Aneska hanya bisa melihat lihat ponselnya tanpa tahu harus bagaimana menggunakannya. "Ponsel yang bagus tapi tidak berguna."
Akhirnya Aneska hanya bisa membaringkan tubuhnya tanpa tahu harus berbuat apa. Matanya menatap langit-langit yang catnya mulai memudar. Lamunannya membawa khayalnya jauh ke belakang, saat-saat di mana dirinya masih tinggal di Desa.
"Aku merindukan tempat kelahiranku," gumamnya pelan. "Sahabatku Laras, sedang apa dia sekarang? Ibu, Damar dan teman Sekolahku. Aku jadi merindukan mereka. Bagaimana keadaan tempat tinggalku sekarang? Apa masih sama atau sudah berbeda?"
Mata Aneska mengerjap perlahan, lamunannya jauh ke saat-saat dirinya masih tinggal dengan Ibunya. Tanpa disadarinya, air mata jatuh dari sudut matanya. "Ibu, aku sangat merindukanmu. Sangat merindukanmu, Ibu," bisiknya lirih.