Seorang pria berpakaian hitam santai berdiri di atas tangga, menatap dingin ke arahnya. Pria itu berjalan turun.
"Kamu ...." Yena tertegun. Dia baru melihat dengan jelas penampilan mahluk itu sekarang. Kecuali mata khas reptilnya yang menyala, dia sama persis seperti manusia biasa, bahkan lebih.
"Kalau tidak takut mati, silakan pergi," imbuhnya lagi.
"Bukankah sama saja? Mau di tanganmu atau di tangannya aku akan tetap mati?" Yena sedikit mundur ketika Lucifer mendekat.
"Tergantung. Kalau kau memberikan Yeouiju-ku, maka aku akan membebaskanmu."
Yena menelan salivanya. Apakah yang ia maksud adalah tembikar itu?
"Kembalikan Yeouiju maka aku akan mempertimbangkan hidupmu," tandas Lucifer.
Yena gelagapan. Jika dia memberitahu kalau yeouiju-nya telah hancur Lucifer pasti akan langsung membunuhnya.
"I-itu ... baik. Aku akan mengembalikannya padamu. Yeouiju itu ada di tempatku. Mari kita ambil ...," ujar Yena, berbohong.
Setelah keluar dari tempat ini dia akan membantu orang-orang untuk lepas dari mahluk ini.
"Kita tidak akan pergi sekarang. Naga busuk itu masih mengintai di luar sana." Lucifer berkata seraya berbalik masuk.
"O-oh? Jadi kapan kita pergi?" Yena kembali masuk dengan ragu-ragu.
Lucifer tidak menjawab, ia terus berlalu ke atas.
Yena tidak tau apa yang harus dia lakukan jadi dia hanya mengikuti Lucifer ke kamar tadi. Sepertinya hanya itu satu-satunya ruangan yang cukup layak dihuni dalam bangunan itu.
Yena duduk kikuk di tepi ranjang sementara Lucifer duduk santai di kursi seraya membaca buku tebal di tangannya.
Yena memperhatikan profil sampingnya yang tampak menawan. Korea Selatan memang memiliki visual yang menakjubkan, bahkan sampai mahluk mitologi mereka pun sebagus ini.
"Itu ... apa aku boleh tau di mana sebenarnya ini?" Yena bertanya pelan.
Melihat Lucifer bergeming ia bertanya lagi.
"Kapan kita akan pergi? Bukankah lebih baik kalau kau segera mengambil Yeouiju-mu? Takutnya temanku akan membuangnya ...."
" ... "
Lucifer hanya fokus dengan bukunya.
Yena tersenyum masam.
"Aku lupa kalau ular tidak punya telinga," batinnya.
Lucifer masih menggulati bukunya dengan wajah serius. Namun, fokusnya seketika buyar ketika mendengar suara kemeruyuk khas perut kosong.
Dia menengok tajam.
Yena tersenyum canggung.
"Ma-maaf. Aku lapar ..., apa kamu punya sedikit makanan?" Yena bertanya sungkan, tetapi Lucifer tak acuh dan kembali fokus.
Yena tersenyum hambar.
'Sudahlah Yena, dia tidak langsung membunuhmu itu sudah terhitung baik. Jangan berharap lebih.'
'Lebih baik aku tidur saja.' Yena merebahkan tubuhnya yang terasa lemas. Dia baru sadar kalau perutnya sangat keroncongan. Entah sudah berapa lama ia pingsan.
Demi mengabaikan rasa lapar, gadis itu memaksakan dirinya untuk tidur lagi.
'Ibu ... aku ingin pulang. Seandainya aku menuruti apa katamu, maka aku tidak akan terjebak di sini sekarang.'
Sementara itu di Indonesia, satu-satunya keluarga Yena, sang ibu, telah mendengar kabar bahwa putrinya menghilang.
Saat ini perempuan itu tengah berbaring tidak berdaya di rumah sakit setelah mendapat kabar buruk tersebut.
"Ibu Mila, jangan khawatir lagi. Kalau sampai nanti malam belum ada kabar dari Yena maka aku akan langsung terbang ke Seoul besok." Seorang pria yang sebaya dengan Yena berkata untuk menenangkannya.
"Ansel, tolong temukan Yena. Ini sudah dua hari. Tidak tau apakah dia baik-baik saja atau tidak. Anak bodoh itu ..., seharusnya dia mendengarkanku untuk tidak pergi," ujar Bu Mila, cemas bercampur kesal.
"Jangan pikirkan lagi. Aku dan Yena sudah bersama sejak kecil. Aku pasti akan membawanya pulang. Bibi tenang saja." Ansel meyakinkan.
***
Sekeras apa pun usaha Yena untuk mengabaikan rasa lapar, gadis itu tidak bisa tidur lebih lama lagi.
Setelah seharian tertidur dia akhirnya terbangun di malam hari.
"Habis sudah. Sepertinya aku akan mati kelaparan." Yena meringis, memegangi perutnya yang terasa melilit.
Dia ingin putus asa, namun saat pandangannya menyapu nakas pupil netranya langsung melebar.
"Apa itu yogurt?" Yena buru-buru turun dari ranjang dan menghampiri setumpuk barang yang ternyata adalah makanan dan minuman kemasan.
"Aku selamat!" serunyaserunya dengan mata berbinar. Ia membuka sebotol yogurt dan meneguknya sampai habis.
