Entah berapa lama aku tertidur, saat membuka mata hari sudah sore. Dan aku terkejut saat melihat sosok yang menatap sendu sambil menggenggam tangan kiriku.
Perlahan tangan kutarik. Bang Zidane tersenyum meski matanya memerah.
"Sejak kapan, Abang, di sini?"
"Kira-kira setengah jam yang lalu. Abang kaget waktu dikabari sama Bik Sri. Kenapa enggak ngasih tahu Abang kalau kamu hamil lagi Jes?"
Benar saja, pasti Bik Sri yang memberitahunya.
"Enggak apa-apa," jawabku singkat. Padahal aku sendiri tidak tahu kalau tengah mengandung.
Aku berusaha bangun dan duduk. Kubiarkan Bang Zidane membantuku. Rasa nyeri dan lemas masih terasa. Lagi-lagi dalam kondisi kecewa begini, aku masih membutuhkannya.
"Maafkan Abang" Digenggamnya kedua tanganku. Netranya menatap lekat.
"Karena keegoisan Abang, kita kehilangan calon anak kita."