Chereads / Are you here? / Chapter 4 - Bab 4

Chapter 4 - Bab 4

"Oh iya, kalian laper nggak? Ini makanan yang dikasih Letnan Alden masih ada, mau makan dulu nggak? Setelah makan, baru deh kita lanjut jalan. Walaupun nggak ngerti mau kemana." celetuk Aaron memberi usul.

"Boleh, laper juga belum makan. Yaudah duduk di depan aja kak, ada tempat duduk tuh." ujar Agatha, menunjuk salah satu bangku taman yang berdiri kokoh tak jauh di depan mereka.

"Oke." ucap Aaron dan Erick serentak.

Mereka pun kembali berjalan dan berhenti di sebuah taman yang menyediakan bangku untuk ditempati. Ada pancuran air di sekitar sana yang mereka gunakan untuk mencuci tangan dan membasuh wajah. Usai mencuci tangan, membasuh wajah serta memastikan tangan mereka sudah benar-benar bersih, barulah mereka menikmati roti dengan tenang.

Waktu terus berjalan, mereka bertiga pun sudah selesai menikmati makanan yang mereka punya. Kini saatnya mereka memikirkan, mau dibawa kemana diri mereka bertiga? Mau pulang kembali ke rumah mereka, itu sangat tidak mungkin. Mereka yakin, rumah mereka sudah sangat tidak layak huni akibat terkena tembakan peluru dan bom yang di layangkan tanpa henti oleh prajurit musuh. Terlebih rumah mereka pasti terkena kobaran api para prajurit itu. Jadi sudah dapat dipastikan, mereka tidak bisa lagi pulang kembali ke rumah mereka. Lantas mereka harus pergi kemana kalau mereka tidak lagi memiliki keluarga dan tempat tinggal untuk dihuni?

"Jadi, kita mau kemana? Apa kalian masih punya kenalan keluarga yang mau menampung kita untuk sementara?" Agatha bersuara, mencoba bertanya kepastian untuk hidup mereka bertiga.

Erick mengedikkan bahu, tanda dia tidak tahu harus menghubungi siapa. Ia tidak memiliki kenalan keluarga, sebab dari dulu orang tuanya tidak pernah menceritakan hal apapun ke dia perihal kerabat dekat atau sanak saudara. Melihat itu, Agatha menunduk putus asa. Ia juga tidak tahu harus menghubungi siapa, sebab dari dulu Agatha dan keluarganya menjauh dari sanak saudara. Kini tinggal Aaron yang masih belum menjawab pertanyaan Agatha. Aaron terlihat sedang berpikir, raut wajahnya berubah serius.

"Ehm, sepertinya aku tahu kita harus kemana. Aku punya kenalan keluarga yang baik banget, namanya Bibi Lisa. Mungkin Bibi Lisa mau bantu kita. Walaupun kita juga nggak bisa lama-lama tinggal dan ngerepotin Bibi Lisa disana. Gimana? Kalian mau?" cetus Aaron, menawarkan saran.

Spontan, raut wajah Agatha yang sebelumnya ditekuk dan tertunduk lesu, langsung berubah ceria seperti mendapat harapan baru. Tanpa pikir panjang, Agatha langsung menyetujui saran Aaron. Begitu juga dengan Erick. Ia sangat setuju dengan saran Aaron. Setidaknya mereka punya tempat tinggal walaupun hanya bersifat sementara.

"Oke, karena kalian setuju ayo sekarang kita nyari telepon umum. Kita coba telepon Bibi Lisa dulu, semoga aja diperbolehkan." ucap Aaron.

"Oke, siap."

Mereka pun lanjut berjalan lagi untuk mencari penyedia layanan telepon umum. Tak lama, akhirnya mereka menemukan penyedia layanan telepon umum yang letaknya berdekatan dengan kantor pos. Aaron langsung menggunakan layanan itu, ia memencet tombol dan menunggu jawaban panggilan dari Bibi Lisa.

Akhirnya setelah menunggu, terdengar jawaban panggilan dari seberang sana.

"Iya, dengan Lisa disini. Ini siapa ya?"

Aaron menghela napas lega, untung saja Bibi Lisa menjawab panggilannya.

"Halo Bibi, ini Aaron."

"Aaron? Oh, hai. Kenapa sayang? Tumben menelepon, ada apa? Ada yang bisa Bibi bantu?" tanya Bibi Lisa.

