[Ranaya, maafkan aku! Aku tahu, aku tidak pantas menulis pesan ini untukmu. Terima kasih kamu telah menjadi bagian dalam hidupku selama ini. Terima kasih sudah menemaniku dalam suka maupun duka. Tak pernah terbayangkan olehku, kalau pernikahan kita akan berakhir seperti ini. Aku sungguh sangat menyesal! Tapi ... aku pun tak mau egois dengan memaksamu kembali padaku. Aku bahagia jika kamu bahagia, Ranaya Mungkin ini akan menjadi pesan terakhirku untukmu. Aku akan menghilang dari kehidupanmu. Aku berharap dan berdoa, semoga kelak kamu bisa menemukan pendamping hidup yang lebih baik lagi dari aku. Mohon maaf atas kesalahan dan kekhilafanku selama ini! Semoga kamu bahagia, ya!]
Pesan panjang dari Zidane membuatku meneteskan air mata. Perpisahan memang bukan kehendaknya. Tapi, jika pernikahan ini tetap diteruskan, hati dan jiwaku juga tidak bisa menerima.
Bayangan masa-masa bahagia bersama Zidane terlintas saat itu juga. Namun, dengan segeraku menepis semua itu.