Rayan tidak membawa motor ke sekolah. Ia benar-benar tidak ingin menjadi pusat perhatian oleh banyak murid.
"Gue udah ada motor nih," beber Rayan kepada Maman dan Gilang.
"Wih, canggih lu, orang kaya emang beda," celetuk Maman.
"Dih, biasa aja kali. Malam minggu, gue ke Jakarta," ujar Rayan.
"Emang boleh?" tanya Gilang.
"Lagian, siapa yang larang coba? Gue gak terlalu dikekang ortu sih," ungkap Rayan.
Upacara akan segera dilaksanakan. Semua murid berbaris. Sementara, osis, memeriksa keseluruhan atribut setiap siswa dan siswi.
"Rayan, kamu baris di sana!" perintah kakak osis.
Setiap siswa dan siswi yang tidak memakai atribut lengkap akan dibariskan di tempat yang berbeda. Tempat yang cukup panas.
"Pengen deh baris deket Rayan," batin Karin.
Rania memiliki ide agar bisa berbaris di dekat Rayan. Ia membuang dasinya ke tempat sampah.
"Kak, dasiku ilang," ujar Rania.
Otomatis, Rania diberi arahan untuk berbaris di tempat yang sama dengan Rayan.
"Akhirnya, bisa deketan sama Rayan," pikir Rania.
"Dasar anak nakal," lirih Ayarra ketika melihat Rayan berada di barisan lain.
Rupanya, banyak juga murid pria yang tidak memakai atribut lengkap. Bahkan, osis juga masih harus mengatur barisan.
"Rania, kamu sekalinya upacara malah dapet bagian di sini." Kakak osis menggeleng melihat Rania yang berbaris di tempat yang panas.
"Pas upacara kemarin enggak kok. Tadi kebetulan aja dasiku ilang," jawab Rania.
"Bisa-bisanya si Rania ngambil kesempatan," lirih Karin. Karin mengetahui jika Rania membuang dasinya demi bisa berdekatan dengan Rayan.
Bobi mengurungkan niatnya untuk memasang foto Rayan dan Ayarra di mading sekolah. Bobi ingin bertanya langsung kepada Rayan.
Tidak peduli dengan panas, Rania bahagia menatap Rayan. Ia memandangi wajah Rayan.
"Apa lu liat-liat? Orang mah pada hormat," ujar Rayan pada Rania.
"Ih, galak deh kamu," jawab Rania.
"Iya, iya aku hormat nih!" sambung Rania.
Dari belakang, kakak osis menegur Rania yang malah mengobrol, "Heh, Rania, kamu jangan ngobrol! Fokus atuh! Liat ke depan!"
"Gak Rayan, Gak Kak Abi, galak semua," imbuh Rania.
"Mau ngobrol mah, entar aja di kelas kan bisa," kata Abi. Kakak osis yang dulu sempat Rania sukai.
Rania memajukan bibir. Ia tidak berani memotong perkataan atau membantah kata-kata dari kakak kelasnya.
Interview yang Amel jalani, berjalan dengan lancar. Ia bisa masuk kerja saat itu juga. Amel sangat bahagia. Ia memberitahukannya kepada Nico.
"Wah, selamat sayang, nanti, kamu kayanya harus nge-kos deh. Kan lumayan jauh tempatnya," usul Nico.
"Iya, nanti aku bilang sama Mamah Papah dulu," jawab Amel.
"Mah, Amel kayanya harus nge-kos deh. Soalnya, dari rumah ke tempat kerja itu jauh banget Mah." Amel meminta izin kepada Dina.
Dina menjawab, "Kamu minta izin sama Papah ya. Mamah bakalan izinin, kalo Papah kamu juga setuju."
"Iya, nanti Amel coba izin sama Papah," jawab Amel.
"Wah, berani juga ya kamu Ran," ujar Karin.
"Berani apa?" Rania memilih untuk berpura-pura tidak mengerti maksud Karin.
"Itu, kamu buang dasi kamu, demi bisa deketan barisnya sama Rayan."
Karin memperjelas maksudnya. Rania mengelak dan berkata mungkin saja Karin salah lihat.
"Kamu salah liat kali."
"Mata aku emang udah minus, tapi belum buta kali. Akuin aja sih. Kamu suka sama Rayan yah?" tanya Karin.
"Rayan, kamu pacarannya sama--" Ucapan Bobi terpotong karena Ayarra telah memasuki kelas.
