Chereads / Sweet Hostage / Chapter 11 - 11. Arion Sudah Pergi?

Chapter 11 - 11. Arion Sudah Pergi?

"Apa? Mahluk itu sudah pergi?" Mendengar si burung gagak Yena bangun dan berkata sembari menatap Lucifer.

"Apa kau yakin dia sudah pergi?" tanya Lucifer tanpa memalingkan fokusnya dari tangannya yaang terluka.

"Entahlah. Tapi dia sudah tidak terlihat lagi," ujar si gagak tidak yakin.

Lucifer menggeleng.

"Mustahil. Dia bukan tipe orang yang gampang menyerah. Baru beberapa hari, tidak mungkin dia sudah pergi. Tidak terlihat bukan berarti tidak ada. Kau pergi dan terus saja awasi sekitar," kata Lucifer.

"Baiklah!" Burung gagak itu pergi tanpa mengatakan apa pun lagi.

"Menurutmu mahluk itu benar-benar belum pergi?" Yena bertanya kurang yakin. Dia sangat berharap Arion sudah benar-benar pergi.

"Sudah aku bilang dia tidak akan menyerah dengan mudah. Kita harus berhati-hati. Arion mungkin akan merencanakan sesuatu ...."

...

Sementara itu di suatu tempat di penjuru Seoul.

Rumi baru saja dari kantor kedutaan untuk memeriksa perkembangan kasus hilang Yena. Dia dan Ansel menetap sementara di Seoul untuk memperjuangkan Yena.

"Aku yakin aku melihat Yena waktu itu di Insadong Street. Tidak tau kemana perginya anak itu. Aku harap dia baik-baik saja." Rumi memijat keningnya pening.

Beberapa hari yang lalu dia akhirnya menemukan Yena. Rumi pikir pencarian ini akhirnya berakhir namun siapa duga saat kereta lewat Yena tiba-tiba menghilang. Dia dan Ansel sudah menjelajahi setiap sudut Insadong Street tapi tidak kunjung menemukan Yena.

"Setidaknya dia baik-baik saja. Semoga sekarang dia juga masih baik-baik saja. Yena kemungkinan besar memang diculik." Ansel berkata.

"Aku sangat khawatir. Yena menghilang dua kali tepat di depan mataku. Mungkinkah ini memang ada hubungannya dengan tembikar terkutuk itu ...." Rumi berasumsi. Ansel segera menjitak kepalanya pelan.

"Sadarlah. Kita sudah cukup pusing karena Yena belum juga ditemukan, jangan mengait-ngaitkannya pula dengan hal yang tidak masuk akal. Itu membuatku semakin pusing," ujar Ansel.

"Aku serius. Ini pasti ada kaitannya dengan tembikar terkutuk itu. Jika tidak, bagaimana mungkin Yena tidak ditemukan sampai sekarang? Mahluk itu pasti membawanya, dan jangan-jangan sebentar lagi mungkin aku juga akan diseretnya." Rumi menggigit ujung kukunya cemas.

Ansel hanya geleng-geleng kepala melihatnya.

"Dasar narsis! Mahluk mana yang menginginkan gadis jelek dan cerewet sepertimu?" ledek Ansel.

"Ansel aku serius. Akhir-akhir ini aku merasa seseorang sedang mengikutiku. Bahkan tubuhku sering gerah dan berkeringat tanpa alasan. Nah, sekarang pun sudah mulai lagi." Rumi berkata sembari mengipasi dirinya dengan tangan.

"Dasar paranoid. Tentu saja kau gerah karena kita sudah berkeliling cukup lama. Tunggulah di sini, aku akan pergi untuk membeli minuman." Ansel berkata sembari membelokkan langkahnya dan berlari kecil ke sebuah minimarket.

"Jangan lama!" pinta Rumi.

"Iya, jaga dirimu. Aku khawatir mahluk itu benar-benar datang dan menculikmu." Ansel berkata diiringi tawa mencemooh.

Rumi hanya berdecak. Ia masih terus mengipasi dirinya yang entah mengapa terasa semakin gerah.

"Ahh kenapa kita tidak istirahat saja sbentar di kafe?" Rumi menepikan langkahnya menuju sebuah kafe yang masih buka. Mungkin karena tidak sabar ingin segera duduk dan menikmati AC ia tanpa sengaja bertabrakan dengan seorang pria dan menyebabkan tas yang ditentengnya jatuh

"Ah maaf!" ucap Rumi seraya membungkuk. Dia berjongkok hendak mengambil tasnya namun orang itu lebih dulu meraihnya dan menyodorkannya pada Rumi.

