Chereads / STRANGE DESTINY / Chapter 7 - BAB 7

Chapter 7 - BAB 7

Kay menatap sisi jalanan melalui jendela mobil. Hari ini dia dijinkan oleh dokter untung pulang meski ia masih harus menggunakan boot walker dalam waktu seminggu. Saat ini ia berada dalam mobil menuju ke rumah Alexa. Kay memang bukan aktris yang baik dalam hal berlakon tapi ini bukanlah pertama kali baginya. Selama perjalanan, Kay menanamkan di otaknya bahwa dia adalah Alexa. Terdengar salah tapi bukankah Kay sudah melakukan hal yang lebih buruk dari pada ini? Jadi dia hanya menikmati peran sebagai Alexa.

Setengah jam kemudian mobil itu memasuki gerbang yang cukup besar yang terbuka. Mobil itu masuk dan Kay menatap rumah yang menyambut di depan matanya. Ini bukan rumah. Ini mansion. Mobil terparkir di depan rumah itu dengan aman. Sopir langsung berlari keluar dan membukakan pintu untuk Kay dan Marni yang duduk di kursi belakang. Kay menurunkan kakinya dengan perlahan dan berdiri yang dibantu oleh sopir tadi. Kay menatap mansion di depannya.

"Wow.." hanya itu yang keluar dari mulutnya.

"Ayo, Nona, kita masuk. Saya yakin Nyonya dan Tuan sudah menunggu." Ujar Marni.

Kay hanya mengangguk dan berjalan berdampingan dengan Marni. Sebenarnya dia tidak mengerti kenapa kedua orang tua Alexa memutuskan untuk menunggu Alexa di rumah, bukannya menjemputnya di rumah sakit seperti yang akan dilakukan oleh orang tua lainnya.

Apa mereka begitu sibuk sampai tidak sempat menjemput anaknya sendiri? Batin Kay.

Kay mengedarkan pandangannya saat memasuki mansion itu. Ruang tamu berwarna krim menyambutnya dengan tiga sofa besar dan satu meja berwarna putih berada di tengah ruangan. Lampu gantung berwarna emas menggantung di tengah ruangan, menambahkan kesan mewah pada rumah itu. Di sisi-sisi ruangan terdapat beberapa guci besar dan lukisan yang panorama yang tergantung di dinding. Di belakang ruang tamu terdapat satu tangga cukup besar untuk tiga orang dewasa berjalan berdampingan. Ini bukan pertama kalinya Kay masuk ke dalam rumah mewah tetapi dia tetap merasa terpesona oleh kemewahan mewah ini. Dia melihat kedua orang tua Alexa berdiri menyambut anaknya. Ibu Haris berlari kecil menghampirinya yang memasuki rumah dan langsung memeluknya. Matanya berkaca-kaca dan memeluknya begitu erat. Ibu Haris melepaskan pelukan dan menatapnya. Kay berusaha untuk tersenyum setulus mungkin untuk menghibur wanita paruh baya itu.

"Selamat datang kembali ke rumah, sayang." Ujarnya sambil mengecup dahi Kay.

Kay hanya membeku dan menganggukkan kepalanya dengan senyum tipis di wajahnya. Kedua orang tua itu membimbing Kay ke kamarnya. Kay mendengarkan dengan saksama ibu Haris yang menjelaskan di mana letak ruangan seperti dapur, perpustakaan, taman kolam renang dan ruangan lainnya. Kay hanya menganggukkan kepalanya sembari mengingat-ingat jalan menuju ruangan yang paling penting baginya, yaitu kamar tidur dan dapur.

Mereka berempat tiba di depan sebuah kamar yang rupanya kamar milik Alexa. Marni membukakan pintu untuk ketiga majikannya dan Kay melangkah masuk ke dalam kamar. Kamar itu terlalu besar untuk Kay yang hanya memiliki rumah sederhana. Kay mengedarkan pandangannya ke kamar sembari berjalan perlahan ke tempat tidur. Kakinya mulai terasa berat sehingga ia memutuskan untuk duduk di ranjangnya dengan kedua orang tua Alexa duduk di kedua sisi. Begitu Kay duduk di tempat tidur, ia menyadari kasurnya begitu empuk dan cukup besar untuk ditempati tiga orang dewasa. Seprei bermotif bunga sakura berwarna merah muda itu mencerahkan matanya. Kay mengelus tangannya pada permukaan kasur yang lembut.

Wow, aku akan tidur lelap malam ini. Batinnya sambil menyeringai.

