Amanda terbangun karena tenggorokannya yang terasa begitu kering. Dia berjalan menuju dapur untuk mengambil minum, tapi dia ingat jika ponselnya tertinggal di laundry room. Sehingga setelah minum dia menuju tempat di mana ponselnya tertinggal.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Amanda.
Fabio yang sudah sedari tadi di sana kaget bukan kepalang. Dia tak menyangkan akan ada orang di sana. Tak lama ada suara langkah kaki yang menuruni tangga.
"Sayang, kau di mana? Kau mengambil minum tapi tak segera kembali," teriak Yoona.
Fabio menarik lengan istri mudanya masuk laundry room. Dia membungkam mulut Amanda memintanya untuk tak berisik.
"Mengapa harus seperti ini? Kau hanya perlu keluar dan membawa istrimu kembali ke kamar," lirih Amanda sedikit kesal.
"Stt, jangan katakan apapun dan diamlah," jawab Fabio dengan berbisik.
Tubuh keduanya begitu lekat menempel. Tangan Fabio melingkar sempurna diperut istrinya itu. Sembari menunggu Yoona kembali ke kamar Fabio menghirup dalam aroma tubuh Amanda. Satu hal yang sangat dia rindukan sejak beberapa jam lalu.
"Aku merindukan ini semua, Sayang," bisik Fabio.
"Jangan bodoh," balas Amanda ketua.
Fabio tersenyum miring melihat Amanda begitu ketus padanya. Dia menyadari jika istri keduanya itu tengah cemburu. Fabio melancarkan aksinya dengan menciumi pundak dan leher Amanda. Sesekali dia menghisap kulit putih susu Amanda itu.
"Dia sudah kembali naik, ayo keluar," kata Amanda.
Saat hendak melepaskan diri, Fabio menarik kuat lengan istrinya itu dan Amanda masuk dalam kungkungan lengan kekar Fabio.
"Aku mencintaimu, sangat mencintaimu," bisik Fabio.
"Aish, kau mengatakan hal ini juga pada Yoona saat makan malam tadi. Jangan pikir aku bodoh. Aku mendengar semuanya," jawab Amanda.
Fabio hanya bisa menghela napas kasarnya. Tak ada kata untuk membatah karena memang dia juga mencintai Yoona.
"Kakakmu menelpon, sehingga aku menemukan ponselmu di sini. Hubungi dia segera. Kurasa ada hal penting yang ingin dia sampaikan. Katakan padaku jika ada hal yang mendesak," kata Fabio.
Amanda terkejut. Penjelasan Fabio begitu detail dan sangat bijaksana. Bahkan bisa dikatakan ini kali pertama Fabio mengkhawatirkan seseorang yang sama sekali tak dia kenal.
"Hm," jawab Amanda singkat.
Dia segera mengambil ponsel itu dari tangan Fabio dan bergegas keluar tempat itu. Dia melangkah menuju kamarnya dan segera menutup rapat pintunya. Sedang Fabio menuju dapur untuk mengambil gelasnya.
Dari ujung atas tangga, Yoona melihat keduanya. Karena suara langkah kaki Fabio terdengar menuju arah tangga Yoona bergegas menuju kamarnya.
"Kalian selalu memanfaatkan kesempatan dengan baik," batin Yoona.
Fabio membuka pintu dan melihat Yoona duduk di tepi ranjang. Mata mereka bertemu dan senyum manis merekah di bibir Yoona.
"Aku tak menemukanmu di bawah, kau keluar?" tanya Yoona.
"Ah, aku hanya menghirup udara segar," dusta Fabio.
"Cih, kau berbohong," batin Yoona.
Tak ingin memperkeruh keadaan, Yoona hanya tersenyum pasi mendengar kebohongan suaminya itu.
Sementara di sisi lain Amanda sedang mencoba menghubungi Diego mencari tahu apa yang membuatnya menelpon berkali-kali. Tak lama Diego menjawab.
"Aku sudah mengirim uang untukmu, pakailah." Diego menjelaskan tujuannya menelpon.
"Kakak, kurasa kau tak perlu mengirim uang padaku lagi. Aku telah menikah. Kebutuhanku sudah di penuhi oleh suamiku. Gunakan uangmu untuk keperluanmu," jelas Amanda.
"Kita bicara lagi nanti, aku ingin bertemu denganmu setelah aku kembali. Istirahatlah, ini sudah larut," kata Diego.