Kemudian Aaron menceritakan kejadian yang menimpa dirinya dan teman-temannya. Namun dia tidak bilang, perihal Letnan Alden yang membantunya. Ia hanya mengatakan bahwa keluarganya telah mati karena sebuah peperangan dan kini ia dan teman-temannya tidak tahu harus tinggal dimana.

"Oh astaga sayang, bibi tidak tahu kejadian itu. Tidak ada berita soal itu. Sekarang kamu dimana Aaron? Biar bibi jemput. Oh astaga, bibi turut berduka cita."

Bibi Lisa kaget luar biasa tatkala tahu bahwa saudara laki-lakinya-ayah Aaron- dan kakak iparnya sudah mati. Bibirnya kelu dan bergetar hebat tak karuan. Ia mati-matian menahan tangis. Ia tahu, sangat tahu bahwa Aaron yang lebih menderita darinya. Karenanya, ia mau menjemput Aaron dan teman-temannya untuk tinggal bersamanya. Membayangkan Aaron, Agatha dan Erick sendirian tidak mempunyai tempat tinggal, membuat dirinya sedih. Usia mereka masih remaja, tapi Tuhan menakdirkan mereka untuk dewasa sebelum waktunya. So sad, right?

"Terima kasih bibi. Aku dan teman-temanku lagi di dekat kantor pos, tidak terlalu jauh dari rumah."

"Oh, bibi tau itu dimana. Oke, tunggu ya sayang. Bibi segera kesana. Aaron, kamu yang kuat ya sayang? Tenang Aaron nggak sendirian, Aaron masih punya bibi. Oke sayang?"

"Iya bibi, terima kasih banyak ya. Yasudah, Aaron matikan ya bi. Aaron tunggu disini. Bibi hati-hati." ujar Aaron, mengakhiri.

"Iya sayang."

Setelah itu, Aaron pun mematikan sambungan telepon dan menghampiri Agatha dan Erick. Ia memberi tahu, kalau bibi Lisa bersedia menerima mereka bertiga untuk tinggal bersama sementara waktu. Agatha dan Erick bernapas lega. Sambil menunggu Bibi Lisa, mereka mengobrol tentang diri mereka masing-masing.

Tak lama, Bibi Lisa datang dengan mobil kecilnya. Saat bertemu dengan Aaron, refleks bibi Lisa langsung memeluknya untuk menguatkan Aaron tentunya. Aaron tersenyum getir, kemudian berterima kasih. Tak lupa, Aaron memperkenalkan Agatha dan Erick ke Bibi Lisa. Bibi Lisa tersenyum, kemudian memeluk mereka satu persatu.

Usai berkenalan, Bibi Lisa memerintahkan Agatha, Aaron dan Erick untuk menaiki mobil agar mereka bisa segera tiba di rumahnya. Di dalam perjalanan, Bibi Lisa tak henti-hentinya berbicara. Hal itu ia lakukan sebagai upaya menghibur Agatha, Aaron dan Erick yang sedang berduka.

Tiba di rumah Bibi Lisa, mereka langsung berganti pakaian yang sudah disediakan, kemudian lanjut untuk sarapan. Selesai sarapan, Bibi Lisa mempersilahkan Agatha, Aaron dan Erick untuk beristirahat. Namun bukannya istirahat, Agatha malah mengusulkan untuk bermain. Sebab Agatha merasa sangat bosan, bingung mau ngapain. Mau tidur, ia tidak bisa padahal ia sangat ingin. Akhirnya mau tak mau, Aaron dan Erick mengiyakan permintaan Agatha.

"Yaudah, mau main apa?" tanya Erick.

Beberapa detik pun berlalu, tidak ada yang mengeluarkan suara. Baik Agatha ataupun Aaron. Aaron bukannya tidak mau menjawab, tapi dia hanya tidak tahu harus bermain apa. Sementara Agatha masih terlihat sedang berpikir, kira-kira permainan apa yang bisa mereka lakukan bertiga. Yang seru dan tidak membosankan. Tapi apa? Permainan apa?

"Oh ayolah, mau sampai kapan diam? Jadi main apa nggak?" desak Erick, yang mulai bosan menunggu.

"Aku nggak tahu, lagian yang ngajak kan Agatha. Jadi Agatha, kamu mau main apa?" timpal Aaron, balik bertanya.

"Hehehe, kasih aku waktu sebentar lagi."

Aaron dan Erick mengangguk malas, akhirnya mereka kembali menunggu. Sampai akhirnya, Agatha berkata.

"Aha! Bagaimana kalau bermain masuk aman, keluar resah?" usul Agatha.

"Hah?"

Spontan, Aaron dan Erick bertanya. Permainan macam apa itu?