"Sayang, kalau kamu membutuhkan sesuatu kamu bisa panggil Marni atau ibu Rina." Ujar ibu Haris.

"Siapa ibu Rina?"

"Dia kepala asisten rumah tangga di sini. Ibu Rina juga pengasuh sewaktu kamu masih kecil."

"Oh.."

Kedua orang tua Alexa pun keluar setelah mengecup pucuk kepalanya. Sejujurnya setiap kali kedua orang tua Alexa melakukan itu, tubuh Kay menegang. Pertama, dia sudah lama tidak menerima kasih sayang seperti itu. Kedua, ia merasa tidak enak hati.

Setelah mendengar pintu tertutup, Kay mulai memperhatikan isi kamar Alexa.

"Baiklah, aku pikir saatnya untuk mencari tahu bagaimana karakter Alexa." Ujar Kay sambil berdiri dari tempat tidur.

Kay berjalan ke sisi kiri kamar yang menjadi kamar mandi. Begitu dia membukanya, Kay melihat bathub di sebelah kanan kamar mandi. Kay menoleh ke sisi kiri kamar mandi dan menemukan pancuran shower dan toilet duduk. Dia masuk ke dalam kamar mandi dengan perlahan dan berjalan ke arah wastafel tanpa mengalihkan matanya dari lingkungan kamar mandi. Dia tersentak ketika mengalihkan pandangannya pada cermin yang terletak di atas wastafel. Kay menyentuh dadanya dan mengatur nafas karena terkejut.

"Sial, aku belum terbiasa dengan wajah ini." Ujarnya sambil menatap cermin.

Untuk pertama kalinya Kay memperhatikan wajah Alexa. Alexa memiliki wajah berbentuk oval. Kedua mata yang berbentuk almond dengan alis yang melengkung rapi, hidung mancung dan bibir tipis yang berwarna ceri, serta rambut lurus hitam yang jatuh di bahu. Secara keseluruhan, Alexa adalah gadis yang cantik dan menarik.

"Wah, jika aku laki-laki, aku akan jatuh cinta pada gadis ini." Ujar Kay yang menyentuh kedua pipinya dengan tangan.

"Aku cukup iri dengannya, dia bahkan memiliki payudara yang indah dan montok."

Kay membuka lemari yang terhubung dengan cermin tersebut dan melihat ke dalamnya. Kay menutupnya kembali setelah ia hanya menemukan beberapa sikat gigi baru dan pembersih wajah. Dia berjalan ke sisi kanan kamar untuk membuka lemari pakaian Alexa. Lemari pakaian yang dimaksud rupanya kamar ganti dengan beberapa pakaian Alexa yang tergantung dan tersusun rapi di rak setiap sudut kamar. Kay menganga melihat pemandangan di depannya.

"Wah...ini bahkan lebih luas dari kamarku sendiri." Bisiknya.

Kay berjalan memasukinya dengan tangannya menyentuh beberapa pakaian yang tergantung. Dia juga melihat beberapa koleksi tas dan sepatu yang terletak di pojok kanan dan kiri ruangan. Dia harus mengingatkan dirinya sendiri bahwa ruangan yang ia masuki adalah kamar ganti Alexa, bukan distro. Kay duduk di sofa tanpa lengan yang berada di tengah ruangan dan mengedarkan pandangannya sekali dengan teliti. Ia melihat sebuah rak kayu berwarna hitam dan berjalan menghampirinya. Dia membuka satu per satu laci pada rak hingga ia melihat sebuah buku harian berwarna merah muda. Kay mengambilnya dan keluar dari ruangan untuk kembali ke kamar.

Kay duduk di tepi ranjang sambil memperhatikan buku harian ditangannya. Ia berpikir sejenak, menimbang-nimbang akan membacanya atau tidak.

"Aku merasa tidak enak hati tapi..."

Kay menoleh ke arah meja rias yang berada di sisi kiri ranjang dan menatap pantulan dirinya di cermin.

"Secara teknis, saat ini aku adalah Alexa. Jadi kupikir tidak ada salahnya, benarkan?" ucapnya pada dirinya sendiri di cermin.

Kay menganggukkan kepalanya untuk meyakinkan dirinya sendiri lalu membuka buku harian Alexa. Dia menyandarkan dirinya pada dipan kasur sambil membaca setiap kata pada buku harian.

Kay menutup buku harian dan melemparkannya ke atas kasur sambil mendesah berat. Ia merebahkan tubuhnya pada kasur dan menutup matanya dengan lengan kanan. Setengah jam sudah dia membaca buku harian dan matanya terasa panas.

