Selamat Membaca
Hening. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibir mereka. Hanya terdengar suara denting piring dan garpu yang saling beradu. Benar-benar sangat canggung. Berbeda dengan suasana sarapan ketika Arina masih berada di rumah Opa nya. Hangat dan penuh obrolan ringan yang diselingi dengan canda tawa.
Ah, dia jadi merindukan saat-saat itu. Merindukan sosok Opa yang selalu memberi petuah-petuah bijak. Merindukan Indah si tukang kepo yang cerewetnya melebihi emak-emak rempong di kampungnya. Andai saja Raymond juga bisa bersikap hangat seperti mereka.
Arina sedikit mengangkat wajahnya. Sekilas ia melihat lelaki berjas abu-abu itu sedang memakan sarapannya dengan begitu lahap seperti sedang dikejar waktu. Syukurlah. Itu berarti makanannya cukup enak dan cocok di lidah sang suami. Walaupun Raymond tidak pernah memuji, setidaknya dia juga tidak mencela.