Entah ide ini datang darimana, tapi tiba-tiba saja terlintas di pikiran Erick bahwa dia ingin bernyanyi. Menyanyikan sebuah lagu favoritnya-dan lagu faforit keluarganya saat masih kumpul bersama-. Dengan percaya diri, ia senandungkan lirik demi lirik.
Tenang, tenang yang tak kunjung datang.
Menanti-nanti cahaya-Mu, beri aku petunjuk-Mu.
Kadang-kadang kelam ini datang menghampiri, oh-oh.
Tenang, tenang yang tak kunjung datang.
Menanti-nanti cahaya-Mu, beri aku petunjuk-Mu.
Tenang, tenang, oh, datanglah tenang hari ini.
Tenang, tenang yang tak kunjung datang.
Menanti-nanti cahaya-Mu, beri aku petunjuk-Mu.
Kadang-kadang kelam ini datang menghampiri, oh-oh.
Tenang, tenang yang tak kunjung datang.
Menanti-nanti cahaya-Mu, beri aku petunjuk-Mu.
Tenang, tenang, oh, datanglah tenang hari ini.
Jauhkanku dari sedih itu.
Aku merindu padamu.
Jauhkanku dari gelap itu.
Aku kembali pada-Mu.
Senandung lagu yang disenandungkan oleh Erick menggema di ruangan yang ditempati oleh Aaron dan Erick. Suaranya yang halus, membuat Aaron dan Agatha takjub. Bahkan, Bibi Lisa yang tadinya berada terpisah jarak dengan mereka bertiga, rela datang ke tempat istirahat mereka bertiga untuk mendengar suara khas Erick yang begitu indah. Tidak, bahkan jauh dari kata indah.
Tanpa sadar disepanjang nyanyian Erick, Agatha dan Bibi Lisa menitikkan air mata. Mereka berdua terhanyut dalam melodi yang dibuat oleh Erick.
"Lho, lho kok jadi nangis? Ih, Erick mah iseng doang nyanyi. Abis kayaknya bahasannya serius mulu. Sekali-kali pengen tenang. Hehehe." celetuk Erick, menghentikan nyanyiannya.
"Oh iyaa, Bibi Lisa ngapain kesini? Ada perlu kah?" tambahnya.
"Lah, kamu ngusir bibi? Astaga Erick, sedih hati bibi dengernya." timpal Bibi Lisa mulai drama.
"E-eh, nggak. Nggak gitu Bibi. Haduh, salah lagi."
"Ssst, diem aja. Kamu nyanyi lagi geh, suaranya indah banget. Bibi suka. Ayo nyanyi lagi Erick, Bibi pengen dengar. Lumayan buat healing ya kan." pinta Bibi Lisa.
"Cailah, healing. Tapi tadi mah iseng doang bi. Itu tuh bang Aaron sama Agatha, mau ngomong sesuatu katanya. Terus keliatannya serius banget. Nah, karena lagi capek jadi iseng nyanyi lagu itu." tutur Erick panjang lebar.
Agatha yang masih menitikkan air mata-usai mendengar suara indah Erick dan lirik lagunya yang cukup related untuknya-, terdiam. Terus mencebikkan bibirnya kesal. Ia tolehkan pandangannya ke Aaron berharap mendapat pembelaan. Aaron yang melihat hal itu, hanya terkekeh pelan.
"Ngomongnya nggak bisa nanti lagi ta Aaron? Agatha? Sekali aja, bibi pengen dengerin suara Erick sekali aja. Habis itu, silahkan dah kalau mau ngomong. Ntar bibi keluar. Tapi sebelum itu, bolehin Erick nyanyi lagi yaa?" pinta Bibi Lisa penuh harap.
Akhirnya mau tak mau Aaron dan Agatha mengiyakan permintaan Bibi Lisa. Toh... mereka juga sama menikmatinya. Suara Erick memang indah dan mereka juga baru tau hari itu kalau suara Erick sangat indah. Yah.... patut diancungi jempol.
(Erick mode on)
Bagaimanakah kabar diriku baik-baik saja.
Sedikit ku takjub namun nyatanya sudah kuduga.
Kau yang kesana kemari kau anggap aku tak cukup.
Semua kesempatan dan langkahku coba kau tutup.
Tutur batinku tak akan salah.
Silakan pergi, ku tak rasa kalah.
Namun percayalah sejauh mana kau mencari.
Takkan kau temukan yang sebaik ini.
Kau yang kesana kemari kau anggap aku tak cukup.
Semua kesempatan dan langkahku coba kau tutup.
'Kan kubuat jalanku sendiri.
Erick terdiam sebentar. Sebelum akhirnya melanjutkan kembali nyanyiannya. Jujur, sebenarnya lagu yang ia nyanyikan saat ini adalah salah satu lagu terbaik yang selalu ia dengar tatkala ia sedang merasa down dengan kehidupannya. Alhasil perasaannya tersalurkan hanya dengan menyanyikan lagu favoritnya-tutur batin, Yura Yunita-. Setelah penantian panjang, akhirnya ada kesempatan untuk dirinya healing. Healing dengan menyanyikan lagu favoritnya.