"Pacaran sama siapa?" tanya Rayan. Bobi langsung melirik ke arah Ayarra.
"Enggak tuh!" bentak Rayan.
"Biasa aja dong kalo enggak," ucap Bobi.
"Dih, emang enggak," ujar Rayan.
"Tapi, ada buktinya loh," beber Bobi.
"Bukti? Bukti apa?" tanya Rayan penasaran.
"Nih!" Bobi memberikan foto yang dia tangkap.
"Hapus gak itu foto!" pinta Rayan.
"Ada syaratnya," kata Bobi.
"Apa?" tanya Rayan makin kesal.
"Nanti, kita pulang bareng."
"Gitu doang? Yaudah kita pulang bareng. Tapi ntar dihapus ya." Rayan menyetujui permintaan Bobi.
"Gila, masih berani dia sekolah. Kenapa gak pindah aja." Riki amat kesal dengan Farhan.
"Emang gak tau malu," berang Firman.
Selama di sekolah, tidak ada yang mau berteman lagi dengan Farhan. Hanya Nindia yang selalu berada di sisinya.
"Udah, jangan emosi! Percuma aja kita emosi, orang si Farhan enggak merasa bersalah," ucap Gilang.
"Tapi, dia tuh bener-bener gak ngerasa bersalah. Itu yang buat gue kesel," tutur Riki.
"Ya terus, sekarang lu mau gimana? Mau ngajakin ribut si Farhan? Gak ada gunanya!" ucap Maman.
Maman hanya tidak ingin melihat kekacauan. Apalagi, dengan tingkah Farhan yang tidak pernah merasa bersalah.
"Kamu anak baru ya?" tanya atasan Amel di kantor.
"Betul Pak, saya Amel. Karyawan baru di sini." Amel memperkenalkan diri.
"Oh, begitu, apakah kamu bersedia lembur hari ini?" tanya Pak Dadan--atasan Amel.
"Baik Pak, siap," tegas Amel. Padahal, Amel ada janji untuk bertemu dengan Nico nanti malam.
"Apa? Lembur? Yah, jadi kita gak bisa ketemu dong?" Nico kecewa lantaran tidak bisa bertemu dengan Amel hari itu.
"Kan masih ada hari-hari lain," jawab Amel.
Bobi dan Rayan pun, pulang bersama. Bobi mengatakan kepada semua murid yang ia temui jika Rayan adalah sahabatnya.
"Sahabat Bobi nih!"
"Bob, udah ngapa, berisik tau," kata Rayan.
"Ya maaf," jawab Bobi.
"Tumben cowok mesum itu mau pulang bareng murid lain," pikir Ayarra.
Ayarra pulang menaiki angkutan umum. Sedangkan Rayan dan Bobi berjalan kaki.
"Enggak naik angkot nih kita?" tanya Bobi.
"Rumah gue deket kok. Noh! Bentar lagi juga nyampe," papar Rayan.
"Mana hp lu?" Rayan meminta ponsel Bobi untuk menghapus fotonya dengan Ayarra.
"Emang mau apa?" tanya Bobi. Bobi memberikan ponselnya ke Rayan.
"Nih!" Rayan menghapus keseluruhan fotonya dengan Ayarra yang Bobi tangkap.
"Bolehkan Bobi masuk ke rumah Rayan?" Dengan rasa percaya diri yang tinggi, Bobi bertanya.
"Enggaklah! Sana pulang! Gue tau rumah lu masih jauh kan?" tebak Rayan.
"Emang masih jauh sih Ray, tapi kan, orang mau bertemu masa gak boleh?" kata Bobi.
"Emang gak boleh! Sono pulang!" usir Rayan.
Suatu kebetulan, Rayan bertemu dengan Nadia. Nadia lekas menyapa Rayan. Nadia juga menyuruh agar Rayan membawa Bobi masuk ke dalam rumah.
"Rayan, temennya suruh masuk ke rumah atuh!"
"Tuh kan Ray, iya Tante, ini juga mau masuk kok."
Bobi salam kepada Nadia. Mulanya, Bobi mengira jika Nadia adalah ibu kandung dari Rayan.
Meskipun mertua dari Dina belum bisa berbicara dengan lancar, Dina tetap mengajak mertuanya itu untuk berbincang.
"Ibu, hari ini, Amel sudah bekerja di perusahaan. Doakan ya, semoga Amel betah kerjanya."
Mertua Dina hanya mengangguk. Dina menyuapi makanan untuk ibu dari suaminya.