Selamat Membaca
Sepanjang perjalanan pulang, Humaira tidak berhenti menangis. Tisu yang ada di dalam tasnya bahkan sudah hampir habis. Namun, seolah-olah itu semua tidak cukup untuk menyusut air mata yang terus menganak sungai di kedua pipinya.
Raymond benar-benar keterlaluan. Mengapa dia tega menyembunyikan rahasia sebesar ini darinya? Mengapa dia tidak mau bertanggung jawab terhadap apa yang sudah ia perbuat? Tega-teganya ia ingin membunuh darah dagingnya sendiri.
Arina benar-benar kecewa. Dia menyesal kembali lagi ke Jakarta. Dia menyesal memberikan kesempatan kedua untuk suaminya. Baru sebentar saja lelaki itu menghujaninya dengan sejuta kebahagiaan, sekarang ia kembali menorehkan luka yang tak terperikan.