"Roti nanas? Madu? Surga sedang menolongku!" Yena memakan sepotong besar roti favoritnya itu selayaknya orang yang sedang kelaparan.
Gadis itu menarik kursi, duduk dan makan dengan lahap.
Dalam waktu singkat ia hampir menghabiskan semua makanan tersebut.
"Ssttttss ...." Desisan Lucifer megagetkannya.
Yena meletakkan potongan terakhir dan memberungut takut melihat naga tanpa kaki itu merayap masuk. Apalagi setelah menyadari kalau dirinya telah menghabiskan hampir seluruh makanan.
Padahal belum tentu itu buatnya.
"Ma-maaf ... aku lapar jadi aku langsung ...." Yena gugup. Namun, melihat Lucifer hanya meliriknya sekilas dan langsung melingkar malas di lantai, Yena menghembuskan napas lega. Sepertinya itu memang untuknya.
"Terimakasih," ucap Yena. Dia merasa kalau reptil ini sebenarnya tidak terlalu buruk.
"Eh?" Yena tiba-tiba mengerutkan kening saat matanya menangkap sesuatu yang tampak seperti luka bakar pada ekor ular itu.
Yena merasa ngeri. Bagaimana dia bisa terluka? Itu pasti sakit.
Gadis itu tanpa berpikir panjang langsung menghampiri reptil besar tersebut.
Ia berjongkok dan memeriksa lukanya.
"Bagaimana cara ular menyembuhkan diri? Apa kamu punya antibiotik atau antiseptik? Aku akan membantumu mengobatinya," ucap Yena.
Lucifer hanya membuka matanya sekilas lalu kembali memejam.
"Kalau tidak segera ditangani ini bisa infeks," imbuh Yena.
"Oh iya ...." Gadis itu tiba-tiba teringat sesuatu. Ia bergegas mengambil botol madu yang tersisa. Ia pernah membaca jurnal kalau madu mengandung antiradang dan antibiotik, dapat digunakan untuk luka bakar ringan.
Yena mengoleskan madu tersebut dengan hati-hati pada luka bakar Lucifer.
"Ssttt ...." Lucifer bangun dan mendesis ke arah Yena.
"O-oh tenang tenang ..., aku sedang mengobatimu. Madu akan mencegah lukamu agar iritasi," jelas Yena.
Lucifer mendengus pelan kemudian kembali meringkuk.
Yena lega, dia cukup jinak.
"Semoga ini dapat membantu, meski aku tidak tau ini akan bekerja pada kulit ular atau tidak--"
"Aku bukan ular," potong Lucifer.
"Oh? Jadi kamu apa? Imoogi?"
"..."
"Wah, jadi kamu benar-benar imoogi? Tapi mahluk mitologi Korea bagaimana bisa bicara bahasa Indonesia?" Yena heran.
Lucifer bergeming.
"Sudahlah. Sudah selesai. Lukanya tidak parah. Ini akan segera sembuh," kata Yena seraya bangkit dan kembali ke tempat tidur.
"Oh ya, kenapa kamu bisa sampai terluka?" tanya Yena penasaran. "Apa mungkin ... naga itu menyerangmu ketika sedang keluar tadi?" tebaknya.
Lucifer membuka matanya dan mendesis pelan, menatap Yena tajam.
"Apa kau perlu bantuan untuk menutup mulutmu?"
"O-- tidak!" Yena langsung melompat ke atas ranjang dan meringkuk. Dia menyentuh lehernya yang terasa ngilu. Mengapa ular ini galak sekali?
'Sudahlah. Tidur saja.' Meski Yena baru saja bangun tidur, tapi perut penuh membuatnya mengantuk kembali.
Selain itu, tidak ada hal lain yang bisa ia lakukan kecuali tidur.
Esok hari ketika terbangun Yena kembali mendapati setumpuk makanan di nakas.
Kali ini ada sepiring bulgogi dan kimchi.
Oh imoogi ini baik sekali!
Yena segera melahap daging bulgogi yang masih mengepul itu.
"Dia sudah pergi?" Yena tidak melihat Lucifer di sana. Setelah selesai makan ia turun ke bawah, ular besar itu juga tidak ada. Tampaknya ia sedang pergi.
Yena mendapati kalau pintu keluar juga tidak dikunci, tapi dia sama sekali tidak punya niat untuk kabur sekarang, takut bertemu dengan Arion. Lagipula, Lucifer tidak memperlakukannya dengan buruk.
Yena kembali ke kamar. Merasa bosan ia membaca-baca buku milik Lucifer.
"Kamus Korea-Indonesia?" Yena mengerutkan kening. Pantas saja dia bisa bicara Bahasa Indonesia.
Yena terkekeh.
"Sebagai warga Indo aku merasa terhormat mengetahui ada siluman negeri gingseng yang belajar bahasaku. Tapi ... apa motivasinya mempelajari bahasa asing?" Yena heran.
Seingatnya Arion juga sempat bicara padanya dengan Bahasa Indonesia. Jadi apa semua siluman di negeri ini bisa berbahasa Indonesia?
"Hmm agak mencurigakan," gumam Yena.
Kwakk Kwakk!
Tiba-tiba suara berisik mengagetkan Yena. Ia menengok dan melihat siluet yang tampak seperti burung terbang di balik jendela.
Kwakk kwakk!
"Lucifer! Apa kamu di dalam? Arion sudah kembali, sekarang kamu aman! Ayo kita berburu lagi!"