Bermacam perspektif, pendapat, untaian kaliamat membaur jadi satu dalam otak Leon dan John. Kini mereka tengah berpikir tentang garis ramalan itu. Antara percaya atau tidak. Yang jelas mereka berharap bahwa itu semua akan benar-benar terjadi. Mereka sudah mulai lelah hidup dibawah tekanan Ratu Elena.
"Kalau ternyata benar, bagaimana? Haruskah kita memberitahukan hal ini ke seluruh warga Adney?" usul Leon kepada John yang sedang duduk di kursi dekat perapian.
"Hei, yang benar saja. Kalau kita memberitahukan hal ini ke seluruh warga Adney, bagaimana kalau terdengar oleh Ratu Elena? Yang ada bukannya dunia Adney bisa kembali seperti dulu, melainkan malah tambah buruk. Kau kan tidak tahu, yang mana kubu Penyihir Aldric dan Ratu Elena." tegur John tegas.
"Astaga, aku tidak kepikiran hal itu. Terus bagaimana? Apa yang harus kita lakukan? Sayangnya kita lupa nggak bilang soal ramalan itu ke Agatha." sesal Leon.
"Tenang saja. Aku yakin Agatha akan kembali. Kan dia juga yang bilang mau kesini lagi."
"Oh iya benar juga. Yasudah kalau gitu, lebih baik kita kembali ke rumah masing-masing. Malam sudah semakin larut." usul Leon.
"Oke. Besok aku akan ke rumahmu, kita bicarakan lagi hal ini. Selamat malam Leon, ingat jangan sampai ada yang tau soal Agatha selain kita berdua."
"Oke, kau juga. Hati-hatilah. Yasudah selanat malam John."
"Selamat malam juga, Leon."
Itulah percakapan terakhir antara John dan Leon usai mengantar Agatha kembali ke tempat awal mula dia datang dan menginjakkan kaki di dunia Adney. Mereka pun kembali ke rumah masing-masing dan akan bertemu kembali di rumah Leon demi membahas perihal ramalan untuk dunia Adney yang sedang berada di bawah tekanan Ratu Elena yang jahat.
*****
Sementara di tempat lain, Agatha telah kembali ke perpustakaan-tempat dia bersembunyi ketika bermain masuk aman, keluar resah.-
"Astaga, aku yakin mereka pasti bingung mencariku kemana. Aku harus menceritakan semuanya ke mereka." monolog Agatha.
Setelah itu dia berjalan menghampiri Aaron dan Erick, yang ternyata...
"Hai kak Aaron, aku tau kak Aaron sama kak Erick daritadi nyari aku. Maaf yaa aku baru kembali. Ah, aku ada banyak hal yang mau aku ceritakan ke kalian berdua." seru Agatha.
Mendengar suara Agatha, Aaron pun menoleh kemudian menaikkan alisnya. Ia bingung dengan Agatha. Sebenarnya dia mau bermain atau tidak?
"Oh Agatha, bukankah kamu yang mengusulkan bermain ini? Terus kenapa kamu tidak sembunyi? Apa kamu sudah bosan menungguku menghitung? Tapi kan, oh astaga aku bingung. Apa kamu sudah tidak mau bermain lagi? Aku baru saja ingin mencari kalian berdua, tapi kenapa kamu malah datang sendiri kesini?"
Aaron terlihat sangat bingung. Dari raut wajahnya terlihat sekali. Bahkan sepertinya dia mulai kesal karena sikap Agatha. Siapa yang tidak kesal kan? Kalau ada yang mengajak bermain, terus ketika dituruti malah dianya yang bersikap seolah tidak memiliki minat lagi untuk bermain.
"Hah? Aku apa? Bukannya permainannya udah selesai?" tanya Agatha bingung juga.
Jelas ia juga bingung. Dalam benak pikirannya, ia sudah meninggalkan dunianya lama sekali. Hampir seharian malah. Tapi kenapa ketika dia kembali, Aaron bersikap seolah dia baru menghilang beberapa menit? Astaga, sebenarnya ini siapa yang berbohong?
"Hah? Selesai? Bahkan kita aja baru mulai. Dan aku juga baru mau mencari kamu dan Erick Agatha. Astaga, bingung aku cara ngadepin kamu. Kenapa wanita sulit sekali dimengerti?!" ujar Aaron meninggi.
Agatha terdiam mematung, ia semakin bingung dan takut. Bagian dalam hatinya menyoraki dirinya untuk teriak dan mengeluarkan air mata. Jujur saja, ia tidak pernah dibentak. Bahkan sama keluarganya sendiri.
