Bab 217
Baiklah Mas Zidan, batinku. Aku hanya akan meninggalkan kenangan manis untukmu. Aku tak akan meninggalkan dendam. Waktu yang tersisa akan kubuat untuk membahagiakanmu. Apalagi aku selama ini bersandiwara untuk tidak tahu apapun denganmu. Dan kurasa, engkaupun bersandiwara seolah tak ada perbedaan sikapmu padaku.
Berusaha mencintai seseorang, dan saat sudah berhasil mencintai ternyata dicampakkan, bagaimana rasanya? Pedih bukan?
Tetapi apakah kepedihan harus di balas dengan kepedihan yang sama? Akan kupilih jalanku.
Aku memang memilih pergi. Selain karena aku tak sanggup menerima kenyataan perihnya cinta diduakan, aku memilih melupakan. Dan yang terpenting lagi, dengan aku pergi, Mas Zidan tidak perlu kesusahan mencari alasan untuk membohongiku kelak.
Atau, apabila dia jujur pun, bukankah tetap akan terasa perih.
"Aku lapar. Kamu masak apa?" tanya Mas Zidan mengagetkanku. Pria itu baru saja usai dari kamar mandi.