Sepulangnya menjenguk sang ibu yang berada di rumah sakit, Arsha bergegas pulang dengan sesekali memperhatikan sekitarnya yang memang mulai sunyi karena waktu yang sudah cukup malam. Salahnya juga yang terlalu lama di rumah sakit sampai larut seperti ini.
Di tengah perjalanan, Marya tiba-tiba saja merasa tidak karuan dengan perasaannya sendiri. Ia pun mencoba suntuk terus tenang dengan sesekali menyebut nama Tuhannya sebagai meminta perlindungan.
Detik selanjutnya, Arsha bisa merasakan teriakan seseorang yang disusul oleh suatu benda yang menabrak tubuhnya.
Sakit, namun, belum sempat Marya berteriak meminta pertolongan, kegelapan mulai merenggutnya. Tamat, matanya sudah tidak bisa melihat apa-apa dengan tubuh yang tidak bisa merasakan apa-apa pula. Ia pingsan.
Orang-orang yang melihat kejadian itu pun segera mendekati korban dengan beberapa orang lainnya mengecek si pengemudi yang tampaknya tengah mabuk itu. Tentu saja si pengemudi segera diamankan, sedangkan korbannya sendiri tengah dibawa menuju rumah sakit setelah ambulance datang.
Affandra Parwez, pria itu benar-benar tak sengaja menabrak orang lain, pikirannya tengah kacau, dan ia tidak menyangka jika ia akan menabrak orang lain seperti tadi.
Andra pun ikut dibawa ke rumah sakit ketika pria itu masih tak sadarkan diri, tentu dengan beberapa polisi yang menunggunya.
Sesampainya di rumah sakit, Arsha atau pun Andra segera ditangani sebaik mungkin. Melihat dari penampilan pria itu, orang-orang pun bisa menebak jika ia adalah orang yang terpandang. Terlebih lagi, papan nama di atas saku Andra yang semakin memperjelas identitas pria itu. CEO of BT, perusahaan besar yang selalu mengeluarkan benda-benda teknologi terbaik setiap waktu. Namun, setinggi apa pun Andra sekarang, pria itu tetap bersalah sehingga polisi akan tetap menjatuhkan hukuman dan meminta pertanggung jawaban.
Beberapa saat setelah istirahat yang cukup, juga dengan perawatan dokter yang baik, akhirnya Andra sudah mulai sadarkan diri. Hal yang pertama kali ia lihat adalah kedua orang tuanya yang sama-sama berdiri, lengkap dengan dua orang berseragam yang terus menatapnya.
Tentu saja ia bingung, kepalanya benar-benar tidak bisa digunakan untuk mengingat kejadian apa yang setelahnya telah terjadi. Jika dipaksakan pun, ia hanya akan mendapat rasa sakit. Mungkin, mendengar penjelasan dari orang-orang di depannya ia akan tahu apa yang terjadi.
Andra mendengarkan dengan baik cerita salah satu pria berseragam itu, ia baru menyadari jika beberapa hal yang lalu ia telah menabrak seorang perempuan.
Pihak perempuan tentu saja meminta pertanggungjawaban, dan pihak bersalah pun menerimanya dengan lapang dada, pengobatan dan seluruh biaya Arsha akan ditanggung oleh Andra.
Urusan pun selesai dengan baik, para polisi itu telah kembali ke tempat asalnya masing-masing tanpa harus repot-repot mengurusi Andra yang tengah sakit ini.
"Hampir saja jantung ibu lepas dari tempatnya, Andra! Sudah berapa kali ibu katakan kepadamu? Jika ada masalah, ceritakan saja pada ibu, ibu bisa menjadi pendengar baik untukmu! Bukan melampiaskannya pada minuman dosa itu, lihatlah dirimu sekarang, kamu bahkan telah melukai orang lain," cerocos Agni, ibu Andra. Wanita itu terlihat sangat gemas pada sang anak yang memang cukup bebal untuk diingatkan.
"Sudahlah, tidak ada gunanya juga kita terus membuka suara untuk mengingatkan anak ini. Umurnya saja tua, mungkin pikirannya belum diperbarui oleh Tuhan," ujar Patra, ayah Andra.
