Dor dor dor
"Jesika, keluar kamu. Jesika," seseorang memekik dari luar seiring pintu yang terus digedor.
"Iya sebentar."
Aku sibuk merapikan pakaianku, dan memutar gagang pintu dengan tangan yang lain.
"Ibuk?"
Wanita paruh baya itu menatapku tajam dengan tangan berkacak pinggang. Ia menerobos masuk ke dalam walau tanpa aku persilakan. Aku hanya bisa mengelus dada.
"Jesika, ingat, ya. Kamu masih punya hutang sama saya," ujarnya.
Aku mengernyitkan dahi, selama aku hidup dan menikah dengan Bang Zidane, belum pernah tahu bagaimana rasanya berhutang. Minimal aku menahan perut jika lapar sedang melanda.
"Utang apa, Buk?"
"Gini, ya. Sekarang kan semua BBM naik nih. Dan kamu, sekarang sudah bukan istri Zidane lagi, jadi semua fasilitas yang pernah kamu pakai selama di rumah saya, saya minta. Sini bayar."
"Oh iya lupa, kamu kan miskin. Mana ada kamu punya uang. Dan lagi, kamu hidup sebatang kara. Saudara mana yang mau belas kasihan buat ngebantuin."