Julia POV
Julia menyandarkan punggungnya di kursi sambil menatap layar laptop yang ada di depannya. "Gimana testimoni lo saat tinggal di sini?" Tanya Ryan.
Julia hanya menganggukkan kepalanya. "Ada... plus minus sih, tapi gue betah kok." Ucapan Julia membuatnya tertawa kecil dan menggelengkan kepalanya. Julia beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju pantry.
"Julie!" Julia menengok sekilas dan menghela napasnya. "Ada... yang bisa gue bantu?" Julia tidak menghiraukan Ben yang kini sedang berdiri di sampingnya. "Gue... tau kok lo gak demen sama cowok, tapi... kita bisa temenan kan?"
Julia berjalan menuju mejanya dan tidak menghiraukan Ben yang masih mengikutinya. "Ben, udah jangan di paksa napa!?" Protes Jenny.
Julia kembali fokus ke pekerjaannya. "Guys! Guys! Guys!" Seluruh pasang mata termasuk Julia menatap Kenneth. "K-kalian tau gak, s-si... Ms. Wh-Whitetaker... dateng!" Julia memutar matanya malas.
Ia beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju resepsionis. "Aku kira kau sudah mati," Julia menggaruk rambutnya yang tidak gatal, lalu ia menghela napasnya.
"Entah mengapa aku hanya bisa berbicara formal hanya kepada mu!" Rose tertawa kecil, lalu ia memberikan satu kotak makan siang yang ia taruh di meja resepsionis. "Apa ini?" Rose berjalan mendekati telinga Julia.
"Aku tau kau lapar, jadi aku bawa daging rusa." Ucap Rose memelankan suaranya. Julia memutar matanya malas. Julia hanya diam dan mengambil kotak tersebut.
Kenneth dan yang lain langsung terjatuh dari belakang pintu dan mereka semua terlihat gugup. "Ehehe... hehe.." Julia menepok jidatnya dan menatap Rose.
Rose melambaikan tangannya ke arah mereka sambil tersenyum. "Kalian sudah makan?" Seluruh orang yang ada di situ hanya menggelengkan kepalanya. Julia menghirup napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan.
"Oke..."
"Ini uang makan kalian!" Rose memberikan satu bundle uang pecahan 100 dollar kepada Kenneth. "Makanlah yang jauh dari sini beramai-ramai. Julia akan menjaga toko ini." Julia hanya tersenyum getir.
Tanpa berfikir lama, mereka langsung berjalan keluar mengejar Kenneth. Rose hanya tertawa kecil dan menggeleng-gelengkan kepalanya ketika ia melihat rekan kerja Julia yang sedang mengejar-ngejar Kenneth. "Sifat manusia yang paling ku benci adalah greed dan lust."
Julia mengambil kotak tersebut dan membukanya. "Daging rusa jantan. Sepertinya... kau tidak ke sini dengan cuma-cuman, Rose. Apa yang kau mau?" Julia menutup kembali kotaknya. Ia menyesap kopi yang baru ia buat di pantry.
"Aku ingin mengenal mu, Julia." Julia hanya tertawa kecil dan menatap mata cokelatnya. Rose menggenggam tangan Julia. "Tangan mu terluka," ucap Rose.
Julia memejamkan matanya dan menghela napasnya perlahan. "Sudah beberapa hari ini aku... merasakan tidak enak badan dan nafsu makan ku berkurang hebat. Aku sudah menyuruh Walter untuk menelpon dokter, tapi mereka bilang aku hanya kelelahan." Jelasnya.
Rose menatap luka di tangan Julia dan menunjukkannya. "Aku tergelincir di hutan." Rose menghela napasnya kasar dan menarik tangan Julia menuju apotek terdekat. "Tunggu...."
Rose menengok ke belakang dan mengkerutkan keningnya. "Apa?" Seakan mengerti Rose menganggukkan kepalanya. "Ada anak buah ku di dalam, Julia. Lagipula... itu milikku sekarang." Julia hanya memutar matanya malas.
"Dasar anak orang kaya!" Rose tertawa kecil.
"Jangan munafik!" Julia hanya menghela napasnya kasar dan tersenyum kecil. "Orang tua mu adalah kaum Luna bangsawan, bukan? Pemimpin dari klan Lucan. Aku tidak menyangka jika putrinya bertemu dengan ku di sini." Lanjut Rose.
Julia hanya diam ketika ia tahu siapa Julia sebenarnya. Rose mendudukkan Julia di sebuah bangku taman yang menghadap ke danau. "Tunggu di sini." Perintahnya. Julia hanya menganggukkan kepalanya dan menyandarkan punggungnya ke senderan kursi tersebut.