"Apa-apaan itu? Isi buku itu hanya berisi dengan bagaimana perasaan gadis ini pada lelaki bernama Miller. Dia bahkan menulis segala hal favorit dan hal yang dibenci lelaki itu. Kedengarannya seperti Alexa memiliki obsesi padanya." Ucap Kay.

Ia lalu membuka matanya dan menatap langit-langit ruangan.

"Apa Miller adalah pacar Alexa? Itu bisa jadi. Bagaimana pun juga Alexa adalah gadis yang cantik. Wah.. Aku cukup iri padanya mengalami kisah percintaan remaja. Apa yang kulakukan pada usia Alexa? Ah benar, aku hanya belajar dan bekerja sampingan. Ckck...hidupku terasa menyedihkan."

Monolognya terputus ketika sebuah ketukan pintu terdengar. Kay mengucapkan kata masuk dan duduk di atas kasur untuk melihat siapa yang mengetuk pintunya. Dia melihat Adrian yang masih memakai pakaian kerja memasuki kamarnya dengan senyuman pada wajahnya. Kay membalas senyumannya dan mempersilahkan Adrian untuk masuk. Adrian berjalan menghampirinya dan duduk di tepi tempat tidur.

"Maaf, kakak tidak bisa menjemputmu di rumah sakit."

"Tidak apa-apa. Aku yakin kakak pasti sibuk."

"Bagaimana keadaanmu?"

"Lebih baik. Hanya kakiku yang terasa lelah dengan alat ini."

"Aku mengerti itu pasti menjengkelkan."

Mereka berdua tersenyum dan saling menatap. Kay terbatuk untuk menghilangkan kecanggungan dan mengalihkan pandangannya. Tatapan Adrian begitu lembut dan penuh kasih sayang, membuat Kay merasa tidak enak hati karena ia tahu tatapan Adrian untuk adiknya. Dan dia belum pernah ditatap seperti itu oleh seorang pria.

"Jadi, kapan aku kembali ke sekolah?" ucap Kay mematahkan keheningan. Pertanyaan itu terbesit begitu saja ketika ia menyadari Alexa adalah seorang pelajar.

"Besok. Lily akan datang bersamamu ke sekolah. Kakak yang akan mengantarkanmu dan Lily ke sekolah." Jelas Adrian yang dijawab anggukan oleh Kay.

Kay ingat gadis bernama Lily yang merupakan sahabat Alexa. Gadis berparas manis itu tahu tentang kondisi Alexa yang mengalami amnesia. Adrian meninggalkan Kay sendirian di kamarnya setelah mengingatkan untuk makan malam. Kay bangkit dari kasur menuju kamar ganti untuk berganti pakaian. Kay menatap beberapa pakaian yang dimiliki oleh Alexa. Tidak ada satu pun yang merupakan style-nya tapi dia tidak bisa memilih. Kay menghela nafas berat.

"Gadis ini memiliki selera feminin yang tidak aku suka dan aku harus memakainya. Ya sudahlah."

Kay mengambil kaos lengan pendek berwarna peach dengan rok berwarna merah muda. Setelah berganti pakaian, Kay melihat tampilannya di depan cermin.

Tidak buruk tetapi aku masih membencinya. Batin Kay.

Kay keluar dari kamarnya dan berjalan menuruni tangga dengan perlahan. Ia tidak ingin terpeleset dan mematahkan lehernya sendiri. Ketika ia mendekati pintu masuk, Kay mendengar gumaman lembut berasal dari ruang makan. Begitu ia memasuki ruangan, semua orang yang sudah duduk melingkari meja makan berhenti berbicara dan menatapnya. Kay mengangkat alis pada keheningan mendadak itu. Ia berjalan dan duduk di kursi samping Adrian. Adrian hanya tersenyum pada Kay dan menepuk kepalanya dengan sayang.

Makan malam terasanya sunyi namun menangkan. Sesekali pembicaraan berlangsung antara pak Haris dan Adrian, membicarakan tentang bisnis dan sebagainya. Ibu Haris terkadang menimpali pembicaraan, sedangkan Kay hanya mendengarkan dan menikmati makanan yang disajikan. Kay mengalihkan pandangannya ketika ia merasa seseorang menatapnya. Ia melihat seorang wanita paruh baya yang berdiri tak jauh dari meja makan menatapnya. Kay berkedip dan tersenyum pada wanita paruh baya itu namun wanita itu tidak membalas senyuman Kay dan pergi ke suatu ruangan yang mengarah pada dapur. Kay mengerutkan dahinya pada perilaku aneh wanita itu.