Chereads / Terjebak cinta tetangga gila / Chapter 22 - Bab 22

Chapter 22 - Bab 22

Setelah aku dan Zidane mulai melangkahkan kaki memasuki ruangan teater yang begitu gelap tapi terasa dingin.

Terdengar suara Ding dong yang berasal dari dalam area berbunyi

Dang....

Ding....

Dong...

"Pintu teater 1 telah di buka para penonton yang berada di luar teater di harap kan untuk memasuki area teater ! Karena pertunjukan film akan segera di mulai"

Suara ding dong tersebut memberi pengumunan kepada penonton yang masih berada di luar untuk segera memasuki ruangan.

Aku dan Zidane akhirnya masuk dan duduk di bangku yang telah tertulis di dalam tiket masuk, karna pertunjukan film akan di mulai.

Zidane yang terus menggenggam tangan ku erat serasa masuk ke dalam sebuah cerita yang di tatap melalui kedua bola mata nya. Aku pun melirik ke arah samping yang terlihat Zidane sedang asyik tanpa berkedip sedikit pun.

Zidane tampak membulat kan mata nya.

melihat adegan film itu.

Sedang lagi seru - seru nya menatap kedua bola mata ke arah layar lebar tersebut sudah kurang lebih 2 jam yang lalu film berputar tak terasa film itu selesai.

Selang beberapa menit kemudian Zidane mengajak ku ke sebuah kafe yang tidak jauh dari arah bioskop yang terbilang sangat romantis

para anak muda berpasang - pasangan bahkan banyak menghabis kan waktu di kafe tersebut tidak hanya untuk makan atau pun bersenda gurau di kafe itu.

Lampu berkelap-kelip menambah keindahan ruangan kafe, di tambah lagi rangkaian bunga- bunga yang tersusun rapi dari dalam kafe itu.

Tiba - tiba Zidane menatap ku dengan tajam

aku sangat mengenal bagai mana Zidane menatap ku.

Dag... Dig... Dug.... Jantung ku berdegup tak seperti biasa nya, karena merasa aneh dengan tatapan itu.

"Kenapa Zidane menatap ku begitu? " gumam ku dengan perasaan gugup di hati

Tiba - tiba Zidane memegang kembali tangan ku yang tadi dia lepas lalu mengangkat nya ke atas dan mengarah kan tangan ku dekat dengan bibir nya lalu mencium kedua tangan ku.

" Will you marry me? " dan merogoh kotak kecil berisikan cincin permata dari dalam saku nya, lalu membuka nya di depan kedua bola mata ku.

Kotak kecil bewarna merah muda yang tadi sempat kulihat di atas dasbor mobil kepunyaan nya Zidane

Mata ku pun melebar, entah perasaan apa yang menyelimuti diri ku dengan mata yang cukup berbinar - binar. Mendengar ucapan Zidane yang sedari dulu aku tunggu, setelah aku meyakinkan hati ku lagi.

Aku yang dulu pernah menolak lamaran Zidane dan sekarang aku mendengar kan ucapan itu kembali lagi di telinga ku.

Aku pun meyipitkan bola mata ku dan mengangguk kan kepala ku sebagai tanda aku menyetujui lamaran nya.

"Aku mau menikah dengan mu, dan menjadi ibu untuk anak - anak kita nanti" ucap ku.

"Mungkin ini terlalu mendadak untuk di bicarakan Ranaya!, tapi aku tidak mau terlalu lama lagi menunggu. Sungguh aku ingin menikah dengan mu dan membatal kan perjodohan dari Papi ku" jawab tegas Zidane

Aku pikir Zidane akan menerima perjodohan orang tua nya tersebut, ternyata aku salah. Zidane tetap lah orang yang masih terus menyayangi ku, dan tetap memilih aku menjadi pendamping hidup nya.