"A-aku, a-aku bingung kak. Kenapa bisa kak Aaron bilang kalau aku baru hilang sebentar?" Air mata Agatha kemudian berderai. Jatuh tanpa permisi dan aba-aba. Hatinya yang sensitif kembali terusik akibat bentakan Aaron barusan.
Aaron merasa bersalah saat melihat air mata Agatha yang jatuh. Tidak, bukan ini yang mau Aaron lihat. Aaron ingin Agatha bahagia dan tertawa, bukan menangis.
"Agatha, maafkan aku. Kita bahas masalah ini sama Erick ya. Ayo kita cari Erick dulu. Asli, maafin aku yaa. Aku nggak bermaksud kayak gitu. Hanya saja aku bingung sama sikap kamu." ujar Aaron menjelaskan.
"Iyaa, kak. Nggak papa. Agatha juga minta maaf." jawab Agatha sesenggukan.
"Udah kamu nggak salah. Kita sama-sama bingung. Yaudah kita cari Erick dulu. Kamu itu, dihapus dulu air matanya, kalau Bibi Lisa lihat kasian."
"Oh iyaa kak, hehe."
Aaron masih menyesal, ia pun memeluk Agatha agar bisa menyalurkan perasaan hangat. Ia ingin menenangkan Agatha dulu. Setelah dirasa Agatha mulai tenang, mereka pun beralih dan segera mencari keberadaan Erick. Tak butuh waktu lama untuk mereka mencari keberadaan Erick yang ternyata sedang sembunyi di bawah kasur. Dan dia tertidur pulas! Benar-benar tertidur pulas. Bahkan ada bantal, guling dan selimut yang ia bawa dan ia kenakan. It's so epic! Erick ternyata sangat berniat untuk tidur!
Lambat laun, pelan tapi pasti, terdengar suara gemeletuk gigi yang datang dari Erick. Alhasil, Aaron dan Agatha tertawa pelan melihat tingkah Erick. Muncullah ide jahil dari benak pikiran keduanya. Mereka akan mewarnai wajah Erick dengan pena yang ada di atas nakas. Dengan lihai dan sangat hati-hati, mereka menjadikan wajah Erick sebagai tempat menyalurkan ide. Tak lama kemudian, Erick terbangun dari tidurnya akibat suara tertawa Aarkn dan Agatha yang makin lama terdengar makin keras.
"Heh, kalian ngapain? Udah dari kapan disitu?" tanya Erick dengan suara khas orang baru bangun dari tidur panjangnya. Ia pun keluar dari kolong kasur dan duduk diatas kasur.
"Udah lama sih, mungkin udah dari semalem. Ya nggak kak?" ujar Agatha sarkas.
"Hah? Semalem? Gila, berarti mainnya udah selesai? Kok aku nggak dibangunin sih bang? Agatha? Jahat ah, kalian mah jahat." jawab Erick dramatis.
"Iya udah dari semalem. Ya kali semalem, orang baru juga. Ini aja belum malem, masih sore. Lagian kamu tuh Erick niat mau main apa mau tidur? Niat banget pake segala ambil bantal, guling sama selimut."
"Hehe, ibarat pepatah bang. Sekali dayung dua pulau terlampaui. Terus gimana, mainnya udah selesai?" tanya Erick sekali lagi.
"Halah, mau main juga percuma. Kak Erick juga tidur." sindir Agatha.
Erick meringis mendengar sindiran Agatha. Ia jadi malu sekaligus merasa bersalah. Ia tahu sebenarnya tidak seharusnya ia tidur. Padahal sebelumnya ia sudah bersepakat dengan Agatha dan Aaron. Hanya saja, hawa ngantuk menyerangnya dan membuat dirinya mengantuk berat.
"Iyaa maaf deh, salahku. Maaf yaa. Maaf yaa Agatha sayang." ucap Erick sambil mengusap lembut kepala Agatha.
"Iyaa, gapapa deh."
"Yaudah, terus sekarang mau ngapain? Mau tidur? Ayoo." desak Erick.
"Abis tidur gitu, masih mau tidur lagi?" kali ini Aaron yang bertanya.
"Hehehe, masih ngantuk bang."
"Nggak, tidurnya ntar lagi aja. Ada hal penting yang harus kita bahas."
Tepat setelah Aaron berkata demikian, Erick merasa ada hawa-hawa yang membuatnya merinding seketika. Ia yakin sepertinya pembahasan yang akan di bahas cukup serius dan itu yang membuat Erick merasa terancam.
"Alamat nggak bisa tidur ini kayaknya." desis Erick dalam hati.