Chereads / SANG PENJAGA TERAKHIR / Chapter 25 - 25. Tunggu!

Chapter 25 - 25. Tunggu!

Pada saat jam istirahat pertama, Alysha dan Mori bergegas pergi ke kantin, karena sama-sama sudah lapar. Dalam perjalanan ke kantin Alysha mulai bertanya.

"Kenapa beberapa hari ini, aku sering melihat ada kakak cantik yang pernah jadi salah satu sukarelawan tim pencari polisi hutan yang tersesat mendatangi kamu ke sekolah?"

Mori yang sudah memperkirakan bahwa Alysha akan menanyakan hal itu tentunya telah menyiapkan alasan untuk menjawab dan berekspresi sewajarnya. "Oh... namanya Miranda. Dia memang cantik! Tapi dia datang ke sekolah bukan hanya khusus mencariku. Dia datang ke sekolah ini, itu karena ada urusan lain yang berhubungan dengan kegiatan kampusnya. Semacam mau mengadakan acara festival di sekolah ini dan kebetulan saja dia mengingatku."

Alysha mengangguk beberapa kali. "Jadi karena mengenalmu, dia menemuimu setiap kali ke sekolah?"

"Seratus!" Mori tersenyum licik seolah seorang penjahat.

Alysha menoleh kepada Mori yang seketika menghapus senyuman liciknya setelah berhasil berbohong. "Kenapa kamu senyum-senyum?"

"Tak bolehkah?" Mori memasang senyum terbaiknya.

Alysha kembali melihat ke depan dan terus berjalan.

Tidak berapa lama, Mori dan Alysha sampai di depan kantin yang sudah sangat penuh oleh para siswa dan siswi di sekolah itu tentunya.

Mori mengusap rambutnya. Suntuk sendiri melihat kantin yang sudah ramai. "Ini sudah pasti kita tak dapat apa-apa lagi selain hanya bisa makan roti!"

Alysha melihat kepada Mori. "Setidaknya ada yang bisa dimakan! Atau kalau tidak kita makan mi rebus saja?"

"Panas-panas gini, makan mi. Malas ah." Keluh Mori.

"Ya, sudah terima saja kalau dapatnya cuma roti!" ucap Alysha segera masuk ke dalam kantin yang ramai. Melihat-lihat ke arah etalase penjual bakso, nasi goreng dan yang lainnya. Hanya tinggal beberapa porsi lagi. Sementara itu antrian masih panjang.

Tahu kalau ia tak akan mendapatkan bagian, Alysha memilih ke arah toko roti kecil yang selalu membuat roti baru setiap hari. Sehingga banyak disukai oleh para guru dan siswa lainnya. Tapi Mori tidak suka makan roti di saat sedang lapar, karena waktunya makan siang.

"Hah... Mori menghela nafas. Terpaksa harus makan roti. Roti itu enaknya dimakan pagi atau sore! Bukannya siang!" keluh Mori saat berjalan ke arah toko roti.

Alysha yang telah sampai terlebih dahulu di depan penjual roti, menggeser sedikit ke samping agar bisa sama-sama memilih roti yang ada di etalase. "Roti isi srikaya satu, kak." Ucap Alysha kepada penjaga toko roti yang anak dari pemilik toko roti kecil itu.

Perempuan penjaga toko roti itu segera mengambilkan permintaan Alysha dan membungkusnya dengan bungkus kertas berwarna coklat lalu memberikan kepada Alysha. "Silakan."

"Makasih kak!" Alysha menerima rotinya lalu memberikan selembar uang lima ribu.

"Aku mau roti gandum isi coklatnya dua, kak!" ucap Mori mulai bersemangat saat melihat roti gandum isi coklat kesukaannya yang masih hangat, karena baru di keluarkan dari ovennya.

"Oke!" roti gandum permintaan Mori segera diambilkan perempuan penjaga toko roti dengan senyuman ramahnya. "Silakan!" perempuan itu memberikan roti gandum Mori di atas etalase.

Mori meletakkan uang sepuluh ribu di atas etalase roti dan mengambil roti pesanannya. "Terima kasih!"

"Ayo cari minuman dulu." Ajak Alysha langsung berjalan meninggalkan toko roti kecil itu.

Mori mengikuti dari belakang untuk membeli minuman. Sambil berjalan Mori mulai menggigit roti gandum isi coklatnya yang masih terasa hangat. "Hum! Enak!" gumamnya dengan mulut terisi roti yang baru digigitnya.

"Jangan biasa makan sambil jalan, Mori!"

"Aku lapar!" sahut Mori.

"Itu bukan alasan."

Mori diam.

Setelah membeli minuman, Alysha dan Mori kini duduk di salah satu bangku taman yang ada di bawah pohon.

"Oh iya, apa rencana kegiatan kampus Kak Miranda di sekolah kita?" Alysha kembali mempertanyakan tentang Miranda, itu karena ia merasakan aura yang aneh dari Miranda.

Mori mengangkat kedua bahunya. "Aku belum terlalu tahu pastinya. Tapi palingan juga seputar festival budaya. Apa kamu mau ikut, kalau kegiatannya jadi dibuat?"

Alysha tertawa kecil. "Hehehe... apa yang bisa aku lakukan? Aku tak ada bakat seni atau yang berhubungan dengan kegiatan festival."

"Payah!"

"Biarin!" sahut Alysha lalu segera menyedot jus jeruknya.

Mori kembali menikmati roti gandum isi coklatnya. Matanya sesekali melihat ke arah pohon angsana tempat tubuh siswa korban pembunuhan dikuburkan berpuluh tahun lalu. [Dia sudah tidak muncul lagi. Jadi, dia benar sudah tenang sekarang. Baguslah kalau begitu! Dari pada nanti ada manusia lain yang memanfaatkannya.]

"Kamu lihat apa?" Alysha mau tahu, karena melihat Mori beberapa kali memperhatikan ke perbatasan taman tengah dengan lapangan upacara.

"Sebelumnya, di sana..." Mori menunjuk pohon angsana yang ia maksudkan. "Ada roh seorang siswi sekolah dengan seragam lama!"

"Kenapa dia bisa ada di sana?" Alysha mengikuti yang ditunjuk Mori.

"Korban pembunuhan!" sahut Mori datar.

"Oh... apa jangan-jangan yang dibilang orang-orang kalau di sekolah kita ini, terkadang ada yang melihat seorang siswi memakai seragam model lama yang serba putih! Jadi itu dia?!"

Mori mengangguk. "Itu memang dia!"

"Aku belum pernah jalan ke sana, jadi tak pernah merasakan adanya aura roh yang tidak tenang!"

"Tidak apa-apa. Dia sudah beristirahat yang tenang sekarang!"

"Kamu sudah menemuinya?"

Mori mengangguk sekali. "Ya. Kemarin dia menampakkan dirinya, karena ingin ditolong untuk diberikan doa, biar dia bisa tenang! Kamu cobalah ke sana dan doa kan juga dia. Kasihan tak ada yang mendoakannya selama ini!"

Alysha mengangguk. "Iya, nanti pulang sekolah akan aku lakukan! Eh, ayo kita kembali ke kelas yuk?"

Mori melihat jam di ponselnya, lalu kembali mengantonginya. Mengambil susu kotaknya dan berdiri. "Ayo."

Alysha juga berdiri, membawa jus jeruknya.