Sudah sejak satu jam yang lalu, aku di dapur bersama dengan Sesha. Kesempatan pagi ini, aku sendiri yang memasak. Aku rindu memasak buat Brama, rindu juga dengan pujiannya.
Aku mencampurkan bahan sayur-sayuran ke dalam panci yang berisi kuah sup. Aromanya mulai menguar, harum. Pasti sebentar lagi Brama akan terbangun, turun dan makan dengan lahapnya.
Satu lagi, dia juga menyukai telur ceplok. Semestinya pasangan sup adalah sambal. Tapi Brama lain anaknya. Dia suka menambahkan telur ceplok setengah matang ke piringnya. Kalau sudah seperti itu, dia bisa nambah hingga dua piring.
Itu tadi kebiasaan Brama sebelum menikah. Aku sendiri yang memasak untuknya. Setelah dia menikah, aku menyuruh Sesha, kokiku yang biasa memasak di rumah untuk ikut bersama dengan Brama. Hanya Sesha yang memahami selera makan Brama seperti apa. Bahkan istrinya pun tidak akan mampu seperti Sesha.
"Selamat pagi, Ma."
Aku menoleh mendengar Brama menyapa. Benar, dia datang bersama istrinya.
"Pagi, Sayang ...."