" Apa orang tua mu menyetujui ini? " sidak ku kepada Zidane

" Karena aku sudah memutus kan untuk memilih kamu, berarti kamu wanita yang baik untuk ku" Zidane mempertegas jawab nya.

" Selain itu aku tidak perduli dengan masa lalu mu, dan apa latar belakang keluarga mu, asalkan kita hidup bersama orang yang kita cintai apa salah nya di coba, " sambung Zidane lagi.

Zidane kemudian memberi kan sebuah cincin permata biru itu dan mengangkat lima jari ku lalu melingkari cincin tersebut ke jari manis ku.

" Sungguh cantik cincin ini apa lagi di pakai oleh wanita secantik dirimu" gombal Zidane

" Terima kasih " ucap ku sembari memberi senyuman manis

Setelah perbincangan yang cukup panjang dan mengesankan itu akhirnya kami pulang.

Zidane mengantar kan ku pulang ke apartemen ku.

Di dalam mobil aku hanya bisa terdiam membisu membayangkan betapa bahagia nya diri ku di saat lelaki yang di ingin kan setiap wanita memilih diri ku untuk menjadi pendamping hidup nya.

Hingga akhir nya mobil yang membawa kami pun melaju sampai di depan lobby apartemen ku.

Kemudian Zidane membuka kan pintu mobil nya untuk ku.

" Silah kan keluar Ratu ku " ucap Zidane sedikit mengeluarkan rayuan gombal nya untuk mempersilah kan aku turun dari dalam mobil.

Aku pun kembali tersenyum, seakan malam ini malam paling bahagia yang tak ingin ku habis kan waktu yang cepat berlalu

" Terima kasih Pangeran ku " gurau ku

" Sama - sama " jawab Zidane "Masuk lah aku akan menunggu mu sampai di depan pintu"

" Hati-hati " kata ku sambil melambaikan tangan dan perlahan - lahan untuk masuk ke dalam apartemen

Zidane pun tampak berlalu mengendarai mobil nya.

Sesampai nya di apartemen seperti biasa. sebelum aku melanjutkan kan rutinitas ku untuk tidur, aku melakukan ritual ku untuk membasahi badan dan berendam di bath cup ku.

Aku menenggalkan baju ku untuk memasuki kamar mandi.

" Ah segar sekali '' ucap ku setelah akhirnya nya aku berendam, di tambah lagi dengan gelembung gelembung yang berasal dari sabun yang membentuk bulatan kecil dan menambah aroma wangi relaksasi malam ini.

Setelah ku rasa badan ku cukup segar di aku pun bergegas beranjak ke atas ranjang kasur dan beristirahat.

Kebetulan malam ini tak sedingin malam kemarin.

Sehingga aku tak perlu repot - repot menggunakan baju panjang.

Kimono bewarna merah muda, baju yang ku kenakan untuk penghantar tidur ku.

Aku pun merebah kan badan ku ke atas ranjang tempat tidur ku.

Apa yang terjadi hari ini sungguh sangat mengejut kan. Terlebih lagi Zidane melamar ku dengan sebuah cincin yang indah sekali. Aku pun memandangi jari manis ku yang nampak melingkar sebuah cincin.

Seperti nya Zidane orang yang sangat berkomitmen dalam ucapan nya dulu, apa yang pernah di ucap kan nya tak ingin dia ingkari seperti janji nya kepada almarhum Mama ku.

" Seandainya Mama ku masih ada, mungkin saat ini dia merasakan kebahagiaan yang saat ini aku rasakan " titah ku

Hmmmmm, aku pun sedikit termenung dan memandangin foto yang terpajang indah gambar Mama di sudut dinding kamar ku.

Terbesit rasa yang menyelimuti kini mulai menghantui ku, kegelisahan ku seakan menjadi sebuah kenyataan. Aku pun menatap dan menggeleng kan kepala Hingga Akhirnya membuat ku menetes kan air mata, seakan kebahagian ku sirna menjelma berubah menjadi sebuah ketakutan.