajarinya.

"Sendirian saja?"

Suara laki-laki tiba-tiba saja mengagetkannya. Nadia sedikit terjingkat akan suara yang mendadak muncul di dekatnya. Saat Nadia mengangkat kepalanya, ia justru semakin terkejut. Di depannya sudah berdiri pak Doni dengan senyum menyeringai.