Laras turut berjongkok disebelah Aneska yang sedang memegang batu nisan. "Yang kuat Aneska, ikhlaskan Ibumu. Ini sudah menjadi takdirnya. Kita semua yang ada di sini juga, pasti akan mengalami kematian."
Aneska menangis, air matanya telah membanjiri kedua belah pipinya. Hati mana yang tidak akan merasa tersentuh hatinya, bila melihat Aneska yang sedang menangis pilu di depan kuburan Ibunya dengan bunga tabur yang masih segar.
Satu per satu para pelayat meninggalkan pemakaman karena hari juga akan berganti malam. Cahaya Sang Surya perlahan akan meninggalkan bumi.
Laras melihat ke sekeliling, hanya tinggal beberapa orang saja yang berada di pemakaman, itu pun sudah akan pergi.
"Aneska," panggil Laras pelan.
Aneska tidak menjawab, tatapannya kosong melihat batu nisan yang ada didepannya.
"Aneska, ini sudah mau malam. Sebaiknya kita pulang, besok kita ke sini lagi. Lihatlah para pelayat sudah pulang," ucap Laras ikut berjongkok dan memegang bahu Aneska.