"Jahaaat kalian, jahaaat." Dadaku bergemuruh hebat. Demi menatap dua manusia yang selama ini sangat kupercaya, nyatanya, hanya memberi begitu banyak penderitaan untuk anak semata wayangku. Fikri.
Tubuhnya yang dulu gemuk, sehat, justru yang terjadi kini sangatlah memprihatinkan. Dia tergeletak tak berdaya di atas kasur rumah sakit, dengan selang infus di mana-mana. Mereka, benar-benar manusia yang tak punya perasaaan!
"Fikri, ini Mama, Nak. Maafkan Mama," ucapku, dengan lelehan air mata yang tiada henti. Sakit ini betul-betul menghujam!
Bibirku terus bergetar. Menyebut namanya dengan penuh rasa sesak, ke mana raibnya semua uang yang kukirim selama ini? Hasil jerih payahku, banting tulang untuk anak. Justru yang ada malah menghidupi mereka yang kadung tak tahu diri!
"Mil," panggil Mas Dudi. Yang sedari tadi banyak terdiam, "Maafkan kami, kami khilaf. Kami lalai."