"Baiklah, jaga diri Kakak baik-baik," balas Amanda.
Panggilan telepon selesai. Amanda merasa begitu merindukan kakaknya itu.
"Kak, kau tak perlu lagi khawatir tentangku. Aku baik-baik saja. Dan aku bisa menjalani hidupku dengan baik sekarang." Amanda bergumam.
Malam yang begitu dingin usai dengan berbagai hal yang terjadi. Saat mentari menyapa Amanda sudah berada di dapur dengan berbagai kesibukannya. Seperti biasa dia menyiapkan berbagai menu sarapan untuk suaminya.
"Tuan tak tidur di kamar Anda semalam, Nyonya?" tanya bibi pembantu.
"Tidak, Bi. Dia tidur bersama Yoona. Ada apa?" kata Amanda.
"Ah, bukan apa-apa," jawab pembantu.
Amanda tersenyum sinis. Dia meminta bibi pembantu menyajikan semua hasil masakannya.
"Ambil piring dan segera sajikan semuanya. Aku akan menyelesaikan ini," titah Amanda.
"Nyonya sudah banyak bekerja keras, biar saya yang mencuci samuanya, Nyonya," jawab pembantu.
Tiba-tiba tangan melingkar diperut rata Amanda.
"Selamat pagi, Sayang. Kau sudah sesibuk ini di pagi hari?" sapa Fabio.
"Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku. Ada Bibi di sini," protes Amanda.
Tak ada Yoona di sana, sehingga Fabio berani melakukan itu. Fabio tak melepaskan dekapannya dan justru menaruh dagunya dipundak Amanda.
"Siang ini bawa makan siang ke kantor, aku akan menunggumu," kata Fabio.
"Ah, kurasa aku tak bisa," bantah Amanda.
"Kau ada janji dengan yang lain?" tanya Fabio.
"Aku ingin ke bank. Aku harus mengembalikan uang yang dikirimkan kakakku, dia lebih membutuhkan dari pada aku," jelas Amanda.
"Eoh, jadi sekarang kakakmu lebih penting dari pada aku?" rengek Fabio.
"Tentu saja, kakakku adalah satu-satunya orang yang berjuang demi kebahagiaanku selama ini. Dia adalah orang yang selalu membuatku bahagia dan tak pernah sekalipun membuatku kecewa," jelas Amanda lagi.
Pelukan tangan Fabio melonggar. Dia merasa terabaikan oleh ucapan istri keduanya.
"Baiklah, pergi dan lakukan apa yang ingin kau lakukan. Aku akan makan di cafetaria perusahaan." Fabio memupus harapannya.
Amanda hanya tersenyum melihat suaminya sedikit kecewa.
"Duduklah, biar aku seduhkan kopi. Kau harus pulihkan tenagamu untuk bekerja setelah semalam bukan," canda Amanda.
"Apa maksudmu?" desak Fabio.
"Bukan apa-apa. Bukankah semalam ... kau semalam ... em ... ah, sudahlah," jawab Amanda.
Fabio tersenyum sinis. Dia kini tahu benar jika istrinya ini begitu cemburu pada istri pertamanya.
"Kami hanya melakukannya sekali, tak ada yang istimewa. Malam ini aku akan menghajarmu tanpa ampun, Sayang. Bersiaplah," bisik Fabio menggoda.
Tanpa disadari Yoona sudah berada di belakang mereka berdua. Dia berdehem melihat Fabio membisikan sesuatu ke telinga istri mudanya. Dengan cepat Fabio melepas dekapannya dan melompat ke meja makan.
"Ini kopimu," kata Amanda dan segera melayani suaminya sarapan.
Yoona tampak sedang menyeduh kopi di meja dapur dengan wajah yang tersungut-sungut.
"Masih terlalu pagi untuk membuat hatiku seperti ini. Aku harus bisa menetralkan semuanya agar aku tak dipandang lemah," batin Yoona.
Dia segera duduk menikmati sarapannya. Sebenarnya dia canggung. Tapi tak ada cara lain untuk membuat dirinya terlihat lebih baik.
"Memang kau begitu istimewa. Kurasa kita bisa bekerja sama," ujar Yoona.
Amanda melayangkan tatapan sinis ke arah Yoona. Dia tak paham dengan maksud madunya itu.
"Apa maksudmu?" batin Amanda menganalisa apa yang dikatakan Yoona.
Hingga pandangan mata keduanya menggambarkan sesuatu yang tak biasa.