Andra sendiri tak mampu membuka suara, ia tahu jika saat ini bukanlah waktunya untuk membela diri. Toh memang tidak ada yang bisa dibela, dirinya memang benar-benar salah.
"Ingin pulang atau tetap di sini?" tanya Agni pada sang anak yang sedari tadi hanya bisa diam mendengarkan ocehan dirinya dengan sang suami.
"Pulang saja. Tapi, aku ingin melihat orang yang tak sengaja tertabrak itu terlebih dahulu," pinta Andra yang disetujui oleh Agni dan segera membawa sang anak keruangan yang berisi seorang perempuan tengah istirahat cukup lelap.
"Lihatlah, seharusnya dia sekarang tengah menikmati tidur malamnya di kamar sendiri, bukan di kamar rumah sakit seperti ini," sindir Agni, Andra tetap diam karena ia sudah cukup biasa menerima sindiran dari wanita itu ketika melakukan kesalahan.
Setelah melihat perempuan itu yang ternyata bernama Arsha, Agam pun kini mengajak kedua orang tuanya untuk pulang saja karena ia benar-benar ingin istirahat di rumahnya sekarang. Sebenarnya, masih ada rasa-rasa sedikit pusing yang dihasilkan oleh minuman penuh dosa itu, namun ia berusaha terlihat baik-baik saja agar sang ibu tidak kembali memasukkannya ke dalam kamar rumah sakit.
***
Arsha bisa merasakan dengan jelas jika kepalanya benar-benar terasa sakit, ia sangat tidak suka rasa seperti ini karena benar-benar membuatnya bingung tentang apa yang harus ia lakukan sekarang.
Untungnya, ia tidak sendiri di sini, ada teman baiknya yang menemani dan membantunya untuk melakukan sarapan serta meminum obat.
"Kamu membeli sarapan sebanyak ini menggunakan uang siapa?" tanya Arsha ketika baru menyadari jika sarapan yang dibawa oleh temannya memang cukup banyak.
"Aku tidak membeli, hanya menerima saja. Yang aku tahu makanan ini adalah kiriman dari seorang pria yang bernama Andra, pria yang telah membuatmu seperti ini," jawab Harsha, perempuan manis berdarah Jawa teman baik Arsha. Namanya memang sedikit mirip.
Arsha pun mengangguk kecil, baguslah jika seperti itu, itu tandanya bertanggungjawab. Mungkin akan lebih baik jika ia mendengar permintaan maafnya secara langsung.
"Sebentar lagi mungkin tanganku akan patah," ucap Harsha membuat Arsha terkejut dan kembali mengalihkan atensinya pada Harsha yang kembali menyodorkan sesuap bubur.
Arsha menyengir kuda, segera membuka mulutnya membuat Harsha dengan gemas memasukkan sesuap bubur itu pada mulut sang teman yang cukup lama terbuka.
"Setelah ini kmu harus meminum obat dengan baik dan kembali istiarahat, aku harus bekerja dan ayahmu akan tiba sebentar lagi," ujar Harsha yang diangguki oleh Arsha.
Setelah selesai membantu sang teman makan dan meminum obat, Harsha pun segera pergi menuju tempat kerjanya seperti biasa. Arsha tersenyum kecil melihat perempuan itu, perempuan yang sangat berpengaruh dalam hidupnya. Sudah sejak bayi ia bersama Harsha, bahkan sampai sekarang di saat umurnya telah menginjak 22 tahun.
Selagi menunggu sang ayah tiba, Arsha memilih untuk membuka ponselnya dan mengirim pesan pada guru piket hari ini karena ia tidak bisa hadir untuk mengajar dalam beberapa waktu. Ya, ia memang seorang guru, guru honorer lebih tepatnya.
Arsha sangat bangga menjadi seorang guru, menebar ilmu pengetahuan pada orang lain adalah hal yang paling ia dambakan sejak kecil, dan syukur Alhamdulillah kini ia telah berhasil mendapatkannya meskipun belum sehebat guru-guru yang lain.
Di tengah sibuknya membalas pesan dari guru-guru lain yang terus menanyakan keadaannya, tiba-tiba saja pintu ruangannya terketuk sehingga atensi pun teralihkan terlebih dahulu.
"Silahkan masuk," titah Arsha membuat seseorang yang berada di balik pintu itu mulai memasuki ruangan yang sama dengannya.
***