Siva menangis mendengar kata-kata yang terlontar dari mulut ayahnya. Bukan menangis karena merasa tersakiti, namun, Siva menangis penuh haru.
"Papah, jangan ngomong kaya gitu dong! Uang itu, bisa dicari, kalo kebersamaan kita gak bakalan setiap hari kita sama-sama," kata Siva. Siva mengatakan kepada ayahnya, "Ayah, makan yah. Siva udah pesenin kok. Kita makan bareng."
"Kamu mirip siapa nak, punya sifat yang begitu lembut?" tanya ayah Vero. Ayah Vero merasa aneh dengan sikap anaknya. Padahal, bisa saja, sifat Siva menurun dari ibunya yang hanya memikirkan diri sendiri. Ayah Vero mengusap air mata Siva.
"Siva itu mirip Papah. Maka-nya sifat Siva kaya gini," ujar Siva.
"Pah, Vero mana?" tanya Siva. Ayah Vero menjawab, "Tadi sih, bilangnya, mau nongkrong sama temen-temen."
"Dasar itu anak, keluyuran mulu. Bukannya temenin Papah di sini," jawab Siva.