"Kau yakin aku yang mandul, Jes? Bukan abangmu?" Mati-matian Jesika menahan diri agar tidak terpancing emosi.
"Apa maksudmu, Jesika?" Mama memegang bahu Jesika.
"Bang Zidane yang bermasalah, Ma." Lima kata itu ringan saja meluncur dari mulut Jesika.
Sementara di pintu, Zidane yang kembali lagi karena flashdisknya tertinggal, mematung. Kaku. Jantungnya seakan berhenti. Mulutnya kelu mendengar kalimat Jesika.
Jesika menatap Zidane. Sampai kapan semua kebenaran ini bisa kau simpan, Banh? Bantahlah, patahkan kata-kataku kali ini.
Tunjukkan padaku, bagaimana caranya kau menyimpan semua dengan rapi, selama bertahun-tahun yang telah kita lewati.
Jesika tersenyum. Sementara ketiga orang di depannya mematung. Kaku. Muka-muka pucat. Bibir yang bergetar.
Jesika bersorak dalam hati. Senyum itu semakin mengembang.
Ayo, Bang. Patahkan kalimatku…
"Gila!" Ranti menyenderkan badannya ke sandaran kursi. Memijit kening. Kepalanya mendadak pusing.