"Iya. Lain kal lebih hati-hati," ucap pria tersebut.

Rumi tertarik dengan suaranya, ia mendongak dan melihat sepasang mata hijau cerah yang bercahaya.

Pria itu tersenyum tipis.

Rumi hampir tersedak udara melihatnya. Apakah dia idol? Tampan sekali!

"Rumi." Gadis itu tiba-tiba refleks mengulurkan tangannya untuk berkenalan dan tersenyum hangat.

...

Ansel baru keluar dari minimarket dengan dua botol minuman. Pria itu terkejut ketika tidak mendapati Rumi di tempatnya tadi.

"Kemana dia?" Ansel kebingungan. Dia melihat kee sekeliling termasuk memeriksa kafe terdekat tapi batang hidung Rumi sama sekali tidak terlihat.

"Ya ampun, apa anak ini ingin simulasi diculik naga?" Ansel menggerutu sembari mencoba menelpon Rumi.

Namun, yang ia dengar hanyalah suara operator yang menyebalkan. Tidak diangkat.

***

Cahaya matahari masuk lewat celah jendela dan membangunkan Yena.

Gadis itu menggeliat kecil kemudian membuka matanya, dan sesaat kemudian terperenjat kaget.

"Kamu ... apa yang kamu lakukan?" tanya Yena dengan wajah terkejut saat melihat Lucifer duduk khusyu di kursi dan menatap dirinya, tanpa berkedip.

"Aku menjagamu," ucap Lucifer. Seketika membuat Yena tersadar kalau pria ini telah menontonnya tidur sepanjang malam.

Wajah Yena memerah padam. Dia menunjuk wajah Lucifer sebal.

"Kamu ... apa saja yang kamu lihat tadi malam?"

"Melihatmu tidur, seperti gasing, berputar. Kau juga bilang ingin makan rendang, tempe, soto, durian--"

"Cukup cukup!" teriak Yena sembari menutup telinganya.

Uh memalukan!

Gadis itu buru-buru bangkit dan berlari ke kamar mandi.

"Kau juga bilang kau ingin menikah dengan pria bermata biru--"

"Hentikan!" teriak Yena. Mungkin saat ini dia telah menenggelamkan wajahnya ke dalam bakal mandi. Bagaimana bisa dia meracau sebanyak itu?

"Tapi apa bagusnya mata biru?" Lucifer bergumam dan mendengus pelan. Bukankah merah jauh lebih menawan?

Yena menyelesaikan ritual mandinya cukup lama. Saat dia selesai dan keluar Lucifer sudah tidak ada. Yena menghembuskan napas lega.

Seorang pria menyaksikan budaya tidurnya yang buruk, benar-benar memalukan. Lagipula, apa dia kurang kerjaan sampai menonton orang tidur semalam suntuk?

Yena merapikan tempat tidur dan menyapu ruangan seperti biasa. Sekarang kamar itu jauh terlihat lebih terawat dibanding sebelumnya. Hanya nakas berserakan dengan buku yang tampak berantakan.

Yena tidak merapikannya karena Lucifer sepertinya tidak suka ia mendekati buku-bukunya. Namun, untuk kali ini Yena merasa sangat penasaran. Ia membuka salah satu buku itu dan langsung terkekeh.

"Kiat-Kiat Menjadi Manusia Beradab", begitulah judul buku tersebut. Aneh, ada yah buku seperti ini di dunia? Dan yang paling mengherankan kenapa Lucifer membacanya? Apa dia ingin jadi manusia.

Yena mengambil buku lain, sebuah buku sampul merah yang akhir-akhir ini sering Lucifer baca. Namun sayangnya Yena tidak mengerti karena buku tersebut dirilis dengan hangeul.

Satu-satunya yang menarik dan dapat Yena mengerti adalah gambar jelek seorang perempuan yang tengah dibelit ular. Ekspresi Yena agak jelek saat melihat bahwa gadis itu dinamakan 'Yena'. Apa Lucifer berencana membelit dan menelannya seperti ini suatu saat?

"Sayang sekali, sekarang aku sudah tau niat jahatmu." Yena berdecak. Setelah memuaskan rasa penasarannya ia pun turun. Sepertinya Lucifer ada di bawah.

Seperti biasa, pria itu pasti sedang berada di kolam belakang. Yena pergi ke sana dan betapa terkejutnya ia saat melihat suatu pemandangan yang tak seharusnya ia lihat.

"Ah!!" Yena menjerit kaget.

Lucifer ikut kaget. Melihat Yena, ia langsung membuang seekor unggas yang telah mengering dari tangannya.

"Apa yang kau lakukan di sini?"