Aku menggelengkan kepala sambil memejamkan mata sebentar. Langkah kakiku terus bergerak menuju dapur. Tangan meraba dada yang masih berdebar saat memeluk Zidane untuk yang terakhir kalinya.
Aku turuti permintaan Zidane untuk yang terakhirnya. Sebagai tanda perpisahan dariku, sehingga membuat jantungku jadi tak beraturan.
Senyum kembali terurai di wajahku yang sempat hilang. Tangan Zidane berpindah naik kepipiku, dia memelukku pelan.
Masih Tidak percaya dengan perpisahan yang telah jelas terjadi.
"Kau harus tetap semangat Ranaya" ini bukan akhir dari segalanya.
Terlintas bayangan Zidane menjelma dan bersarang di kepalaku
Aku mengambil adonan mie yang telahku sediakan tadi malam dari lemari.