Selamat Membaca
Hari masih cukup pagi. Sinar mentari terasa hangat menyentuh permukaan kulit. Begitu keluar dari tempat pemakaman umum, mereka pun bergerak menuju kediaman keluarga Arina. Raymond sudah tidak sabar ingin bertemu dengan orang tua keduanya yang tidak lain adalah Eyang Kakung dan Eyang Putri.
Beberapa menit kemudian, mereka telah tiba di depan sebuah rumah yang cukup besar dan paling mewah di kampungnya. Terbayang di benak Raymond bagaimana ia menghabiskan masa kecilnya yang penuh warna di sana. Bermain, bercerita, tertawa, dan menangis di pelukan sang nenek. Semua kenangan itu masih terpatri di ingatannya.
Begitu menjejakkan kaki di teras, Raymond langsung berteriak-teriak memanggil eyangnya. Kebetulan pintu utama rumah tersebut sedang ternganga lebar. Tak lama kemudian, muncullah seorang wanita berusia tiga per empat abad dengan rambut yang sudah berwarna dua. Wanita itu tersenyum lebar, memamerkan barisan gigi palsunya yang rapi begitu melihat siapa yang datang.