Begitu turun dari taksi, aku ragu untuk masuk ke rumah dimana aku dibesarkan.
Kepulanganku yang mendadak dengan membawa koper besar pasti menimbulkan tanda tanya besar di kepala mama dan papa.
"Orang laki single banyak di luar sana, Sri. Kenapa kamu malah milih duda beranak satu seperti dia? Apa kamu siap dengan resikonya? Apa kamu nggak rasa rugi dapat laki bekas orang dengan sepaket bagasi bawaan begitu?" cecar papa pada awal aku mengenalkan Mas Lintang pada keluarga.
Pertanyaan papa memang sadis dan menohok hati, tapi aku maklumi perasaannya sebagai orang tua. Tapi kala itu mataku buta. Mas Lintang berhasil meyakinkan aku akan niatnya.
"Betul apa kata papamu, Sri. Apalagi anaknya sudah remaja segede itu, tambah susah nanti kamu mengurusnya, sedang kamu sendiri belum pernah menikah, belum punya pengalaman. Mbok kamu pikir lagi baik-baik," tambah mama saat itu.
Aku menghela napas berat sembari menatap rumah orang tuaku. Andaikan aku mendengarkan kata mereka waktu itu!