Sementara yang lain, ikut terhanyut dengan aluran melodi yang Erick bawa. Termasuk Aaron. Bahkan air matanya juga menitik pelan. Hal yang sama juga terjadi dengan Agatha serta Bibi Lisa. Intinya, semuanya menangis dalam diam. Menyesapi setiap lirik indah yang diciptakan oleh penyanyinya.
Tutur batinku tak akan salah.
Silakan pergi, ku tak rasa kalah.
Namun percayalah sejauh mana kau mencari.
Takkan kau temukan yang sebaik ini.
Aku tak sempurna.
Tak perlu sempurna.
Akan kurayakan apa adanya.
Aku tak sempurna.
Tak perlu sempurna.
Akan kurayakan apa adanya.
Aku tak sempurna.
Tak perlu sempurna.
Akan kurayakan apa adanya.
Tutur batinku tak akan salah.
Silakan pergi, ku tak rasa kalah.
Namun percayalah sejauh mana kau mencari.
Takkan kau temukan yang sebaik ini.
Takkan kau temukan yang sebaik ini.
Jiwa yang terbaik itu hanya, aku...
Tepat setelah sepenggal kata itu diucapkan, selesai sudah nyanyian yang Erick bawakan. Tak terkira berapa banyak air mata yang jatuh. Yang jelas, kali ini mereka semua terasa rapuh. Baik pikirannya, maupun hatinya. Baik fisiknya, maupun jiwanya. Semuanya. Tanpa terkecuali.
"Huhu, Erick suaramu bagus banget. Eh bukan bagus aja, tapii indah bangett. Bibi sampe nangis lho. Tau nggak sih, rasanya kayak ngena banget gitu. Ditambah suara Erick yang alus itu, beh rasanya mantap. Itu lagunya siapa sih? Bibi mau dengerin lagi nanti, pas banget liriknya. Relate banget sama Bibi." ujar Bibi Lisa, membuka topik pembicaraan karena sebelumnya tidak ada yang bersuara, persis setelah Erick menyelasaikan nyanyiannya.
Erick tersenyum tipis, senang rasanya. "Itu lagunya Yura Yunita Bi. Bibi harus dengerin sih, suaranya bagus banget. Liriknya juga, ngena banget kan? Judul lagu yang pertama Erick nyanyiin itu "Tenang". Kalau lagu yang kedua judulnya "Tutur Batin"." ucap Erick, menjelaskan dengan tenang.
"Wah, oke. Nanti Bibi dengerin lagi, sekalian Bibi download aja deh. Ntar tiap makan, minum, ngumpul kita dengerin lagu itu sama-sama yaa. Biar adem tentram. Pada setuju nggak?" tanya Bibi Lisa.
"SBL, SBL, SBL. Setuju banget lhoo." ujar ketiganya kompak (?)
"Bahasa apa itu? Bibi nggak pernah denger."
"Biasa Bi, bahasa zaman now." timpal Aaron.
"Nah iya Bi, zaman now bangett." ujar Erick.
"Aya-aya wae kalian mah."
"Wah, Bibi bisa bahasa sunda? Keren. Ajarin dong bii." pinta Agatha.
"Nggak sih, Bibi cuman tau sedikit. Ntar kita belajar sama-sama deh ya sayang. Yasudah, bibi mau keluar dulu. Kalian lanjutin dah ngomong-ngomongnya. Bibi mau menggalau." pamit Bibi Lisa.
Tepat setelah itu, Bibi Lisa pun meninggalkan Aaron, Erick dan Agatha yang masih bertopang dagu di atas kasur.
"Yasudah, tadi bang Aaron sama kamu Agatha mau ngomong apa? Maaf yaa, malah kepotong tadi. Soalnya reflek aja, pengen nyanyi. Abisan, kalian serius mulu. Jadi, apa yang mau kita bahas kali ini?" tanya Erick, penasaran.
Aaron dan Agatha menghela napas panjang. Kemudian, mulailah pembicaraan mereka dilanjutkan.
"Jadi tadi, waktu kita main masuk aman keluar resah persis sama apa yang Agatha mau. Agatha tiba-tiba..." tutur Aaron, mengantungkan kalimatnya.
"Ish, apa sih bang. Agatha kenapa? Lanjut aja ih, ngapain digantung gitu. Udah kayak jemuran aja. Jadi, Agatha kenapa?" tanya Erick makin penasaran.
"Agatha nyamperin aku waktu aku baru mau mulai nyari kalian. Dan tiba-tiba Agatha minta maaf dan ngaku kalau dia hilang."
Erick membelalakkan matanya tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
"Hah? Hilang?"