Julia menghela napasnya kasar dan suara notifikasi masuk ke dalam handphone miliknya. Ia tersenyum dan menghela napasnya kasar. "Kamu lagi bahagia ya?" Julia mengusap layar handphone-nya sambil tersenyum.
Julia menghela napasnya kasar dan menatap langit yang cerah. "Mata mu bisa buta jika terus mendangak," Julia hanya tertawa kecil.
"Brother," Adrian hanya tertawa kecil dan menghela napasnya. "Apa mau mu? Aku kira dengan membuang kalung itu, kau tidak kembali muncul." Adrian menatap danau yang ada di depannya.
Rose datang dengan membawa obat merah dan handsaplast. Ia menengok ke samping kirinya dan menghela napas. "Apa kau menunggu lama?" Julia menggelengkan kepalanya. Rose duduk di samping kanan Julia dan mulai mengobati lukanya.
Tidak banyak hal yang mereka bicarakan. Julia menatap wajah Rose. Ia tersenyum kecil tanpa mengedipkan matanya. "Cantik." Gumamnya.
Rose yang merasa di tatap langsung menatapnya. "Apa... sakit?" Julia berpura-pura meringis kesakitan, lalu meniup-niup lukanya. "Aku... mendengar kata 'cantik.' Apa itu untukku?" Julia menarik tangannya dan duduk sedikit menjauh.
Julia menopang dagunya sambil menatap danau di depan. "A-aku melihat burung merpati putih," Rose tertawa kecil, lalu ia menatap ke arah danau. Julia memasukkan tangannya ke dalam kantongnya dan ia hanya bisa mengerutkan kening.
"Sudah makan siang?" Tanya Rose kepada Julia.
Julia menggelengkan kepalanya. "Daging yang kau berikan untukku tertinggal..." Han datang sambil membawa kotak makan yang tertinggal. Julia menghela napasnya kasar.
"Perkenalkan... ini Steven Han. Dia adalah assisten dan teman baikku!" Julia menjabat tangan Han. Han meletakkan box tersebut di tengah-tengah mereka.
Seekor anjing Golden Retriver menghampiri Julia dan Rose. "Oh, hai!" Julia mengusap kepala ajing tersebut dan tersenyum. "Dimana pemilik mu?"
Rose POV
Rose memperhatikan Julia yang sedang mengusap kepala anjing tersebut. Seulas senyum tipis tanpa sengaja menghiasi wajahnya. "Bark!" Rose membuka tutup bekal tersebut dan mengambil satu potong daging dan memberikannya kepada anjing tersebut.
"Ashley!" Rose dan Julia menatap ke belakang. "Bark!" Anjing tersebut menghampiri orang yang mereka temui. "Oh, P-Princess Eponine dan Aurellia," orang tersebut hanya menunduk hormat.
Rose menatap Julia yang kini memasang muka masam. Rose menatap orang tersebut. "Bisakah kau bersikap biasa jika di depan umum, Morris."
Orang yang bernama Morris menganggukkan kepalanya dan pergi dari pandangannya. Rose menghela napasnya kasar dan mengambil daging yang ada di dalam kotak tersebut. "Mengapa kau... tidak ingin bertemu dengan mereka. Padahal..."
"Aku tidak ingin kejadian itu terulang lagi. Aku belum sembuh sepenuhnya." Rose hanya menganggukkan kepalanya.
"Wanita yang bersama mu di hari itu... siapa? Aku tidak pernah melihatnya." Julia hanya terdiam. Rose hanya tersenyum getir dan menggelengkan kepalanya. "Apa dia..."
"Dia golongan Slave, Ace! Dia sedang di tawan. Aku tidak tahu siapa yang menawannya." Rose menatap Julia yang kini sudah beranjak dari tempat duduknya. Ia mengambil 4 potong daging rusa. "Aku kembali bekerja," ucap Julia.
Rose menahan tangan Julia. "Apa... bisa kita bicara sebentar?" Julia hanya menghela napasnya kasar.
Julia POV
Julia menarik tangan Rose, lalu melingkarkan tangannya di pinggang. "Aku akan menjemput mu, mengerti?" Julia menatap mata cokelat milik Rose. "Aku juga harus mengganti mobil mu yang rusak dan uang makan siang..."
"Kau hanya harus mengganti mobil ku." Julia hanya menganggukkan kepalanya. Rose merapikan kancing kemeja yang di kenakan Julia, lalu ia mendorongnya pelan. Julia langsung berjalan menuju tempat kerjanya sambil memakan daging yang ia bawa.
.
.
.
.
.
.
Jangan lupa untuk share, vote, komen, dan tambahkan ke library! Karena setiap hal kecil yang kalian lakukan dapat membantu Author makin termotivasi untuk menulis.